Connect with us

HUKRIM

Mira Singgih dan Paul Bethan Harus Ikut Bertanggungjawab Tewasnya Roy Bolle

Published

on

Anton Ali

KUPANG, PENATIMOR – Mirrah Tini Singgih dan kuasa hukumnya, Paulus Bethan adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam kasus sengketa lahan hingga berujung tewasnya Roy Herman Bolle di Oesapa depan Universitas Artha Wacana Kupang beberapa waktu lalu.

Penyidik Polresta Kupang Kota diminta bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus sengketa lahan di bilangan Oesapa hingga menewaskan Roy Herman Bolle beberapa waktu lalu.

Anton Ali, kuasa Hukum Tenny Konay mendukung penuh upaya Polresta Kupang Kota dalam mengungkap kasus sengketa lahan di oesapa hingga berujung tewasnya Roy Herman Bolle. Siapa pun yang terlibat dalam kasus ini harus diperiksa termasuk Mirah Tini Singgih dan kuasa hukumnya Paulus Bethan.

“Kami mendukung langkah Polresta Kupang mengusut tuntas kasus ini. Siapapun yang terlibat harus dihukum termasuk Mirra Singgih dan Paul Bethan. Mereka adalah orang yang paling bertanggungjawab karena membawa massa ke lokasi sehingga memicu terjadinya konflik,” tandas Anton Ali, kuasa hukum Marthen Soleman Konay kepada wartawan usai sidang gugatan pra peradilan di PN Kupang, Rabu (1/11/2023).

Sebagai kuasa hukum dan advokat jelas Anton Ali, tidak ada sedikitpun niat untuk menyerang atau melukai perasan dari keluarga korban (Roy Herman Bolle). Justru ingin membantu mengungkap kasus ini secara benar oleh penyidik Polresta Kupang.

“Sebagai advokat, kita hanya mau mengungkap fakta dan kebenaran sesuai keahlian yang kami miliki. Kami bekerja secara profesional. Sejauh ini, statemen (pernyataan) kami di media tidak melanggar aturan main dan kode etik profesi selaku seorang advokat,” tegas Anton Ali.

Hanya saja, Anton Ali menilai proses penyelidikan sampai kepada penyidikan kasus ini tidak dimulai dari Tempat Kejadian Perkara (TK) sehingga akhirnya memunculkan masalah baru hingga berujung kepada gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri Kupang oleh kliennya Marthen Konay.

“Biarlah gugatan pra peradilan di pengadilan ini berproses sehingga penyidik Polresta Kupang bekerja lebih profesional,” ujarnya.

Mantan dosen pada Fakultas Hukum Undana ini tidak melihat adanya korelasi antara pelaku penyerangan dan pembunuhan dengan kliennya Marthen Soleman Konay. Justru kliennya, beritikat baik dengan dua kali menghubungi kuasa hukumnya (Fransisco Bessi) untuk turun ke lokasi guna menyelesaikan masalah tersebut.

Termasuk mengirim voice note kepada Ruben Logo guna disampaikan kepada Mirrah Tini Singgih dan kuasa hukumnya, Paul Bethan untuk bertanggungjawab bila terjadi sesuatu di lokasi. Voice note tersebut bukan ditujukan kepada MA alias Tejo untuk menghabisi korban (Roy Herman Bolle).

“Jadi tidak ada korelasi antara keterangan para saksi dan barang bukti yang diajukan Polresta Kupang dengan klien saya yang ditetapkan sebagai tersangka,” bebernya.

Pemohon Ajukan Replik

Sementara itu, sidang gugatan Pra Peradilan Marthen Konay terhadap Kapolresta Kupang kembali bergulir di Pengadilan Negri Kupang, Rabu (1/11/2023). Sidang dengan agenda mendengar replik pemohon (Marthen Konay) dipimpin hakim tunggal Mutharda Mberu.

Dalam replik yang dibacakan secara bergantian oleh Tim Kuasa Hukum terdiri dari Fransisco Bessi, Ali Antonius, Yohanis Rihi, Yanto Ekon, Rian Kapitan, Meriyeta Soruh, Ampera Seke Selan, Petrus Lomanledo, Ivan Missa, Alfrido Lenggu dan Frangky Djara memohon majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar berkenan
menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai berikut pertama mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya.

Kedua menyatakan hukum bahwa penetapan Pemohon (Marthen Soleman Konay) sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprindik/1431/X/2023/Reskrim, tanggal 19 September 2022 dan Surat Ketetapan
Tersangka Nomor: Sp.Tap/141/IX/2023/Reskrim, tanggal 25 September 2023, adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak memiki kekuatan hukum yang mengikat dan dibatalkan demi hukum.

Ketiga menyatakan hukum bahwa segala hasil penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon terkait dugaan tindak pidana “pemberian perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau
dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan suatu perbuatan pembunuhan, secara bersama-sama di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang atau barang dan penganiayaan
menjadikan orang mati” adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Sedangkan keempat menyatakan hukum bahwa Surat Ketetapan Tersangka Nomor: Sp.Tap/141/
IX/2023/Reskrim, tanggal 25 September 2023 atas nama Pemohon (Marthen Konay) yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal atau dibatalkan demi hukum.

Sementara kelima menyatakan hukum bahwa Surat Perintah Penangkapan nomor: SP.Kap/111/IX/2023/Reskrim, tanggal 25 September 2023 dan Surat Perintah Penahanan nomor: SP.Han/92/IX/2023/Reskrim, tanggal 26 September 2023 maupun Surat Penahanan Lanjutan yang mungkin telah diterbitkan bagi Termohon atas nama Pemohon (Marthen Konay) adalah tidak sah dan batal atau dibatalkan demi hukum.

Keenam, memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon dari dalam Rumah Tahanan Negara dan ketujuh menyatakan tidak sah segala putusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka, penangkapan dan penahanan terhadap diri Pemohon dan yang sifatnya merugikan Pemohon serta kelima membebankan biaya perkara yang timbul kepada negara. (den)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *