Connect with us

PENDIDIKAN & SASTRA

Kondisi SMPN 3 Amfoang Barat Daya Sangat Memprihatinkan

Published

on

Kondisi SMPN 3 Nefoneut, di Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang, Provinsi NTT. (Foto.Ist)

Kupang, Penatimor.com – Kondisi SMPN 3 Nefoneut, Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang sangat memprihatikan. Bangunan sekolah tidak permanen ataupun semi permanen tetapi darurat, hanya beratapkan daun gewang dan berdinding pelepah bambu.

Anggota DPRD NTT dari Fraksi Partai Demokrat, Winston Neil Rondo sampaikan ini kepada wartawan sesaat sekembalinya dari berkunjung dan melihat langsung kondisi dua sekolah di wilayah Amfoang Barat Daya, Kamis (6/12/2018).

Winston menjelaskan, dalam kesempatan mengunjungi SMPN 3 Nefoneut dan SDN Nuatutu di Desa Letkole, Amfoang Barat Daya, dia menjumpai kondisi bangunan sekolah yang sangat memprihatikan, terlebih di musim hujan saat ini.

“Atap sekolah dari daun itu nampak bocor di beberapa titik, sehingga mengakibatkan ruang kelas yang hanya berlantai tanah itu menjadi becek dan berlumpur,” ungkap Winston yang juga pemerhati pendidikan di NTT.

Dia menyatakan, dalam kunjungan dan dialog dengan para guru, kepala sekolah, tokoh masyarakat dan kepala desa setempat, mereka mengaku telah mengusulkan ke pemerintah agar sekolah SMP tersebut diprioritaskan untuk dibangun, bahkan sudah ada tim yang turun meninjau tetapi belum ada tindak lanjut.

“Nah, bayangkan situasi mereka, untuk meubeler mereka pinjam dari gereja GMIT di Mosu, tetapi juga karena belum mencukupi kebutuhan yang ada maka siswa yang baru masuk, harus membawa kursi dan meja sendiri dari rumah. Jadi betul-betul seadanya, bahkan karena mejanya terlalu pendek, mereka duduk di tanah supaya bisa mengunakan meja yang ada,” katanya.

Sesuai data, lanjut dia, jumlah siswa di sekolah itu sebanyak 69 siswa, dengan 11 orang guru, 1 guru berstatus PNS, 1 guru kontrak kabupaten dan 9 sisanya merupakan honor komite sekolah. “Mereka bercerita bahwa mereka terima upah sebesar Rp.184 ribu, biaya komitenya, atau kira-kira Rp.60 ribu per bulan yang diterima setiap 3 bulan sekali,” ujarnya.

Sekolah itu terdiri dari 3 rombongan belajar, 1 ruang guru dan 1 ruang kepala sekolah. Bahkan, kepala tinggal langsung di lingkungan sekolah, di ruang darurat yang disediakan. “Jadi ruang kepsek itu sekaligus ruang belajar dan untuk tempat tinggal. Tanah yang diberikan sekitar setengah hektar untuk bangunan sekolah yang merupakan hibah dari masyarakat,” katanya.

Sementara itu, lanjut Winston, kepala desa setempat mengaku bahwa setiap tahun mengusulkan kepada pemerintah lewat musrenbang, bahkan berkunjung langsung ke dinas pendidikan kabupaten, tetapi hingga saat ini belum ada penanganan.

“Karena itu, kami harap segera diberi perhatian oleh pemangku kepentingan terkait. Walaupun ini merupakan wewenang pemerintah kabupaten, tapi kami berharap agar memberikan perhatian untuk sekolah ini, karena kondisi daerah yang terisolir dan memprihatikan. Kami merasa bahwa ini sesuatu yang betul-betul harus segera diatasi,” harapnya.

Ketua Badan Musyawarah Pendidikan Swasta (BMPS) NTT itu menambahkan, dua dari empat desa di wilayah Kecamatan Amfoang Barat Daya selalu terisolir, yakni Desa Nefoneut dan Desa Letkole. Ini karena terdapat sungai-sungai berukuran besar yang hingga saat ini belum dibangun jembatan penghubung.

“Saat hujan seperti saat ini, maka kedua desa ini terisolir dan tidak akses masuk ke dua desa itu selama dua hingga tiga bulan,” ujarnya. (R2)

Advertisement


Loading...
error: Content is protected !!