HUKRIM
BPR Christa Jaya Masih Buka Ruang Mediasi untuk Notaris Albert Riwu Kore
KUPANG, PENATIMOR – Tim kuasa hukum BPR Christa Jaya akhirnya menanggapi pernyataan Notaris/PPAT Wilayah NTT atas kasus dugaan penggelapan sertifikat oleh Notaris Albert Riwu Kore.
Mereka sepakat dengan Notaris/PPAT untuk tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Dengan asas praduga tak bersalah, tim hukum BPR Christa Jaya pun sependapat dengan pernyataan Notaris/PPAT NTT bahwa Albert Riwu Kore tidak bersalah.
Namun demikian, tim yang terdiri atas Samuel David Adoe, SH., dan Bildat Tonak, SH., itu menegaskan, laporan terkait kasus tersebut sudah tiga tahun berjalan, bahkan digelar berulang kali di Polda NTT hingga Mabes Polri.
Dan dari semua gelar perkara tersebut, telah menyatakan Albert Riwu Kore harus bertanggung jawab secara pidana.
Bahkan dua kali dilakukan praperadilan, dan putusannya menyatakan Albert Riwu Kore sebagai PPAT harus bertanggung jawab secara pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 374 jo 372 jo Pasal 55 KUHP.
“Sehingga ketika pada persidangan dalam pokok perkara, kami yakin akan terbukti kesalahan yang dilakukan oleh pak Albert,” sebut Samuel David Adoe kepada wartawan di Kupang, Senin (8/8/2022).
Sementara, Bildat Tonak, SH., menambahkan, laporan kasus ini berproses hingga tiga tahun, karena penyidik sebelumnya tidak profesional dan terkesan diam di tempat.
Namun setelah diganti dengan penyidik baru karena atensi dari Irwasum Mabes Polri, maka kasus ini dapat berjalan dengan cepat.
Hal tersebut terbukti dengan dua kali putusan praperadilan yang menyatakan cukup bukti untuk dimintai pertanggung jawaban secara pidana kepada Albert Riwu Kore sebagai PPAT.
Bildat juga menanggapi permintaan Notaris/PPAT Wilayah NTT terkait laporan Albert Riwu Kore di Polres Kupang Kota mengenai dugaan penggelapan dana oleh BPR Christa Jaya.
Untuk hal itu, Bildat mengaku telah menyurati Albert Riwu Kore dengan tembusan kepada Polres Kupang Kota pada bulan Juli 2022, dimana pihak BPR Christa Jaya bersedia membayar hak Albert Riwu Kore.
“Dana tersebut ada, dan tidak hilang atau digelapkan. Namun hingga saat ini pak Albert tidak mengurus persyaratan- persyaratan terkait pembayaran dana tersebut,” kata Bildat.
“Selain itu kami juga telah meminta hak tagih kami kepada pak Albert atas 9 sertifikat hak milik yang menjadi jaminan atas pinjaman debitur Rachmat/Rafi yang sampai saat ini belum diberikan,” lanjut dia.
Terkait posisi Rachmat/Rafi dari kasus ini, Bildat tegaskan pihaknya tidak pernah mengetahui bahwa Rafi yang mengambil SHM tersebut, karena sejak awal kliennya menyerahkan sertifikat kepada Albert Riwu Kore untuk memasang APHT.
“Namun kemudian Rafi yang mengambil SHM tersebut dari pak Albert, itu bukan wewenang kami, itu urusan pak Albert dan Rafi,” tegasnya.
Untuk status hukum Rachmat/Rafi tersebut, Bildat jelaskan, bukan Rafi yang menyerahkan SHM tersebut pada BPR Christa Jaya.
Hal ini sesuai dengan surat order dan cover note serta surat pengakuan kepada BPN Kota Kupang yang diterima kuasa hukum BPR Christa Jaya.
“Sedangkan terkait adanya pelunasan hutang oleh Rafi, hal tersebut tidak benar karena transfer dana tersebut masuk ke rekening pribadi Rafi pada Bank Christa Jaya. Namun bukan untuk pelunasan SHM yang dihilangkan oleh pak Albert, namun dana itu dipergunakan sendiri oleh Rafi untuk keperluan pribadi,” jelas Bildat.
Sedangkan, lanjut dia, hal yang dapat menyatakan lunas hutang adalah pihak bank, dan bukan debitur atau notaris.
Masih menurut Bildat, debitur Rafi sendiri sampai sekarang masih mengakui bahwa hutangnya yang berada di BPR Christa Jaya masih ada, dan belum lunas.
“Terkait kenapa kami tidak melaporkan Rafi, itu bukan kapasitas kami untuk melaporkan, karena hubungan kami dengan Rafi adalah hubungan hukum perdata,” tandas Bildat Tonak.
Ditambahkan bahwa terkait kasus ini, BPR Christa Jaya masih membuka ruang mediasi kepada Albert Riwu Kore.
“Terhadap rekan-rekan Notaris/PPAT Wilayah NTT, BPR Christa Jaya juga berharap bisa bertemu dan duduk bersama untuk mencari solusi,” ungkap Bildat. (wil)