POLKAM
Banggar DPRD NTT Kritisi Rencana Pengadaan RS Terapung Senilai Rp650 Miliar

Kupang, Penatimor.com – DPRD Provinsi NTT mengkritisi rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) terkait pengadaan kapal yang akan berfungsi sebagai rumah sakit (RS) terapung senilai Rp 650 miliar.
Hal ini mengemuka dalam Sidang Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTT dengan agenda KUA-PPAS Perubahan 2019 dan KUA-PPAS 2020, Sabtu (20/7/2019).
Anggota Banggar DPRD NTT, Winston Neil Rondo memberikan catatan khusus terkait Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2020 tentang belanja kegiatan strategis dengan dana besar.
“Pada poin pertama, uang muka pengadaan RS terapung sebesar Rp 218 miliar melalui mekanisme multi years dari total Rp 650 miliar. Saya ingin tanya, apa argumentasi dibalik ini karena berita di media massa yang kami baca sebelumnya menyebutkan, ada bantuan Pemerintah Pusat sebesar Rp 700 miliar. Lho, kenapa sekarang kok jadinya kita yang ongkosin,” cetus Winston.
Menurut Winston, Provinsi NTT saat ini memiliki sebanyak 3.300 puskesmas, pustu dan polindes. Sesuai data riset kesehatan dasar (Riskesdas), 65 persen dari fasilitas kesehatan tersebut perlu direhabilitasi ringan hingga berat. Selain itu, RS Prof. WZ Johannes yang tadinya merupakan RS Tipe B, tapi kini turun kelas menjadi tipe C.
“Kenapa kita tidak urusi puskesmas, pustu dan polindes kita, atau bangun rumah sakit kita jadi Tipe A yang bergengsi saja. Saya searching di google, kapal seharga Rp 650 miliar itu dia butuh biaya operasional sama seperti sebuah helikopter, untuk mempercepat mobilisasi karena kapal itu tidak sanggup ada di tiap pelabuhan kecil untuk menyinggahi pulau-pulau kecil di daerah kepulauan kita ini,” ujar Winston.
Pada kesempatan itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD NTT ini juga mempertanyakan terkait biaya operasional kapal rumah sakit terapung yang nilainya bisa mencapai Rp 25 -30 miliar per tahun.
“Siapa yang akan membiayai ini, sumber daya kita sanggup tidak membiayainya. Kita punya kapal feri yang hibah oleh Pusat yang dikelola PD Flobamor saja macet semua dan ini baru mulai lagi. Kita tidak punya keahlian untuk mengelola kapal,” kata Winston.
Karena itu, Winston menyarankan agar fokus anggaran tersebut sebaiknya dimanfaatkan untuk membangun RS Prof. WZ Johannes menjadi tipe A, kemudian memperkuat ambulans laut untuk mobilisasi dari pulau-pulau kecil, atau mengoptimalkan pembangunan maupun fasilitas puskesmas.
“Kita ambil contoh saja, misalkan kapal rumah sakit ini lagi keliling NTT tapi yang lagi sakit berat atau serius dan butuh penanganan cepat ada di Fatuleu atau Sumba, kira-kira itu bagaimana urusannya. Tapi kalau puskesmas kita perkuat, obat-obatan tersedia, tenaga medis, dokter merata maka rakyat justru merasa negara hadir lebih cepat, bukan tunggu satu kapal bergerak berminggu-minggu baru tiba di lokasi,” tegasnya.
Winston menyatakan, pertimbangan untuk pengadaan RS terapung ini belum cukup matang, sehingga perlu kajian lebih baik lagi. Karena anggaran senilai Rp 650 miliar tersebut setara dengan membangun 3 kantor gubernur seperti Gedung Sasando.
“Jadi menurut saya, ini akan sangat menyedot biaya yang cukup besar. Katanya kapal untuk RS terapung itu Norwegia mau kasih, kenapa kita tidak kerja sama saja dengan Norwegia, daripada kita bikin baru misalnya,” tandas Winston.
Anggota Banggar DPRD NTT, Jimmi Sianto menyampaikan hal senada. Menurutnya, kondisi puskesmas-puskesmas yang ada di daerah itu perlu mendapat prioritas perhatian dari pemerintah.
“Kita ikuti dan tahu bersama bagaimana kondisi puskesmas- puskesmas kita, tenaga kesehatan yang kita mau tambah 50 orang saja musti ribut dengan TAPD,” ungkapnya.
Karena itu, lanjut dia, terkait dengan rencana pengadaan rumah sakit terapung, jika pemerintah berkeinginan kuat untuk mewujudkannya maka bisa dilakukan, tetapi tidak boleh mengabaikan fasilitas kesehatan penting lainnya.
“Kalau kita punya uang yang cukup untuk kita dorong pembangunan prioritas, kita mau beli RS terapung, kita mau bangun puskesmas, dan sarana prasarana dan tenaga kesehatannya, lalu semuanya berjalan dengan baik, silakan saja saya pikir tidak apa-apa. Tapi yang penting betul bisa berjalan semuanya,” tandas Jimmi. (ale)
