UTAMA
Merciana Djone, Perempuan NTT Pertama yang jadi Kakanwil Kemenkumham NTT
Kupang, penatimor.com – Pertama dalam sejarah, Kanwil Kemenkumham NTT dipimpin oleh seorang perempuan NTT. Dialah Merciana D. Djone, SH.
Sosok yang akrab disapa Merci itu baru saja dilantik oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai Kepala Kanwil Kemenkuham NTT.
NTT patut berbangga, karena Merci merupakan Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM perempuan pertama di NTT dan perempuan kedua lingkup nasional.
Acara pelantikan berlangsung di gedung kantor Kemenkumham di Jakarta, Kamis (27/2).
Dikutip dari laman kupang.tribunnews.com, Merciana Djone sebelumnya menjabat sebagai Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Provinsi NTT.
Sebelumnya, Merci mendapat jabatan yang sama di Sulawesi Utara.
Dia bekerja di Kementerian Hukum dan HAM sejak tahun 1991.
“Saat bekerja sejak pertama, saya mengatakan pada diri saya sendiri bahwa saya bekerja, bekerja dan harus bertanggung jawab terhadap apa yang harus saya lakukan dan saya bekerja total untuk institusi tersebut,” katanya.
Dengan janji kepada diri sendiri untuk bekerja secara total maka anak ketiga dari 10 bersaudara pasangan Thomas Djone dan Maria Simamole ini tidak pernah merasa pekerjaan itu sebagai satu beban. Ada tanggung jawab dan yang pertama pada Tuhan yang telah memberikan pekerjaan sehingga semuanya dikerjakan dengan penuh sukacita.
Bekerja di Kemenkumham, bagi ibu dari dua orang anak ini, adalah hal yang luar biasa.
Alasannya, pertama, walaupun kecil, apa yang dilakukan selalu memberi arti bagi orang lain. Melakukan perlindungan terhadap HAM walaupun bagi orang lain menganggap hal yang biasa.
“Kami harus bisa jadi mediator saat ada pelanggaran HAM. Artinya kalau pelanggaran HAM dan penanganannya mandek dan tidak bisa ditindaklanjuti secara baik maka kami harus bisa masuk. Bagaimana kami melakukan mediasi, misalnya bantuan hukum bagi orang miskin, koordinasi dengan pihak lain,” ujarnya
Istri dari Jeri Maukuru ini mengaku, saat ada orang datang menceritakan masalah hukum yang dihadapi, di dalam dirinya ada rasa bahwa orang tersebut dilindung. Pada saat seperti itu ada rasa bahwa ternyata bekerja di Kementerian Hukum dan HAM sangat berarti.
Perempuan kelahiran Bajawa, 26 November 1964 ini selalu membuka diri kepada semua orang. Artinya kapan pun dihubungi maka Merci selalu siap.
“Masyarakat bisa telepon saya kapan saja dan saya selalu melayani terutama masalah hukum. Saya tidak segan-segan koordinasi meski waktunya malam. Saya rasa puas bila selalu merespon,” katanya
Untuk itu Merci merasa kerja itu tidak ada batasan jam sehingga prinsipnya adalah selama belum tidur maka dia siap untuk bekerja.
Terlepas dari jabatannya saat ini, Merci juga adalah seorang ibu rumah tangga. Menjalankan tugas sebagai seorang ibu rumah tangga adalah suatu seni, seperti air yang terus mengalir dan berlalu. Saat berumah tangga sudah ada komitmen bersama mengenai hal ini
Kesibukan yang dialaminya, membuat Mercy hampir tidak memiliki aktivitas lain di luar pekerjaannya. Hampir semua waktu tersita untuk pekerjaannya.
Apalagi saat ini ada pendampingan terhadap beberapa DPRD dan Pemda untuk penyusunan produk hukum daerah, membuat kebijakan yang responsif terhadap persoalan HAM khususnya anak, perdagangan orang, perlindungan terhadap disabilitas.
Dalam jabatannya saat ini juga ada kerja sama dengan pemda di beberapa kabupaten untuk memberikan perlindungan terhadap kekayaan komunal di bidang indikasi geografis dan kekayaan intelektual di bidang kebudayaan.
Kegiatan yang juga ‘memakan’ waktunya adalah bersama dengan Wahana Visi Indonesia (WVI) dan beberapa pemda sedang menginisiasi Desa Layak Anak.
Tahun 2011-2014 terlibat dalam Tim Action Research untuk kajian kebijakan perlindungan anak.
“Sehingga pada bulan Oktober 2017 mendapat penghargaan kategori Karya Dhika Lokatara dari Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya.
Pernah Gagal
Jabatan yang diperoleh saat ini, tidak seperti membalik telapak tangan tapi melalui perjuangan.
“Kenapa saya bisa sampai seperti sekarang ini? Saya bekerja di Kemenhumkam dan saya tidak pernah membayangkan saya bisa mencapai hal seperti ini, eselon II. Saya tidak pernah berharap bahwa suatu waktu saya harus menjadi apa. Saya tidak seperti itu. Bagi saya, hidup seperti air mengalir. Saya bekerja sesuai proses dan saya pikir kalau memang sudah waktunya, Tuhan akan memberkati” ungkap ibu dari Yuliana Victoria dan Maria Jersy.
Di Kemenhumkan, eselon II itu seleksi dilakukan secara terbuka dan Merci melamar.
“Saya pernah gagal. Dua kali saya melamar, prosesnya cukup berat. Saingan banyak, seleksi rumit, ada tiga tahapan. Ini semua juga karena Tuhan berkenan,” katanya.
Dengan jabatannya saat ini, Mercy mengaku bahagia karena bisa berbuat lebih banyak bagi orang lain.
Salah satu hobinya adalah suka belajar, suka cari pengetahuan baru dan belajar dari teman-teman. Dia tidak malu bertanya pada staf karena baginya setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda sehingga tidak perlu malu untuk belajar dari orang yang lebih muda karena baginya bawahan adalah mitra dan juga adik. (*/jim)