UTAMA
Ketua Sinode GMIT Imbau Masyarakat Jangan Golput

Kupang, penatimor.com – Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa pada tanggal 17 April 2019 akan berlangsung Pemilu Serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota periode 2019–2024.
Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt. Mery Kolimon, saat diwawancarai di Kantor Sinode GMIT, Senin (1/4), memberikan suara gembala terkait pesta politik yang akan digelar 17 April nanti.
Pdt. Mery mengatakan, pada prinsipnya Pemilu merupakan pesta demokrasi, dimana rakyat mewujudkan kedaulatannya menentukan arah perjalanan bernegara.
Dari persepktif iman Kristiani, Pemilu merupakan sebuah mekanisme demokratis untuk mencari pemimpin yang bermutu, sesuai kehendak Tuhan.
“Partisipasi anggota GMIT di ruang politik merupakan wujud dari kesaksian hidup sebagai orang beriman. Melalui kita, Tuhan sedang menentukan pemimpin bangsa ini dan wakil-wakil rakyat, karena itu kita mesti memakai kesempatan ini dengan baik untuk ikut menentukan masa depan bangsa dan daerah kita,” kata Mery.
Untuk itu, dia mengharapkan kepada para pemilih, khususnya semua jemaat GMIT, untuk berdoa dan menyukseskan Pemilu 2019.
Semua warga gereja yang memiliki hak pilih juga diimbau untuk berbondong-bondong ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab dan jangan golput.
“Suara kita sangat penting untuk menentukan masa depan bangsa. Mari kita berdoa agar Tuhan memberikan kita hikmat memilih calon presiden dan wakil presiden terbaik, serta legislatif di semua level. Pelajari dengan sungguh-sungguh orang maupun partainya agar kita memberikan suara kepada orang yang memiliki latar belakang yang terpercaya, yaitu mereka yang selama ini punya perbuatan dan pelayanan yang baik dalam masyarakat. Pilihlah juga partai yang berkomitmen pada Pancasila dan UUD 1945,” ujarnya.
Dikatakan, umat Kristen di Indonesia harus berdiri menjaga Indonesia dari kecenderungan-kecenderungan yang hendak membawa bangsa ini berpaling dari Pancasila sebagai dasar negara.
Gunakanlah hak pilih yang ada berdasarkan pertimbangan yang rasional sebagai tanggung jawab iman.
Menurutnya, iman Kristen mengajarkan bahwa pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikan tiap orang.
“Dalam Roma 13:4, tertulis, Karena itu pilihlah pemimpin yang berintegritas, jujur, berani dan berkomitmen melawan segala bentuk korupsi dan manipulasi, setia kepada Undang-undang dan peraturan negara. Pilihlah juga pemimpin yang menghargai keanekaragaman dalam masyarakat, memiliki kemauan bekerja keras untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh warga masyarakat, serta berkomitmen untuk menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup,” terangnya.
Pdt. Mery mengungkapkan, iman Kristen tidak membenarkan tindakan memilih pemimpin karena dibayar.
Karena itu, Sinode GMIT mendorong anggota GMIT agar bersikap kritis dan berani menolak politik uang.
Dan menghindari pula penggunaan gedung gereja atau rumah ibadah sebagai ajang kampanye, dan jangan menggunakan mimbar gereja untuk menggalang dukungan suara.
“Kami meminta kepada semua pihak yang terlibat dalam Pemilu ini, janganlah memanipulasi sentimen suku, agama dan golongan yang bisa memecah-belah kita sebagai masyarakat dan bangsa. Janganlah memanfaatkan simbol-simbol agama untuk meraih dukungan, atau membentur-benturkan masyarakat yang beragam suku, agama dan kepercayaan. Hindarkan pula diskriminasi berdasarkan jenis kelamin serta kampanye gelap. Gunakan media sosial sebagai sarana pendidikan politik dan hindarkanlah menyebarkan kebohongan (hoax) yang dapat mencederai semangat persaudaraan dan persekutuan di antara kita yang telah terbangun selama ini,” tegas Pdt. Mery.
Dia meminta agar semua pihak menjaga suasana kondusif agar Pemilu nanti berjalan aman dan damai.
Perlu juga terus menerus saling mengingatkan bahwa Pemilu ini hanya berlangsung 5 tahun sekali, tetapi persekutuan dan persaudaraan kita mesti tetap terpelihara selamanya.
Jika ada perbedaan pendapat atau sengketa Pemilu, hindari sikap anarkis dan percayakan proses hukum kepada penegak hukum dan tidak main hakim sendiri.
“Mari kita bekerja sama mengawasi penyelenggaraan Pemilu. Kami mendorong anggota-anggota jemaat menjadi pengawas Pemilu secara partisipatif, mencegah dan melaporkan kecurangan Pemilu, mengupayakan Pemilu yang berkualitas, berintegritas demi kualitas demokrasi yang lebih baik. Kita juga perlu mengawasi kebijakan-kebijakan politik pemimpin terpilih agar berjalan sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang berlaku demi keadilan, kesejahteraan dan damai dalam masyarakat,” imbuh Mery.
Selain itu, Mery menjelaskan, Majelis Sinode GMIT telah membentuk Tim Pastoral Politik GMIT.
Untuk itu, jika jemaat memiliki rencana pelayanan terkait Pemilu, diimbau mengkonsultasikannya dengan tim dimaksud untuk mendapatkan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan pandangan dan sikap GMIT sebagai lembaga.
“Kami juga mengharapkan kepada para kontestan dalam Pemilu, baik pribadi maupun partai, agar mengedepankan cara berpolitik yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Pdt. Mery melanjutkan, NTT masih bergumul dengan banyak masalah sosial seperti kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan, ekonomi, rusaknya lingkungan hidup, gizi buruk dan tingginya angka kematian ibu, masalah perdagangan orang, dan berbagai masalah lainnya.
Untuk itu, kiranya Pemilu ini dapat menjadi ajang pembaharuan komitmen untuk menuntaskan masalah-masalah besar dan sulit.
Dan jangan menghalalkan cara-cara yang melanggar hukum atau memanipulasi isu gender, SARA yang bersifat sektarian dan primordial sempit demi kekuasaan.
“Saat Pemilu usai, kami harapkan para kontestan mampu berjiwa besar, terutama saat menerima hasil Pemilu demi menjaga ketertiban, perdamaian dan ketentraman masyarakat,” harap dia.
Kepada lembaga penyelenggara Pemilu yakni KPU dan Bawaslu, juga diharapkan mampu melaksanakan mandat secara profesional dan bertanggung jawab, jujur, adil, transparan dan tidak memihak.
Bagi Mery, masa depan demokrasi kita bergantung pada integritas dan kejujuran para penyelenggara Pemilu.
“Marilah kita sungguh-sungguh berdoa dan berusaha agar Pemilu pada 17 April mendatang berlangsung demokratis, damai, jujur, adil dan riang gembira, jauh dari konflik dan kekacauan. Kiranya Pemilu ini terlaksana sebagai peristiwa demokrasi yang bermartabat,” tutup Pdt. Mery Kolimon. (R1)
