HUKRIM
Penyidikan Kasus Kematian Ansel Wora dan Markus Nula Dinilai Lamban, Komisi III Harus Beri Atensi ke Polda NTT
Jakarta, penatimor.com – Publik NTT tahu bahwa beberapa hari yang lalu, tepatnya, Kamis (6/2), Komisi III DPR RI melakukan kunjungan kerja di NTT dan diharapkan oleh publik NTT dan para diaspora NTT atau Garda NTT di Jakarta agar Komisi III DPR RI dapat memberi atensi khusus kepada Kapolda NTT dalam penanganan kasus-kasus kematian tidak wajar, ditangani secara profesional dan cepat sesuai dengan moto Polisi Promoter (profesional, moderen dan terpercaya).
Kunjungan kerja Komisi III DPR RI kali ini sangat diharapkan dapat memberikan pengawasan terhadap penanganan sejumlah kasus publik termasuk kasus yang saat ini ramai menjadi perbincangan publik di NTT, yaitu berlarut-larutnya penyidikan kasus kematian tidak wajar alm. Anselmus Wora di Polres Ende dan kasus kematian misterius Kakek Markus Nula (83) pada tanggal 11 Desember 2019 di Nagekeo oleh Polres Nagekeo, yang tidak diproses.
Khusus penyidikan kasus kematian alm. Anselmus Wora yang meninggal di Pulau Ende pada tanggal 30 September 2019, kemudian pada tanggal 27 November 2019 telah dilakukan penggalian kuburan jenazah untuk otopsi, namun hingga saat ini hasil otopsi belum diumumkan tentang sebab-sebab kematian secara pasti, padahal proses hukumnya sudah berjalan selama 4 bulan, belum menemukan tersangka pelakunya.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus kepada wartawan, mengatakan, keluarga alm. Anselmus Wora, masyarakat Kota Ende, bahkan Garda NTT di Jakarta semakin cemas dengan kondisi belum adanya kepastian sebab-sebab kematian dan siapa sesungguhnya pelaku kekerasan yang menyebabkan Anselmus Wora meninggal dunia.
Menurut Petrus, publik meyakini bahwa Anselmus Wora meninggal karena pembunuhan, sementara penyidik belum bisa memastikan meskipun hasil otopsi sudah ditangan penyidik, namun penyidik masih bungkam.
“Hasil otopsi sudah menjadi hak publik untuk tahu, publik khawatir jangan sampai hasil autopsi dimanipulasi, lantas mementahkan hasil penyidikan yang sudah berjalan selama 4 bulan,” kata Petrus Salestinus.
Advokat senior Peradi itu melanjutkan, publik mulai meragukan kinerja penyidik, dan dikhawatirkan terjadi tarik menarik kepentingan politik, dimana polisi terjebak dalam kepentingan politik, lalu otopsi yang sudah dilakukan hasilnya digunakan untuk mementahkan hasil penyidikan.
Menurut dia, masyarakat Kota Ende dan Garda NTT di Jakarta mempertanyakan, apakah nyawa manusia NTT yang mati tidak wajar tidak mendapatkan harga yang layak dalam proses penegakan hukum di NTT.
“Apakah nyawa orang NTT masih mendapatkan harga atau tidak ketika terjadi kematian tidak wajar dan mengapa polisi tidak serius menangani kasus kematian kakek Markus Nula pada tanggal 11 Desember 2019 di Sungai Aesesa, Kabupaten Nagekeo,” tandas Petrus Salestinus.
Padahal menurut pengacara berkepala plontos itu, kalau dibandingkan dengan penanganan polisi atas kematian tidak wajar seseorang di wilayah Kepolisian lain, polisi cepat bergerak dan dalam waktu singkat menemukan sebab-sebab kematian dan menangkap pelakunya.
“Mengapa polisi tidak memberi harga yang layak bagi kematian tidak wajar untuk seseorang di NTT, sedangkan di belahan lain dalam wilayah hukum Indonesia polisi memberi harga yang layak untuk kematian yang tidak wajar. Ini namanya ada diskriminasi,” pungkas Petrus. (jim)