UTAMA
Walhi Sebut Pembangunan Bendungan Baing Langgar Aturan dan Abaikan Keselamatan Warga

Kupang, Penatimor.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Eksekutif Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) menyebut pembangunan Bendungan Baing di Desa Lai Pandak, Kecamatan Wulla Waijelu, Kabupaten Sumba Timur melanggar aturan dan juga mengabaikan keselamatan warga setempat.
Staff Divisi Wilayah Kelola Rakyat Walhi NTT, Petrus Ndamung mengatakan, penggusuran paksa yang dilakukan pihak kontraktor dan pemerintah Kecamatan Wulla Waijelu, Kabupaten Sumba Timur terhadap seorang ibu bernama Djati Ata Hau tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
“Dalam sebuah video yang beredar luas di masyarakat, ibu Djati Ata Hau merintih melihat alat berat menggusur tanaman pinang yang telah ditanamnya sejak beberapa tahun lalu. Tanaman-tanaman itu telah banyak membantu ibu Djati Ata Hau dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan bahkan membiayai sekolah bagi cucu-cucunya,” kata Petrus, Senin (13/5/2019).
Menurut Petrus, proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh Putra Kencana kso PT. Erom mempertontonkan betapa bringasnya dampak dari pembangunan terhadap nasib masyarakat kecil.
“Dari beberapa sumber yang didapatkan WALHI NTT menjelaskan bahwa proyek pembangunan bendungan yang berlokasi di Desa Lai Pandak, Kecamatan Wulla Waijelu ini sudah dijalankan sejak bulan Maret 2019,” ungkapnya.
Petrus menjelaskan, pemerintah setempat telah melakukan sosialisasi terkait rencana pembangunan bendungan tersebut, namun belum menemui kata sepakat, tetapi pada kenyataannya pihak kontraktor tetap melakukan kegiatan.
Kegiatan pembongakaran lahan yang disaksikan langsung oleh Camat Wulla Waijelu, Daniel Radja seharusnya dapat dihentikan karena ada pihak yang merasa dirugikan dengan kegiatan tersebut.
Namun dari pemerintah Kecamatan hanya menonton tanpa ada solusi yang diberikan kepada ibu Djati Ata Hau. Ibu Djati Ata Hau bahkan rela mati demi kebunnya. Tangisan Djati Ata Hau tak dihiraukan oleh pihak pemerintah.
Beberapa sumber menjelaskan pembangunan ini seharusnya belum dapat dilakukan, karena ada beberapa prosedur yang belum dilakukan. Misalnya dari hasil penelusuran WALHI NTT, proyek pembangunan yang bernilai Rp44 miliar lebih ini belum mempunyai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Pihak Dinas Lingkungan Hidup yang kami konfirmasi lewat telpon mengatakan bahwa AMDAL pembangunan itu baru proses penyusunan. Belum masuk pada pembahasan,” jelas Petrus.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Direktur Yayasan Koppesda Sumba, Deni Karanggulimu sebagai representasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Sumba Timur yang masuk dalam Tim Penilai AMDAL.
Menurut Deni Karanggulimu, sampai kejadian tersebut viral belum ada surat pemberitahuan dari dinas teknis terkait rencana pembahasan AMDAL pembangunan bendungan di Baing, Kecamatan Wulla Waijelu.
Pembangunan bendungan ini disinyalir dipaksakan karena salah satu syarat pembangunan yang berdampak secara sosial budaya maupun lingkungan seharusnya melakukan kajian yang terangkum dalam dokumen AMDAL. Namun pada faktanya dokumen AMDAL pembangunan bendungan tersebut belum ada.
“Pembangunan yang pendanaannya bersumber dari APBN murni tidak memenuhi syarat. Dalil bahwa pembangunan tersebut merupakan program pemerintah pusat, seharusnya tidak dapat menjadi pembenaran bagi pihak kontraktor maupun pemerintah daerah sehingga harus dilaksanakan tanpa pertimbangan baik dampak sosial, budaya maupun lingkungan,” sebutnya.
Dari kejadian ini, lanjut dia, pemerintah telah melanggar amanat Undang-Undang No 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pada pasal 2 yaitu yang menekankan pada asas kemanusiaan, keadilan, keterbukaan, kesepakatan dan keberlanjutan.
“Kasus penggusuran paksa yang dilakukan pada lahan ibu Djati Ata Hau mencerminkan tidak adanya asas kemanusian dan kesepakatan,” katanya.
Dia menambahkan, pembangunan Bendungan Baing juga telah melanggar peraturan Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 05 tahun 2012 tentang Analisis Dampak Lingkungan. Dalam lampiran peraturan tersebut menjelaskan kegiatan pembangunan/pengambilan sumber yang lebih 250 liter per detik wajib AMDAL.
Atas kejadian tersebut, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Nusa Tenggara Timur sebagai organisasi sipil yang konsen pada keselamatan lingkungan hidup dan keselamatan ruang hidup warga meminta:
Pertama, Bupati Sumba Timur segera menyelesaikan persoalan yang telah merugikan hak-hak warga setempat terutama kepada Ibu Djati Ata Hau.
Kedua, Bupati Sumba Timur menghentikan segala aktivitas pembangunan sebelum terbitnya dokumen AMDAL sebagai syarat utama.
Ketiga, Setiap pembangunan harus mengutamakan keselamatan ruang hidup warga.
Keempat, Memulihkan hak-hak warga Desa Lai pandak yang telah dilanggar.
Kelima, Kapolres Sumba Timur menindak tegas pelaku penyerobotan secara paksa di Desa Lai Pandak.
(R2)
