HUKRIM
Kejati NTT Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Proyek Rehabilitasi 14 SD di Alor, Termasuk Abe Senda
KUPANG, PENATIMOR – Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan rehabilitasi dan renovasi prasarana sekolah pasca bencana Provinsi NTT II di Kabupaten Alor tahun anggaran 2022, dengan total kerugian negara sebesar Rp 4 miliar lebih.
Tiga tersangka yang ditetapkan pada Jumat (19/7/2024) adalah Eko Wahyudi. S.T., M.Si., selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Albertus Damiano Senda Nobe alias Abe Senda sebagai Direktur Utama PT Araya Flobamora Perkasa, dan Agustinus Yacob Pisdon sebagai Pelaksana Lapangan.
Tersangka Agustinus Yacob Pisdon dan Eko Wahyudi langsung ditahan di Rutan Kelas II B Kupang pasca ditetapkan sebagai tersangka.
Abe Senda juga diketahui telah menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pembangunan gedung Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Kupang senilai Rp3 miliar. Dia telah menjalani penahanan di Rutan Kelas IIB Kupang.
Untuk perkara korupsi proyek gedung Dukcapil, Abe Senda telah divonis hukuman 4 tahun penjara, dan diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 400 juta lebih subsidair 1,3 tahun penjara. Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan kurangan penjara.
Untuk diketahui, penyidikan perkara pekerjaan rehabilitasi dan renovasi prasarana sekolah pasca bencana Provinsi NTT II di Kabupaten Alor tahun anggaran 2022, ditetapkan pasca gelar perkara di Kejati NTT belum lama ini.
Untuk diketahui, proyek ini dikerjakan pada 14 Sekolah Dasar dengan nilai kontrak sebesar Rp 23.544.400.000.
Kontraktor pelaksananya adalah PT Araya Flobamora Perkara dengan Albertus Damiano Senda Nobe sebagai Direktur Utama.
Dan, sesuai informasi yang diperoleh, menyebutkan progres anggaran diduga tak sesuai dengan progres fisik.
Bahkan, tidak sedikit pekerjaan yang progres anggarannya sudah 100 persen, padahal pekerjaannya belum rampung.
Tidak hanya itu, penyidik juga menemukan indikasi perbuatan tindak pidana korupsi pada penggunaan material yang diduga kuat menyimpang dari spesifikasi yang termuat dalam kontrak kerja.
“Untuk pekerjaan di Kabupaten Alor ini, BPK RI telah melakukan audit, dan dari empat sampel sekolah yang diaudit, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 2.606.878.113,34,” beber Raka.
Sehingga menurut dia, apabila dilakukan audit secara menyeluruh pada 14 sekolah yang direhabilitasi dan direnovasi, maka dapat dipastikan nilai kerugian negara semakin bertambah.
Untuk diketahui, penyidikan tindak pidana korupsi pekerjaan rehabilitasi dan renovasi prasarana sekolah pasca bencana Provinsi NTT II di Kabupaten Alor Tahun 2022, sebagaimana diatur dalam Primair: Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, Subsidair: Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Diberitakan sebelumnya, Kejati NTT sebelumnya membidik proyek rehabilitasi dan renovasi prasarana sekolah pasca bencana di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun anggaran 2022 yang terindikasi korupsi.
Proyek ini tersebar di hampir seluruh wilayah kabupaten/kota, dengan sumber anggaran pada Satker Pelaksana Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) II Provinsi NTT.
Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan, tim penyidik pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati NTT telah memeriksa sejumlah pihak yang terkait dalam proyek dimaksud.
Para pihak yang diperiksa meliputi Kasatker pada Balai Prasarana Permukiman Wilayah NTT, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja, Kontraktor Pelaksana, Konsultan Pengawas, termasuk Subkontraktor.
Hasil pemeriksaan para saksi dan dokumen-dokumen oleh penyidik, telah mengarah pada perbuatan tindak pidana korupsi yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Fakta serupa juga ditemukan penyidik pada pekerjaan di Kabupaten Kupang dengan nilai kontrak sebesar Rp 28 miliar, termasuk di sejumlah kabupaten lain.
Kasus pada wilayah Kabupaten Kupang dan Kabupaten Alor sebelumnya ditangani oleh Kejari masing-masing.
Namun, mengingat proyek ini tersebar di hampir seluruh wilayah NTT, dan juga mayoritas para saksi berdomisili di Kupang, sehingga dalam ekspose perkara di Kejati NTT belum lama ini, telah diputuskan penanganan perkaranya diambil alih oleh Pidsus Kejati NTT. (wil)