HUKRIM
Kajari TTU Roberth Lambila Masuk 5 Besar Adhyaksa Awards 2024
JAKARTA, PENATIMOR – Sejak memulai kariernya sebagai jaksa, Dr Robert Jimmy Lambila, SH., MH., telah terlibat dalam pengusutan puluhan kasus korupsi di wilayah timur Indonesia. Dengan integritas dan dedikasinya yang tinggi, ia kini berhasil masuk dalam lima besar nominasi Adhyaksa Awards 2024, sebuah penghargaan bergengsi yang diselenggarakan oleh detik.com dan Kejaksaan RI untuk menghargai jaksa-jaksa terbaik di Indonesia.
Roberth, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Timor Tengah Utara (TTU), telah menangani berbagai kasus besar yang menunjukkan keuletannya dalam memberantas korupsi. Salah satu kasus yang menonjol adalah kasus kredit macet di Bank NTT Surabaya. Kasus ini menarik perhatian karena terjadi pada puncak pandemi COVID-19, dan Roberth ditugaskan untuk menyelesaikan perkara tersebut dalam waktu tiga bulan.
“Saya bersama tim turun ke Surabaya dan melakukan penyitaan semua aset milik terdakwa selama 21 hari di Surabaya, Malang, dan sekitarnya. Sekitar Rp 51 miliar aset tanah berhasil kami sita,” tuturnya. Perkara ini telah dilimpahkan ke pengadilan dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap, dimana pelaku tersebar di berbagai kota seperti Surabaya, Kupang, dan Jakarta.
Selain itu, Roberth juga berhasil menangani kasus korupsi alat kesehatan di RSUD Kefamenanu, TTU, yang merugikan negara sebesar Rp 2,7 miliar. “Kasus ini merupakan salah satu contoh bagaimana korupsi di sektor kesehatan bisa sangat merugikan masyarakat, terutama di daerah-daerah yang sangat membutuhkan layanan kesehatan yang memadai,” ujar Roberth.
Kasus lain yang tidak kalah signifikan adalah kasus penyalahgunaan tanah di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2019, dalam kapasitasnya sebagai Koordinator di Kejaksaan Tinggi NTT, Roberth menangani kasus penyalahgunaan tanah seluas 30 hektare milik pemerintah daerah yang diduga diambil oleh beberapa pihak berpengaruh dari dalam dan luar negeri.
“Kasus ini berkaitan dengan objek bidang tanah yang diserahkan oleh pemuka adat kepada pemerintah sejak tahun 1970-an. Nilai kerugian diperkirakan mencapai Rp 1,2 triliun,” jelasnya. Tantangan dalam kasus ini adalah membuktikan bahwa tanah tersebut merupakan aset pemerintah daerah, karena para pelaku berusaha menghapus jejak dan menghilangkan fakta-fakta yang ada.
Roberth, yang lahir di Kota Kupang, juga menceritakan pengalamannya saat menjabat sebagai Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kejati) di Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Di sana, ia dipercaya untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam kasus korupsi proyek waterboom di Ternate pada 2011-2012.
“Bahkan Kantor Kejati Maluku Utara diserbu gara-gara penyidikan itu, oleh ASN dari pemerintah Kota Ternate dan pasukan adat dari Kesultanan Ternate dan Tidore,” kenangnya. Kasus ini melibatkan tokoh berpengaruh di pemerintahan yang memiliki simpati dari warga setempat, sehingga menambah kompleksitas dalam penanganannya.
Ketika ditanya mengenai tantangan dalam menegakkan hukum di wilayah TTU, Roberth menjawab bahwa sarana dan prasarana sangat minim, dengan SDM yang terbatas. “Di bidang pidsus hanya terdapat satu pegawai dan dua tenaga tata usaha,” terangnya. Namun, kekurangan tersebut tidak menghalangi kinerja Kejaksaan Negeri TTU. Di bawah kepemimpinannya, Kejaksaan Negeri TTU mendapatkan peringkat pertama untuk Kejaksaan Negeri Tipe B dalam penanganan kasus korupsi dan meraih predikat Wilayah Bebas Korupsi pada 2022.
Mengenai bagaimana ia menjaga integritasnya di tengah berbagai tantangan dan godaan, Roberth mengakui bahwa tawaran uang dalam penanganan perkara memang sering terjadi. Namun, ia selalu menolak tawaran tersebut dan menjaga jarak dengan pihak-pihak yang sedang berperkara.
“Supaya tidak tergoda, kami menghindari komunikasi intens dengan pihak-pihak yang sedang berperkara, baik itu via telepon maupun secara langsung,” jelasnya. Sebagai ketua tim, ia juga bertanggung jawab untuk menjaga integritas timnya agar tidak terlibat dalam hal-hal yang melanggar etika dan hukum.
Selain prestasi cemerlang dalam pemberantasan korupsi, Roberth Jimmy Lambila juga menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan anak-anak di wilayah Pos Lintas Batas Nasional (PLBN) di TTU.
Roberth juga telah membangun dua unit sekolah selama menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri TTU, yaitu SMPN Satap Lanaus dan SD Manuinhau di Desa Susulaku. “Pembangunan sekolah-sekolah ini menunjukkan komitmen Roberth tidak hanya dalam penegakan hukum, tetapi juga dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah perbatasan.
Keuletan dan dedikasi Roberth Jimmy Lambila dalam mengusut kasus-kasus korupsi membuatnya diusulkan oleh masyarakat sebagai pemenang Adhyaksa Awards 2024. Ia lolos menjadi lima besar kategori Jaksa Tangguh dalam Pemberantasan Korupsi bersama tokoh lainnya seperti Kepala Biro Perlengkapan Jambin Kejaksaan RI, Asep Maryono; Direktur Penuntutan KPK, Bima Suprayoga; dan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan RI, Kuntadi.
Mengenai ancaman yang sering diterimanya dalam menjalankan tugas, Roberth mengatakan bahwa ia dan timnya sudah terbiasa dengan tekanan dan serangan balik dari pihak yang terlibat dalam kasus korupsi.
“Serangan balik berupa surat-surat pengaduan, laporan ke berbagai instansi, adalah upaya mereka untuk membuat kami tidak berani mengusut kasus. Tapi saya tidak pernah peduli, kalau itu adalah tindak pidana korupsi, pasti saya akan usut sampai tuntas,” tegasnya.
Keteguhan hati dan profesionalisme Roberth Jimmy Lambila dalam menghadapi berbagai rintangan dan ancaman menunjukkan bahwa ia adalah sosok jaksa yang layak mendapatkan penghargaan tertinggi dalam Adhyaksa Awards 2024. Keberhasilannya dalam memberantas korupsi di berbagai daerah di Indonesia timur memberikan harapan baru bagi masyarakat akan penegakan hukum yang adil dan transparan. (bet)