Connect with us

POLKAM

Ini Peringatan KPK untuk Seluruh Kepala Daerah di NTT

Published

on

Foto: IST

Kupang, Penatimor.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia mengingatkan kepada seluruh kepala daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menghindari konflik kepentingan dalam menjalankan pemerintahan.

Wakil Ketua KPK RI, Saut Situmorang sampaikan ini dalam arahannya pada kegiatan Rapat Koordinasi dan Evaluasi Program Pemberantasan Korupsi se-Provinsi NTT di Aula Fernandes, Gedung Sasando Kantor Gubernur NTT, Kamis (21/3/2019).

Kegiatan ini merupakan inisiatif Pemerintah Provinsi NTT dan KPK RI dalam rangkaian Pekan Pencegahan Korupsi.

“Setelah pemimpin itu selesai dipilih oleh rakyat, berikutnya adalah urusan bapak (pemimpin) dengan Tuhan. Tidak boleh ada yang ngatur-ngatur. Persoalan bangsa kita saat ini yang terbesar adalah konflik of interest (konflik kepentingan). Kalau konflik kepentingan pasti tidak ada check and balance system (sistem pengawasan dan keseimbangan),” kata Situmorang.

Menurut Situmorang, sebagai kepala daerah, para Bupati/Walikota harus punya prinsip dan berpegang teguh pada nilai-nilai yang diyakininya. Dikatakannya, pemimpin itu ibaratnya harus seperti elang yang terbang sendirian ke mana-mana tanpa dipengaruhi siapa pun. Berintegritas itu artinya tidak peduli dengan orang lain selama itu baik dan untuk kepentingan masyarakat.

“Itu yang masih kurang pada kita. Kami di KPK digaji untuk mencegah dan menindak. Ketika bukti itu ada, kami nggak peduli siapa pun. Kalau nggak, keluar aja dari KPK. Tidak enak menjalani pemeriksaan dari pagi sampai sore di KPK. Lama prosesnya, ada yang menangis sepanjang pemeriksaan karena menyesal. Saya kalau melihat yang diperiksa selalu kasihan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Situmorang mengharapkan para bupati/walikota untuk selalu berkomunikasi dengan KPK. Ada ide-ide inovatif dan kreatif yang ingin dilakukan tapi sulit terlaksana karena ada orang atau aturan yang menghambat, bisa dikomunikasikan. KPK siap memberikan pendampingan.

“Ada masalah yang sangat prinsip dan juga tidak prinsip tapi mempengaruhi kinerja, beritahu kita. Supaya kemudian tidak terjadi hal-hal yang kita tidak inginkan bersama. Tim kami akan tetap ada di daerah ini untuk menjaga seperti apa kita bisa mengelola daerah ini untuk mensejahterakan rakyat kita,” paparnya.

Dia menegaskan, KPK memiliki komitmen tinggi untuk menjadikan Indonesia lebih baik. “Kita ingin agar APBN meningkat dari Rp 2.400 triliun menjadi Rp.4000 triliun lima tahun ke depan. Juga menaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) nasional dari angka 38 ke 50,” tandasnya.

Para bupati/walikota juga diharapkan memperhatikan delapan area perubahan yang diintervensi KPK yakni Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Kapabilitas APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah), Manajemen ASN,Dana Desa, Optimalisasi Pendapatan Daerah dan Manajemen Aset Daerah.

“KPK dalam tindakan pencegahan melihat sampai hal-hal yang detail. Kompleksitas bagaimana kita mengatasi masalah korupsi sebenarnya sesederhana kita mendorong orang untuk berubah, mendorong orang untuk tidak buang sampah sembarang. Ketika kita ingin melihat Indonesia ke depan yang lebih sejahtera, delapan area perubahan yang diintervensi harus kita pegang dan laksanakan,” pungkas Situmorang.

Koordinator Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK Wilayah NTT, Alfi Rachman Waluyo mengatakan, tujuan kegiatan tersebut adalah untuk mengevaluasi upaya aksi pencegahan korupsi yang telah dilakukan selama ini. Koordinasi dan supervisi merupakan salah satu upaya pencegahan.

“Setidak nyamannya didatangi tim kami, lebih tidak nyaman lagi kalau didatangi tim penindakan. Perencanaan dan penganggaran merupakan langkah pertama yang harus dilaksanakan dengan baik. Banyak Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang terkait dengan hal ini. Jangan sampai ada intervensi masuk dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Perlu segera diwujudkan e-planning dan e-budgeting di seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-NTT,” paparnya.

Alfi menjelaskan, secara umum rata-rata MCP (Monitoring Center For Prevention) NTT atau Rencana Aksi Pencegahan Korupsi berdasarkan delapan agenda perubahan yang diintervensi, masih jauh di bawah rata-rata MCP Nasional. MCP Nasional berada di kisaran 58 persen, sementara NTT masih sekitar 29 persen.

“MCP tertinggi ditempati oleh Kabupaten Belu sebesar 60 persen, Ngada 45 persen, dan Malaka 38 persen. Kami juga mendukung pemberian TPP. Tapi kami harapkan TPP ini tidak berdasarkan eselonering tapi berdasarkan beban kerja dan kinerja,” terang Alfi. (R2)

Advertisement


Loading...
error: Content is protected !!