HUKRIM
Ini Kronologi Lengkap Kasus Alfred Baun, Fe Naiboas Bantah Keterangan Mardanus Tefa, Selasa Depan Putusan Sela

KUPANG, PENATIMOR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara (TTU) dalam tanggapannya terhadap nota keberatan atau eksepsi tim penasehat hukum terdakwa Alfred Baun, menilai substansi eksepsi telah masuk dalam lingkup pemeriksaan pokok perkara.
JPU Andrew Keya, SH., dalam tanggapannya, menyampaikan bahwa Pasal 23 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tipikor, secara historis-kronologis merupakan sebuah ketentuan yang awalnya telah diatur secara umum dalam ketentuan Pasal 220 KUHP tentang delik Laporan atau Pengaduan Palsu.
Andrew yang mengikuti persidangan ini secara virtual dari kantor Kejari TTU, juga mengutip pendapat Andi Hamzah, bahwa delik ini dalam perkembangannya di dalam praktik sering sekali korupsi dijadikan topik dalam konteks delik tersebut, sehingga akhirnya delik membuat laporan atau pengaduan palsu diatur tersendiri ke dalam UU Pemberantasan Tipikor.
Pasal 23 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor berbunyi “Dalam Perkara Korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 KUHP, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 6 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp300 juta.
Andre Keya melanjutkan, dalam perkara a quo, perbuatan yang dilakukan oleh Alfred Baun, merujuk dalam kategori rumusan perbuatan melawan hukum sebagaimana diformulasikan dalam Pasal 220 KUHP, sehingga secara mutatis-mutandis perbuatan yang dilakukan oleh Alfred Baun sudah masuk ke dalam Pasal 23 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, dengan unsur-unsur setiap orang memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana, padahal mengetahui itu tidak dilakukan.
Selanjutnya, JPU juga menanggapi argumentasi sebagai dasar keberatan penasehat hukum dalam halaman 7 eksepsi yang pada pokoknya menyatakan ketentuan Pasal 23, hanya dapat diterapkan apabila laporan atau pengaduan tersebut telah disampaikan dalam sebuah persidangan perkara tindak pidana korupsi.
Argumentasi demikian, menurut Andrew Keya, memperlihatkan penasehat hukum tidak mampu membedakan atau dengan sengaja mengacaukan antara norma delik keterangan palsu sebagaimana dalam Pasal 22 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang diadopsi dari Pasal 242 KUHP dengan norma delik menyampaikan laporan palsu dalam Pasal 23 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor yang diadopsi dari Pasal 220 KUHP.
Dalam perkara a quo, Penuntut Umum mendakwa terdakwa melakukan tindak pidana memberitahukan atau mengadukan laporan palsu tentang terjadinya tindak pidana korupsi, dan bukan delik memberikan keterangan palsu dalam tindak pidana korupsi.
“Substansi materi eksepsi Penasehat Hukum terdakwa sudah di luar ruang lingkup eksepsi sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP sehingga tidak perlu dibahas oleh Penuntut Umum, karena sudah masuk dalam materi pokok perkara yang akan dibuktikan dalam proses pembuktian,” tegas Penuntut Umum dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sarlota Suek didampingi dua Hakim Anggota, Selasa (21/3/2023).
Oleh karena seluruh materi eksepsi sudah masuk dalam materi pokok perkara, maka menurut Penuntut Umum, sudah seharusnya keberatan tim penasehat hukum terdakwa dinyatakan tidak berdasar hukum, sehingga haruslah dikesampingkan.
“Dengan demikian, telah nyata bahwa keberatan tim penasehat hukum terdakwa tidak berdasar, sehingga wajib dikesampingkan,” ungkap JPU Andrew.
“Materi keberatan dari tim penasihat hukum tersebut telah membahas atau memasuki materi pokok perkara yang akan dibuktikan pada persidangan perkara pokok. Dengan demikian, keberatan terdakwa tersebut seyogyanya ditolak dan dikesampingkan,” sebut JPU Andrew lagi.
Untuk itu, Penuntut Umum memohon kepada Majelis Hakim untuk menolak keseluruhan eksepsi, menyatakan Pengadilan Tipikor Kupang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara Alfred Baun, menyatakan dakwaan Penuntut Umum adalah sah, memerintahkan terdakwa Alfred Baun tetap berada dalam tahanan, dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa.
Turut hadir dalam persidangan yang dimulai sekira pukul 10.00 Wita itu, penasehat hukum terdakwa, Jemmy Haekase. Sedangkan terdakwa Alfred Baun mengikuti sidang secara virtual dari Rutan Kupang.
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa (28/3/2023) dengan agenda pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim.
Dakwaan JPU, Alfred Baun Terima Ratusan Juta dari Kontraktor
Untuk diketahui, sidang perdana perkara terdakwa Alfred Baun dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU telah berlangsung pada Selasa (14/3/2023) lalu.
Alfred Baun selaku Ketua Umum Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAKSI) Nusa Tenggara Timur didakwa melanggar Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh JPU Andre Keya, SH., diuraikan seluruh perbuatan terdakwa, yang diduga memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana korupsi, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan.
Menurut JPU, sekitar bulan Juli – September 2022, terdakwa mendapatkan informasi dari Hironimus Taolin yang adalah seorang pengusaha di Kabupaten TTU, yang juga merupakan kenalan dekat terdakwa, mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam beberapa paket pekerjaan yang bersumber dari APBD Kabupaten TTU Tahun Anggaran (TA) 2021.
Informasi yang diterima terdakwa dari Hironimus Taolin yaitu adanya pekerjaan Jalan Nona Manis di Desa Tuamese yang bersumber dari Dana APBD Tahun 2021 yang mengalami kerusakan serta pekerjaan pembangunan embung Oenoah di Desa Nifuboke Tahun Anggaran 2021 yang tidak berfungsi.
Berdasarkan informasi yang diterima terdakwa dari Hironimus Taolin, pihak yang melaksanakan pekerjaan Jalan Nona Manis dan embung tersebut adalah German Salem yang merupakan kakak kandung dari Januarius Salem, ST., yang menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Kabupaten TTU, sedangkan yang melaksanakan pekerjaan perencanaan dan pengawasan adalah Melki Lopez yang adalah kepokanan kandung dari Januarius Salem, ST.
Setelah mendapatkan informasi dari Hironimus Taolin, terdakwa pada sekitar bulan Juli 2022, meninjau lokasi pekerjaan Embung Nifoboke yang saat itu masih dalam masa pemeliharaan pekerjaan. Setelah itu terdakwa menghubungi Charles Paulus Bakker selaku Ketua ARAKSI TTU untuk melakukan investigasi lanjutan terkait dengan embung tersebut.
Atas permintaan terdakwa tersebut, masih dalam waktu antara bulan Juli 2022 sampai dengan September 2022, Charles Paulus Bakker bersama-sama dengan Frederikus Naiboas selaku anggota ARAKSI TTU dan juga sebagai wartawan media Online faktahukumntt.com mendatangi lokasi pekerjaan embung Oenoah di Desa Nifuboke.
Pada saat Charles Paulus Bakker dan Frederikus Naiboas turun ke lokasi, keduanya bertemu pihak kontraktor pelaksana yaitu CV Gratia yang sementara melakukan pekerjaan pemeliharaan, yaitu dengan cara mengeruk dasar embung termasuk air dan lumpur untuk dipadatkan kembali, sehingga pada saat itu Charles Paulus Bakker dan Frederikus Naiboas mendapati kondisi embung dalam keadaan kering.
Selanjutnya Charles Paulus Bakker meminta kepada staf CV Gratia yang berada di lokasi untuk memanggil Mardanus Tefa selaku Direktur CV Gratia agar datang ke lokasi untuk melakukan wawancara.
Pada saat Mardanus Tefa datang ke lokasi dan diwawancarai, Mardanus Tefa saat itu menyampaikan pekerjaan tersebut masih dalam masa pemeliharaan.
Mardanus Tefa juga menyampaikan kepada Charles Paulus Bakker bahwa debit air belum maksimal karena kondisi tanah embung belum kedap air dan curah hujan yang masih rendah, sementara masyarakat meminta agar embung tersebut bisa dapat berfungsi segera, dan oleh karenanya kontraktor pelaksana melakukan pengerukan ulang dan pemadatan kembali, serta akan melakukan pekerjaan tambahan yang diperlukan yaitu pekerjaan pemasangan geomembran dan pemasangan pipa sepanjang satu kilo meter yang tidak terdapat dan tidak dibiayai dalam kontrak dengan biaya tambahan yang dikeluarkan oleh Mardianus Tefa selaku Direktur CV Gratia sebesar Rp127.774.440.
Setelah melakukan peninjauan lapangan tersebut, Charles Paulus Bakker melalui Frederikus Naiboas meminta Mardanus Tefa untuk bertemu dengan Charles Paulus Bakker di rumahnya, dan pada saat pertemuan tersebut, Charles Paulus Bakker menyampaikan kepada Mardanus Tefa bahwa untuk pekerjaan embung ini Charles Paulus Bakker dapat mengatur agar tidak dilaporkan ke aparat penegak hukum, asalkan Mardanus Tefa dapat memberikan uang sebesar Rp10 juta kepada Charles Paulus Bakker, untuk kemudian akan diberikan kepada terdakwa sebagai biaya bagi terdakwa dalam melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum agar terhadap pekerjaan Embung Oenoah tersebut tidak diproses secara hukum.
Hal tersebut disampaikan Charles Paulus Bakker dengan mengatakan kepada Mardanus Tefa dengan kalimat: ”Biar bos di Kupang tidak lapor, harus kasih sejumlah uang kepada bos di Kupang, karena bos di Kupang ini sering makan malam dengan orang Kejaksaan dan orang Polda, sebab makan malam tersebut tidak ada yang gratis dan itu paling minim sepuluh ribu”.
Kemudian karena merasa tertekan dan diancam, Mardanus Tefa menjawab: ”Baik saya usahakan tapi kasih saya waktu satu minggu” dan dijawab Charles Paulus Bakker, ”Kalau bisa hari Jumat sudah ada”.
Karena setelah pertemuan tersebut Mardanus Tefa belum menyerahkan uang sebagaimana diminta oleh Charles Paulus Bakker, maka dengan maksud untuk menekan Mardanus Tefa agar dapat segera menyerahkan uang yang diminta, Charles Paulus Bakker bersama dengan Frederikus Naiboas membuat pemberitaan terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan Embung Oenoah yaitu dengan judul pemberitaan Proyek Embung Nifuboke TTU Amburadul, ARAKSI siap laporkan Kontraktor.
Pemberitaan tersebut dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2022 melalui media online faktahukumntt.com dengan penulis berita Frederikus Naiboas.
Setelah adanya pemberitaan tersebut, Charles Paulus Bakker menghubungi Mardanus Tefa, dan meminta Mardanus Tefa bertemu dengan dirinya di rumahnya yang terletak di Jalan Jambu, RT 014/RW 001, Kelurahan Aplasi, Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU.
Mardanus Tefa yang merasa tidak nyaman dengan adanya pemberitaan tersebut, selanjutnya menghubungi Frederikus Naiboas untuk bersama-sama dengan dirinya bertemu dengan Charles Paulus Bakker.
Dan sebelum Mardanus Tefa dan Frederikus Naiboas bertemu Charles Paulus Bakker, Mardanus Tefa meminta kepada Frederikus Naiboas untuk dapat menghapus berita tersebut dan atas permintaan Mardanus Tefa tersebut, Frederikus Naiboas menyanggupinya dengan mendapatkan bayaran sebesar Rp500 ribu dari Mardanus Tefa.
Mardanus Tefa bersama dengan Frederikus Naiboas kemudian mendatangi dan bertemu dengan Charles Paulus Bakker di rumahnya, dan pada saat pertemuan tersebut, Mardanus Tefa menyerahkan uang sebesar Rp12 juta kepada Charles Paulus Bakker.
Dalam surat dakwaannya, JPU juga menguraikan, bahwa mengenai informasi yang diterima terdakwa dari Hironimus Taolin berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan Jalan Nona Manis di Desa Tuamese, Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten TTU yang bersumber dari APBD Kabupaten TTU Tahun Anggaran 2021, terdakwa maupun anggota ARAKSI lainnya sama sekali tidak pernah melakukan pengecekan di lapangan.
Terdakwa mendapatkan informasi tersebut semata-mata hanya berdasarkan informasi dan foto-foto pekerjaan jalan yang disebut Hironimus Taolin sebagai pekerjaan Jalan Nona Manis yang dikirimkan Hironimus Taolin kepada terdakwa melalui aplikasi WhatsApp.
Terdakwa berdasarkan informasi yang diterima dari Hironimus Taolin dan Charles Paulus Bakker, kemudian membuatkan dan menandatangani surat laporan pengaduan terjadinya tindak pidana korupsi tertanggal 19 September 2022 yang ditujukan kepada Kejati NTT, dan selanjutnya terdakwa pada tanggal 20 September 2022 menyerahkan laporan tersebut ke Kantor Kejati NTT di Kupang.
Isi lengkap dari surat laporan/pengaduan yang dibuat terdakwa tersebut adalah :
Sesuai dengan perihal surat di atas, kami dari aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI) melalui surat ini melaporkan kepada bapak agar segera melakukan pemeriksaan kepada Kepala Dinas PUPR Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Januarius T. Salem, terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan pekerjaan pembangunan fisik dan infrastruktur, embung, jalan dan jembatan yang dikerjakan dengan anggaran keuangan negara tahun 2021 di wilayah Kabupaten TTU.
Adapun pekerjaan infrastruktur yang diduga merugikan keuangan negara akibat pekerjaan yang dikerjakan asal jadi (mubasir) dan tidak ada manfaatnya bagi masyarakat diataranya:
- Pekerjaan Embung Nifuboke, Desa Nifuboke, Kecamatan Noemuti, Kabupaten TTU, pada tahun 2021 dengan besar anggaran sebesar Rp880.000.000. Namun sesuai hasil investigasi ARAKSI di lapangan ternyata proyek tersebut dikerjakan asal jadi dan tidak ada setetes airpun tertampung di dalam embung tersebut. Hal ini terjadi karena pekerjaan embung tersebut hanya mengempang jalur kali kering menggunakan timbunan tanah lumpur tanpa adanya pemadatan dan pengerasan sehingga mengakibatkan kedalaman dan luas embung itu tidak bisa menampung air.
- Pekerjaan Jalan di Desa Tuamese, Jalan Nona Manis Kecamatan Biboki Aenkas, Pekerjaan Jembatan Mini (Deker) dan Pekerjaan Irigasi, yang ketiganya ada di lokasi yang sama, dengan total anggaran sebesar Rp2.400.000.000. Namun hasil pekerjaan dari tiga proyek tersebut dikerjakan asal jadi dan tidak ada manfaatnya bagi masyarakat.
- Adapun indikasi yang dilakukan oleh Kepala Dinas PUPR Kabupaten TTU yang diduga melanggar aturan perundang-undangan, yaitu Kepala Dinas dalam mengerjakan proyek ini adalah dengan cara monopoli dengan meminjam bendera CV. GRATIA yang direkturnya yakni bernama Mardanus Tefa dan dikerjakan oleh kakak kandung dari Kepala Dinas PUPR Kabupaten TTU yang bernama German Salem. Sementara Konsultan Perencana dan Pengawas adalah Melky Lopez yang merupakan keponakan kandung Kepala Dinas PUPR TTU.
Akibat dari pola KKN tersebut di atas, menyebabkan pekerjaan proyek yang amburadul dan mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Adapun dugaan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.340.000.000, dari total anggaran yang membiayai empat item proyek tersebut yaitu Rp2.280.000.000.
Selain membuat laporan terjadinya tindak pidana korupsi ke Kejaksaan Tinggi NTT, terdakwa juga memberitahukan mengenai adanya tindak pidana korupsi melalui pemberitaan sejumlah media online, yang mana terdakwa memberitahukan kepada publik dan termasuk untuk diketahui aparat penegak hukum beberapa pokok yaitu, (1) Terjadi monopoli dalam pekerjaan proyek APBD II Kabupaten TTU dilakukan Kadis PUPR dengan cara pinjam bendera dan dikerjakan oleh kakak kandung Kadis PUPR Kabupaten TTU; (2) Perencanaan jalan dan irigasi dikerjakan oleh ponakan kandung Kadis PUPR Kabupaten TTU; (3) Jalan Nona Manis di wilayah Utara, di Wilayah Biboki, tidak berhasil dan sudah hancur semua dan diduga terjadi konspirasi antara Kadis PUPR dengan Bupati; (4) Dari nilai proyek Rp 4 miliar, diduga kerugian negaranya Rp1,4 miliar dan kebiasaan kita kalau sudah hitung BPK hitung juga tidak meleset.
JPU dalam dakwaannya juga menyampaikan, bahwa sebagian besar substansi atau isi pemberitahuan terdakwa mengenai dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Bupati Timor Tengah Utara Drs. David Juandi, Kepala Dinas PUPR Januarius Salem, ST., bersama pihak-pihak lain yaitu Mardanus Tefa, German Salem dan Melki Lopez baik yang dilakukan melalui surat laporan pengaduan kepada Kejati NTT maupun melalui pemberitaan di media online mengandung suatu ketidakbenaran.
Terdakwa dalam point dua surat laporan tindak pidana korupsi kepada Kejati NTT telah memberitahukan atau mengadukan adanya tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan pekerjaan jalan di Kabupaten TTU Tahun Anggaran 2021 dengan menyebutkan, ”Pekerjaan jalan di Desa Tuamese jalan Nonamanis Kecamatan Biboki Aenkas, pekerjaan jembatan mini (Deker) dan Irigasi, di lokasi yang sama dengan total anggaran sebesar Rp2.400.000.000. Namun hasil pekerjaan dari tiga proyek tersebut dikerjakan asal jadi.
Ternyata pada tahun 2021 Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara tidak pernah menganggarkan atau mengalokasikan dana dari APBD Kabupaten TTU untuk pekerjaan Jalan Nona Manis di Desa Tuamese, Kecamatan Biboki Aenkas, juga tidak menganggarkan pekerjaan jembatan mini (Deker) dan Irigasi, di lokasi yang sama dengan total anggaran sebesar Rp2.400.000.000 sebagaimana dalam surat laporan terdakwa tertanggal 19 September 2022.
Selain itu, sebanyak 18 file foto pekerjaan jalan yang didapatkan terdakwa dari Hironimus Taolin yang juga diteruskan terdakwa dan Hironimus Taolin kepada Paulus Charles Bakker sebagai dasar dalam membuatkan laporan tersebut adalah foto-foto pekerjan jalan usaha tani Tahun Anggaran 2011 dan Tahun Anggaran 2016 yang bersumber dari dana desa dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM).
Selanjutnya, berdasarkan Berita Acara Peninjauan Lokasi/Lapangan tertanggal 18 Februari 2023 yang dibuat dan ditandatangani oleh Tim Penyidik, Kadis PUPR Kabupaten TTU Januarius Salem, ST., Pejabat Pembuat Komitmen Petrus Kanisius Kosat, Henky Manek Direktur Sumber Berlian sebagai Pelaksana Pekerjaan jalan peningkatan Oekoro-Nekus TA. 2016, Mardanus Tefa Direktur CV Gratia selaku pelaksana pekerjaan peningkatan Jalan Oekoro-Nekus TA. 2018, Imanuel Tnesi selaku Kepala Desa Maukabatan, Irenius Kolektus Obe selaku Penjabat Kepala Desa Kotafoun, dan Paulus Peter Ego selaku Kepala Desa Tuamese diperoleh fakta sebagai berikut:
- Di Desa Tuamese tidak ada pekerjaan Jalan Nona Manis, yang ada hanya Pasar Nona Manis;
- Pada tahun 2021 tidak ada pekerjaan jalan Dinas PUPR Kabupaten TTU yang menggunakan keuangan negara;
- Tidak ada pekerjaan jalan di Desa Tuamese, Jalan Nona Manis Kec. Biboki Aenkas, pekerjaan jembatan mini (deker) dan irigasi di lokasi yang sama dengan total anggaran sebesar Rp2.400.000.000.
- Pekerjaan jalan yang dikerjakan oleh Dinas PUPR TTU di Desa Tuamese adalah pekerjaan peningkatan jalan Oekoro-Nekus TA. 2016 yang dikerjakan oleh CV Sumber Berlian dengan nilai kontrak Rp822.220.000., dan pekerjaan peningkatan jalan Oekoro-Nekus Tahun 2018 yang dikerjakan oleh CV GRATIA dengan nilai kontrak Rp279.251.000.
- Jalan Oekoro-Nekus dalam keadaan baik dan dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.
- Bahwa tidak ada deker (jembatan mini) yang rusak sebagaimana yang dilaporkan ARAKSI.
- Ada deker (jembatan mini) yang rusak tapi bukan di pekerjaan peningkatan jalan Oekoro-Nekus melainkan di jalan lingkungan Desa Tuamese yang dikerjakan secara swakelola oleh Pemerintah Desa, yang sumber dananya berasal dari dana PNPM Tahun 2011, Crossway pada Jalan Usaha Tani Nekus bersumber dari Dana Desa Tahun 2016 di Desa Maukabatan, Jalan Usaha Tani Nekus bersumber dari Dana PNPM Tahun 2011 dan Deker Kecil bersumber dari Dana PNPM Tahun 2011.
JPU juga menyebutkan, terdakwa dalam surat laporan point ketiga memberitahukan terjadinya tindak pidana korupsi dengan mengatakan, “Adapun indikasi yang dilakukan oleh Kepala Dinas PUPR TTU yang diduga melanggar aturan perundang-undangan yaitu kepala dinas dalam mengerjakan proyek ini dengan cara monopoli dengan meminjam bendera atau CV GRATIA yang direkturnya Mardanus Tefa dan dikerjakan oleh kakak kandung dari Kepala Dinas PUPR TTU bernama German Salem. Sementara konsultan perencana dan pengawas adalah Melki Lopez merupakan keponakan kandung Kepala Dinas PUPR TTU.
Mengenai informasi dalam point ketiga isi surat ini, terdakwa maupun anggota ARAKSI Pusat dan anggota Araksi TTU tidak pernah melakukan investigasi atau melakukan cross cek mengenai kebenaran dari informasi dimaksud. Sumber informasi dalam Surat laporan tersebut semata-mata bersumber dari Hironimus Taolin.
Terdakwa juga disebutkan, pada saat memberitahukan mengenai adanya tindak pidana korupsi melalui surat laporan pengaduan tersebut tanpa didukung oleh data-data dan bukti-bukti sama sekali, dan seluruh informasi yang dituangkan dalam surat tersebut bersumber dari Hironimus Taolin.
Ternyata pemberitahuan atau laporan terdakwa dalam point tiga surat laporan tersebut merupakan sesuatu ketidakbenaran yaitu:
- Untuk Pekerjaan Embung Oenoah, Desa Nifuboke, Kecamatan Noemuti, Kabupaten TTU, pada tahun 2021 dengan besar anggaran sebesar Rp880.000.000., selaku kontraktor pelaksananya adalah Mardanus Tefa yang adalah Direktur CV Gratia dan dalam pekerjaan ini tidak terkait dengan German Salem seperti yang dilaporkan terdakwa.
- Untuk pekerjaan perencanaan Embung Nifuboke dilakukan oleh Dedi Rambo Mesakh selaku Direktur CV Yerrof, sedangkan pekerjaan pengawasan dilakukan Yosef Dethan selaku Direktur CV Arsivoh. Bahwa Melki Lopez tidak pernah dan tidak terkait dengan pekerjaan perencanaan dan pekerjaan pengawasan Embung Nifuboke seperti dalam laporan terdakwa.
- Dengan tidak adanya ”Pekerjaan jalan di Desa Tuamese jalan Nona Manis Kecamatan Biboki Aenkas, pekerjaan jembatan mini (Deker) dan Irigasi, di lokasi yang sama pada Tahun Anggaran 2021 dengan total anggaran sebesar Rp2.400.000.000, maka laporan atau pemberitahuan terdakwa yang menyatakan proyek tersebut dikerjakan oleh German Salem dengan meminjam bendera CV GRATIA milik Mardanus Tefa selaku Direktur, serta laporan yang menyebutkan Melki Lopez sebagai konsultan perencana dan pengawas merupakan suatu laporan atau pemberitahuan yang tidak benar atau laporan palsu karena pada kenyataannya pekerjaan tersebut sama sekali tidak pernah ada.
Terdakwa dalam Surat Laporan point 1 menyebutkan Pekerjaan Embung Oenoah, Desa Nifuboke, Kecamatan Noemuti, Kabupaten TTU, pada tahun 2021 dengan besar anggaran sebesar Rp880.000.000. Namun sesuai hasil investigasi ARAKSI di lapangan ternyata proyek tersebut dikerjakan asal jadi dan tidak ada setetes airpun tertampung di dalam embung tersebut.
Hal ini terjadi karena pekerjaan embung tersebut hanya mengempang jalur kali kering menggunakan timbunan tanah lumpur tanpa adanya pemadatan dan pengerasan sehingga mengakibatkan kedalaman dan luas embung itu tidak bisa menampung air.
Kemudian, pemberitahuan terdakwa yang mengatakan terdapat Pekerjaan Embung Nifuboke, Desa Nifuboke, Kecamatan Noemuti, Kabupaten TTU, pada tahun 2021 dengan besar anggaran sebesar Rp880.000.000 adalah suatu yang mengandung kebenaran namun sebagian isi laporan point 1 yang menyebutkan proyek tersebut dikerjakan asal jadi dan tidak ada setetes airpun tertampung di dalam embung tersebut didasarkan pada asumsi dan sangat tendensius dengan maksud memojokan Januarius Salem, German Salem, dan Melky Lopez yang dilaporkan sebagai pihak yang melaksanakan pekerjaan tersebut yang dalam kenyataannya tidak terbukti.
Terdakwa pada saat membuatkan laporan sebagaimana dalam point 1 tidak memperhatikan atau mempertimbangkan keadaan-keadaan yang telah diketahui sebelumnya antara lain:
Terdakwa pada saat mendatangi lokasi pada sekitar bulan Juli 2022 tersebut mengetahui bahwa pekerjaan embung Oenoah sedang dalam masa pemeliharaan dimana kontraktor masih memiliki kewajiban untuk menyelesaikan pekerjaan yang rusak atau masih kurang selama masa pemeliharaan tersebut.
Charles Paulus Bakker bersama Frederikus Naiboas pada saat turun ke lokasi mengetahui bahwa kontraktor sementara memperbaiki kerusakan atau kekurangan pekerjaan embung yang masih dalam masa pemeliharaan.
Charles Paulus Bakker bersama Frederikus Naiboas mengetahui bahwa tidak ada air dalam embung karena saat itu kontraktor pelaksana sementara melakukan perbaikan dengan mengeruk dasar embung termasuk air didalamnya untuk kemudian dipadatkan kembali.
Charles Paulus Bakker dan Frederikus Naiboas mengetahui kurangnya debit air dalam embung disebabkan antara lain karena kondisi tanah embung yang belum mencapai tingkat kejenuhan yang dapat menampung air secara maksimal dan juga karena kondisi rendahnya curah hujan.
Jaksa Penuntut Umum juga menyampaikan bahwa isi laporan yang menyebutkan pekerjaan tersebut menggunakan tanah lumpur tanpa adanya pemadatan dan pengerasan sehingga mengakibatkan kedalaman dan luas embung tersebut tidak bisa menampung air tidak didukung oleh bukti dan data-data yang akurat.
Pada kenyataannya, dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut Mardanus Tefa selaku pihak kontraktor pelaksana melakukan kegiatan pemadatan dengan menggunakan alat berat vibro yang disewa dari Bobby Ludony Manu Nait selama 27 hari kerja.
Berdasarkan Berita Acara Peninjauan Lokasi/Lapangan tanggal 23 Februari 2023 yang dibuat dan ditandatangani oleh Tim Jaksa Penyidik bersama-sama dengan Januarius Salem selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten TTU, Petrus Kanisius Kosat selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Mardanus Tefa selaku Direktur CV. GRATIA, Yoseph Dethan selaku Konsultan Perencana, Yohanes Paulus Pati Hayon selaku Konsultan Pengawas, Theodorus Manue Suban selaku Kepala Desa Nifuboke dan Gasper Kosat selaku pemilik tanah, ditemukan fakta:
Embung dibangun di jalur kali mati sehingga pada saat musim kemarau volume air kecil dan tidak mencapai pintu pengambilan.
Kemudian, fisik pekerjaan embung dalam keadaan baik dan terdapat genangan air yang debit volumennya melampui pintu pengambilan.
Terdakwa pada saat menyampaikan laporan atau pemberitahuan mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Januarius Salem selaku Kepala Dinas PUPR TTU sebagaimana dalam surat laporan tertanggal 19 September 2022 serta pemberitahuan mengenai dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Bupati TTU Juandi David sebagaimana dalam pemberitaan media online XDetiik.com tanggal 21 September 2022 mengetahui bahwa seluruh atau sebagian dari substansi pemberitahuan tersebut merupakan suatu ketidakbenaran karena tanpa didukung dengan bukti-bukti awal yang mengindikasikan kebenaran laporan tersebut.
Terdakwa juga dinilai telah sengaja memberitahukan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan Januarius Salem selaku Kadis PUPR TTU dan Juandi David selaku Bupati TTU tersebut semata-mata berdasarkan informasi dari Hironimus Taolin yang sebelum dan sesudah menyampaikan laporan atau pemberitahuan ke Kejati NTT maupun melalui media online pernah beberapa kali mengirimkan uang kepada terdakwa dengan total sebesar Rp19.500.000 dengan rincian pada tanggal 26 Juni 2022 sebesar Rp5.000.000, pada tanggal 20 September 2022 sebesar Rp2.500.000, pada tanggal 29 September 2022 sebesar Rp2.500.000, pada tanggal 15 Oktober 2022 sebesar Rp5.000.000, pada tanggal 25 Oktober 2022 sebesar Rp2.500.000, dan pada tanggal 12 November 2022 sebesar Rp2.000.000.
Terdakwa juga disebutkan dengan sengaja memberitahukan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan Januarius Salem dan Juandi David tersebut semata-mata berdasarkan informasi dari Hironimus Taolin, padahal terdakwa mengetahui bahwa Hironimus Taolin sedang memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan Januarius Salem, karena Hironimus Taolin menganggap Januarius Salem tidak mengakomodir keinginan Hironimus Taolin selaku pengusaha di Kabupaten TTU untuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan yang bersumber dari APBD Kabupaten TTU Tahun Anggaran 2022 sebagaimana dalam tahun-tahun sebelumnya.
Terdakwa juga disebutkan memberitahukan atau mengadukan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Januarius Salem Juandi David, padahal mengetahui bahwa pemberitahuan atau pengaduan tersebut tidak benar dan tidak pernah terjadi dengan maksud atau niat jahat, yaitu agar terdakwa melalui surat laporan tersebut dapat bernegosiasi dan menjadi alat bagi terdakwa untuk menekan Januarius Salem serta pihak-pihak terkait agar dapat mengikuti keinginan dan kehendak terdakwa mendapatkan sesuatu keuntungan bagi dirinya sendiri, bagi anggota ARAKSI yang lain, maupun untuk orang lain.
Terdakwa dengan maksud untuk memberi tekanan yang lebih kuat dan keras kepada Januarius Salem, dan pihak lainnya, terdakwa kemudian memberitakan melalui media online mengenai terjadinya tindak pidana korupsi tersebut, dan selanjutnya setelah pemberitahuannya dituliskan sebagai berita di media online, selanjutnya terdakwa mengirimkan berita-berita dimaksud kepada Charles Paulus Bakker sebagai Ketua ARAKSI TTU dan selanjutnya Charles Paulus Bakker mengirimkan berita-berita tersebut kepada Januarius Salem dengan maksud untuk mengintimidasi Januarius Salem.
Terdakwa juga melalui Charles Paulus Bakker mengirimkan berita-berita tersebut serta pemberitaan lainnya mengenai tindak pidana korupsi yang dilaporkan ARAKSI kepada Elvianus Meolbatak yang diketahuinya mengenal Januarius Salem, dan Petrus Kanisius Kosat.
Setelah mengirimkan berita-berita tersebut, terdakwa melalui Charles Paulus Bakker meminta Elvianus Meolbatak untuk dapat menghubungkan atau mempertemukan Januarius Salem maupun Petrus Kanisius Kosat yang adalah Pejabat Pembuat Komitmen pembangunan Embung Oenoah dengan terdakwa dan Charles Paulus Bakker sehingga terhadap berkas laporan yang telah disampaikan terdakwa ke Kejati NTT dapat ditarik kembali dan tidak diproses lebih lanjut oleh Kejati NTT asalkan Januarius Salem dapat menyanggupi sejumlah permintaan terdakwa maupun Charles Paulus Bakker.
Terdakwa setelah menyampaikan laporan pemberitahuan mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi tersebut, juga memerintahkan Fransiskus Fretis yang adalah Sekretaris ARAKSI TTU untuk bertemu dengan Januarius Salem.
Atas perintah terdakwa tersebut, pada tanggal 29 November 2022 Fransiskus Fretis menghubungi Januarius Salem melalui aplikasi WhatsApp dan selanjutnya bertemu dengan Janaurius Salem, dan menyampaikan pesan terdakwa kepada Januarius Salem yaitu terdakwa dapat mengamankan atau menarik kembali laporan yang telah disampaikan ke Kejati NTT, termasuk pihak ARAKSI tidak akan melaporkan ke Aparat Penegak Hukum atau memberitakan di media massa terkait pelaksanaan proyek-proyek yang dikerjakan Dinas PUPR TTU asalkan Januarius Salem dapat menyanggupi beberapa hal sebagai komitmen dengan terdakwa yang dimengerti oleh Januarius Salem sebagai upaya pemerasan atau permintaan sejumlah uang sehingga kemudian tidak dilayani oleh Januarius Salem.
Perbuatan terdakwa sebagai Ketua Umum ARAKSI yang menyalahgunakan pengaruhnya sebagai LSM yang bergerak dalam bidang upaya pemberantasan tindak pidana korupsi tidak saja terjadi terkait dengan laporan pengaduan tindak pidana korupsi tertanggal 19 September 2022 tersebut.
Terdakwa beberapa kali juga telah menyalahgunakan pengaruhnya sebagai aktivis anti korupsi dengan cara membuat laporan atau pemberitaan di media online mengenai adanya dugaan tindak pidana korupsi dan selanjutnya terdakwa menghubungi pihak kontraktor yang melaksanakan pekerjaan yang bersumber dari keuangan negara dan kemudian mengancam akan melaporkan ke aparat penegak hukum dengan permintaan sejumlah uang agar terdakwa tidak melaporkannya.
Pihak-pihak yang merasa tidak nyaman dengan pemberitaan yang dibuat terdakwa serta dengan ancaman terdakwa yang akan melaporkan ke pihak aparat penegak hukum, agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan nyaman dan tanpa gangguan selanjutnya terpaksa memberikan sejumlah dana kepada terdakwa.
Terdakwa pada tahun 2021 pernah membuat pemberitaan pada beberapa media online. Setelah terdakwa membuat pemberitaan tersebut, terdakwa memerintahkan Charles Paulus Bakker untuk menghubungi Rofinus Fanggidae salah satu kontraktor yang melaksanakan pekerjaan Jalan Sabuk Merah untuk bertemu dengan Terdakwa.
Selanjutnya pada tanggal 16 Juli 2022 terdakwa bertemu dengan Rofinus Fanggidae di rumah Rofinus Fanggidae yang terletak di Jalan Pemuda RT 012/RW 004, Kelurahan Oetete, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang.
Pada saat pertemuan tersebut terdakwa meminta Rofinus Fanggidae untuk mamatikan handphone dan setelah Rofinus Fanggidae mematikan handphonenya, terdakwa selanjutnya menyampaikan bahwa beberapa hari lalu terdakwa baru dari KPK melaporkan proyek-proyek bermasalah di NTT, selanjutnya terdakwa menunjukan kepada Rofinus Fanggidae berita-berita online sebanyak tiga berita yang ada di handphone terdakwa terkait pekerjaan Jalan Sabuk Merah.
Pada saat itu terdakwa menyampaikan kepada Rofinus Fanggidae bahwa ia akan melaporkan pekerjaan yang dikerjakan oleh Rofinus Fanggidae, dan saat itu Rofinus Fanggidae menyampaikan pekerjaan tersebut sedang dalam masa pemeliharaan selama satu tahun sehingga segala kerusakan yang terjadi masih menjadi tanggungjawab kontraktor.
Pada saat itu terdakwa menyampaikan kepada Rofinus Fanggidae bahwa terdakwa bisa amankan di KPK dan tidak akan melaporkan ke KPK asalkan Rofinus Fanggidae menyiapkan dana sebesar Rp300.000.000 untuk terdakwa, dan Rofinus Fanggidae yang saat itu dalam keadaan sakit dan merasa terancam akan dilaporkan ke KPK terpaksa menyetujui permintaan terdakwa sebesar Rp250.000.000.
Setelah pertemuan tersebut, sejak tanggal 17 Juli 2022 sampai dengan 20 Juli 2022 terdakwa terus menghubungi Rofinus Fanggidae dengan memaksa dan mengancam akan melaporkan ke KPK dan karena merasa terancam maka pada tanggal 20 Juli 2022 Rofinus Fanggidae kemudian meminta anaknya Chintami Fanggidae untuk mengirimkan uang sebesar Rp200.000.000 ke rekening terdakwa pada nomor rekening 027701029469509 Bank BRI atas nama Alfred Baun, dan setelah terdakwa menerima dana sebesar Rp200.000.000 tersebut terdakwa kemudian membagi dana tersebut kepada Charles Paulus Bakker sebesar Rp15.000.000 dengan cara mengirimkan melalui anak Charles Paulus Bakker yang bernama Bryan Pitter Bakker dengan nomor rekening 466801034993***.
Terdakwa setelah menerima pengiriman uang sebesar Rp200.000.000 tersebut dari Rofinus Fanggidae, masih terus menghubungi untuk melunasi sisa sebesar Rp50.000.000, dan karena merasa terganggu akhirnya pada tanggal 15 Agustus 2022 Rofinus Fanggidae mengirimkan lagi kepada terdakwa sebesar Rp5.000.000 dari Dana Rp50.000.000 yang diminta.
Terdakwa selain menghubungi Rofinus Fanggidae terkait pekerjaan Jalan Sabuk Merah, terdakwa juga menghubungi Aloysius Mintura alias Aciku salah satu kontraktor pelaksana pekerjaan Jalan Sabuk Merah yang telah dibuatkan pemberitaannya.
Terdakwa kemudian meminta sejumlah dana kepada Aloysius Mintura dengan alasan untuk kegiatan ARAKSI dan karena merasa tertekan dan terancam, Aloysius Mintura kemudian pada tanggal 3 Oktober 2022 mengirimkan uang kepada terdakwa sebesar Rp10.000.000., dan pada tanggal 3 Februari 2023 atas permintaan terdakwa, Aloysius Mintura mengirimkan lagi uang kepada terdakwa sebesar Rp1.500.000.
Masih menurut JPU, pada tanggal 14 Februari 2023, penyidik Kejari TTU mendapatkan informasi bahwa terdakwa sedang melakukan upaya pemerasan kepada salah satu pengusaha di TTU dan mengingat hal ini berkaitan dengan penyidikan yang sedang dilakukan oleh Kejari TTU, maka tim penyidik mengintai dan kemudian melakukan operasi tangkap tangan sehingga didapati adanya penyerahan uang Rp10.000.000 dari total uang permintaan sejumlah Rp20.000.000 yang diminta terdakwa terkait salah satu pekerjaan yang diinvestigasinya dengan ancaman akan melaporkannya ke aparat penegak hukum.
Perbuatan terdakwa yang memberitahukan atau mengadukan terjadinya suatu tindak pidana korupsi tanpa didasari oleh data-data dan bukti yang mendukung baik kepada aparat penegak hukum maupun melalui pemberitaan di media online dengan maksud untuk menakut-nakuti, mengancam dan melakukan pemerasan terhadap pihak-pihak terkait bertentangan dengan semangat dan nilai-nilai yang berhubungan dengan peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perbuatan terdakwa tersebut juga dinilai bertentangan dengan visi, misi, tujuan dan maksud pendirian Lembaga ARAKSI dalam Akta Pendirian maupun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ARAKSI.
Selain itu perbuatan terdakwa juga dinilai menodai perjuangan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang-perorangan atau kelompok orang sebagai wujud dari peran serta masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta dapat menjadi preseden buruk bagi tiap-tiap upaya orang-perorangan atau kelompok orang yang secara jujur, obyektif dan profesional melaporkan terjadinya suatu tindak pidana korupsi.
Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Klarifikasi Fe Naiboas
Sementara itu, Adrianus F. Naiboas alias Fe Naiboas (FN) selaku wartawan FaktahukumNTT.com. Biro Kabupaten TTU dan Yoseph Paun S. Bataona, S.H., Pemimpin Redaksi FaktahukumNTT.com., dalam klarifikasi tertulisnya yang diterima media ini, membantah keterangan Mardanus Tefa (MT).
Dia menyatakan, bahwa yang sesungguhnya terjadi bukanlah terkait penghapusan berita melainkan penghapusan link berita di medsos (Grup FB BIINMAFO NEWS@COM., karena orangtua MT sedang sakit.
“Sore hari MT mendatangi FN dirumahnya dan meminta FN menghapus link berita di FB dengan alasan orang tua MT sakit setelah membaca berita itu. Menanggapi itu, FN yang sudah mengenal baik MT merasa iba sehingga menghapus link berita di FB tersebut. Saat itu juga MT meminta bantuan FN untuk mempertemukannya dengan Ketua Araksi TTU Charles Paulus Bakker alias Charles Baker (CB). Hari itu FN mengirim pesan WA ke CB namun tidak ditanggapi oleh CB sehingga MT pun pulang malam itu. pada tanggal (26/9/2022) sekitar jam 7 malam MT kembali mendatangi rumah FN dengan permintaan yang sama yakni untuk mempertemukan dirinya dan CB. FN lalu mengirimkan chat WA kepada CB sesuai permintaan MT. CB lalu membalas chat FN bahwa ia sedang berada di rumahnya. Lalu MT mengajak FN untuk bertemu CB
malam itu. MT pun membonceng wartawan FN dengan sepeda motor Jupiter warna putih menuju ke rumah CB. Di rumah CB, ketiganya berdiskusi tentang politik dan proyek di TTU hingga sekitar pukul 20.30 WITA,” tulis Fe Naiboas dalam suratnya.
“Dalam diskusi itu kami sama sekali tidak membicarakan tentang uang. Dan saya tidak melihat adanya pemberian uang/amplop dari MT kepada CB,” lanjut FN.
Dari rumah CB, MT dan FN singgah dan makan di warung di samping kantor Kejari TTU. Usai makan MT mengantarkan FN ke rumahnya di Benpasi. Ketika turun dari motor MT menyodorkan uang sebanyak Rp200 ribu. “Ini lu pung uang rokok dan bensin,” tulis FN menirukan perkataan MT.
Setelah itu MT pun pulang dan FN Memasuki rumahnya. Selanjutnya pada tanggal 30 september 2022 FN melalui pesan WA (WhatsApp) meminta pinjaman uang sebesar Rp300 ribu kepada MT. (sesuai screenfoto WA FN) kepada MT).
“Jadi tidak benar pernyataan MT bahwa untuk menghapus berita tersebut, FN menyanggupi dan meminta imbalan sebesar Rp500 ribu. Tentunya hal tersebut membuat saya dan keluarga merasa tidak nyaman. Mental saya terganggu dan saya tidak bisa tidur karena merasa difitnah dan dicemarkan nama baik saya,” tulis FN yang juga melampirkan tangkapan layar pesan WhatsApp nya meminta pinjaman uang sebesar Rp300 ribu kepada MT. (bet)
