HUKRIM
Ini Alasan Kajari TTU ‘Turun Gunung’ Bersidang di PN Kupang, Baca Dakwaan Korupsi Alkes

KUPANG, PENATIMOR – Kehadiran Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Roberth Jimmy Lambila, SH.,MH., sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kupang, Jumat (17/6/2022) siang, sontak memantik perhatian semua orang di tempat itu.
Sebagai Kajari, pria asal Langkuru, sebuah kampung kecil dan terpencil di Kabupaten Alor itu harus ‘turun gunung’ untuk bersidang.
Memang ini sebuah penampakan yang tak lazim, karena biasanya, dalam persidangan di Pengadilan, yang bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) cenderung adalah jaksa-jaksa muda dengan jabatan setingkat Kepala Seksi atau Jaksa Fungsional.
Untuk itu sangatlah mengejutkan saat orang nomor satu pada korps Adhyaksa di Bumi Biinmafo itu tampil mengisi meja JPU dan membacakan surat dakwaan bagi empat terdakwa yang tampak duduk berjejer di kursi pesakitan.
Kajari TTU Roberth Jimmy Lambila yang diwawancarai awak media ini usai persidangan, mengatakan, alasan dirinya ikut bersidang karena kekurangan tenaga jaksa di Kejari TTU.
“Sebagian jaksa hari ini sedang memeriksa kasus lain, sehingga saya sebagai Kajari mengambil inisiatif untuk membacakan sendiri dakwaan di persidangan tadi,” kata Roberth yang pernah dinobatkan sebagai Jaksa Terbaik Tingkat Nasional tahun 2015 itu.
Dengan ikut bersidang, lanjut Roberth, merupakan bentuk dukungan moril kepada tim Penuntut Umum, bahwa Kajari ada pada posisi paling depan.
“Kajari juga perlu untuk selalu belajar antara lain dengan bersidang, sama seperti Hakim walaupun sebagai Ketua Pengadilan atau Wakil tetap selalu bersidang,” imbuhnya.
Roberth juga menampik jika kehadirannya dipersidangan tersebut semata-mata karena adanya fakta permintaan fee untuk Bupati TTU seperti yang diuraikan dalam surat dakwaan.
“Tidak. Itu tidak benar. Tidak karena ada fakta itu baru saya ikut bersidang. Yang benar, saya harus ikut bersidang karena alasan-alasan yang saya sebutkan tadi,” tegas Roberth.
Untuk diketahui, dalam dakwaan yang dibacakan langsung oleh Kajari TTU Roberth Jimmy Lambila selaku JPU di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kupang, Jumat (17/6/2022) siang, terungkap fakta adanya permintaan fee sebesar 15 persen dari nilai proyek pengadaan Alkes untuk Bupati TTU saat itu, Raymundus Sau Fernandez.
“Nanti sampai sana, minta fee di mereka 15 persen untuk Bupati, kita (KPA dan PPK) dan Pojka,” demikian fakta percakapan permintaan Direktur RSUD Kefamenanu I Wayan Niarta selaku KPA kepada Yoksan M.D.E. Bureni selaku PPK, yang terungkap dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU di persidangan.
Adapun fakta mengejutkan lainnya yang terungkap dari dakwaan JPU, yaitu terdakwa Yoksan M.D.E Bureni selaku PPK membuat cap dan tanda tangan direktur perusahaan yang dipinjam untuk mengerjakan pengadaan Alkes tersebut.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU digelar secara offline atau tatap muka.
Pantauan media ini, empat terdakwa yang dihadirkan yaitu Didi Darmadi, Yoksan M.D.E. Bureni, Agus Sahroni dan Munawar Lutfi.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Derman P. Nababan, didampingi Hakim Anggota Mike Priyantini dan Yulius Eka Setiawan.
Surat dakwaan dibacakan langsung oleh Kejari TTU Roberth Jimmy Lambila secara bergantian dengan JPU Reza F. Faundra, SH., yang juga sebagai Kepala Seksi (Kasi) Barang Bukti dan Barang Rampasan.
Keempat terdakwa didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Selain itu para terdakwa juga didakwa dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Empat terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum (PH) nya masing-masing.
Terdakwa Didi Darmadi dan Agus Sharomi didampingi kuasa hukum Rian Prastey, SH., dan Tomy Jacob, SH., sedangkan terdakwa Munamar didampingi Penasehat Hukum Egianus Bana, SH.
Terdakwa Yoksan Bureni didampingi Penasehat Hukum nya Velinthia Latumahina, SH., MH.
Usai pembacaan surat dakwaan, Hakim Ketua Derman P. Nababan menanyakan kepada para terdakwa apakah ada tanggapan atau keberatan terhadap dakwaan JPU.
“Bagaimana para terdakwa, ada tanggapan atas dakwaan JPU,” tanya Hakim Ketua.
Para terdakwa menyampaikan untuk menyerahkan seluruhnya kepada Penasehat Hukum untuk memberikan tanggapan dalam eksepsi.
Ketua Majelis Hakim pun menutup persidangan dan akan dilanjutkan kembali dengan agenda pembacaan eksepsi oleh Penasehat Hukum terdakwa pada Jumat pekan depan.
Diberitakan sebelumnya, untuk pertama kalinya Kejaksaan di NTT melimpahkan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi menggunakan pasal Kolusi.
Terdakwa YMDEB dan terdakwa IWN selaku Penyelenggara Negara bersama-sama dengan Terdakwa MN, DD, AS, II, FO yang melakukan kolusi yaitu permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.
Terhadap tersangka lain yaitu IWN, II dan FO masih dalam proses penyidikan karena tersangka IWN masih dalam kondisi sakit sedangkan tersangka II dan FO sedang menjalani pidana di Rutan Padang.
“Kami telah meminta petunjuk kepada pimpinan dan secara berjenjang agar terhadap tersangka II dan FO dapat segera dipindahkan ke Kupang agar mempermudah proses penyidikan dan penuntutan,” jelas Kasi Pidsus Kejari TTU Andrew Keya.
Para terdakwa didakwa melanggar Kesatu Primair Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke- 1 KUHP Subsidair Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Atau Kedua Pasal 21 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN dan didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp2,4 miliar lebih. (wil)
