UTAMA
Proyek Gedung Dukcapil Kota Kupang Mangkrak, DPRD Minta PHK dan Audit
Kupang, penatimor.com – Progres pembangunan gedung baru kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Kupang sampai saat ini baru mencapai 25 perssn.
Padahal proyek ini sudah dikerjakan pasca penandatanganan kontrak pada September 2018 lalu.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut, Herold Devi Loak, mengatakan, masa adendum waktu yang diberikan selama 90 hari sudah selesai pada Maret 2019.
Karena itu, pihaknya memberikan perpanjangan waktu lagi kepada kontraktor pelaksana yang mengerjakan proyek tersebut.
“Karena tidak bisa lagi, kami memberikan adendum waktu karena tidak ada dasar untuk melakukan adendum. Karena itu kami memberikan perpanjangan waktu dengan satu per mil denda perhari,” kata Devi Loak saat diwawancarai di ruang kerjanya, Rabu (27/3).
Jika dilihat di lapangan kata Devi, kontraktor sangat tidak mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut, karena tidak ada progres kenaikan yang signifikan.
“Jadi mau dibilang kontraktor ini bekerja tanpa ada keuntungan karena sudah mengunakan anggaran sendiri. Maka tentunya tidak ada kerugian negara di sini, juga kontraktor ini berusaha agar nama perusahaan tidak ter-black list,” jelasnya.
Dengan kata lain, lanjut Devi, kontraktor bekerja dengan anggaran sendiri dengan konsukuensi denda yang diberikan.
Jika memang tidak bisa, tentunya kontraktor akan mundur, tetapi sampai sejauh ini masih ada niat baik kontraktor untuk terus melanjutkan pekerjaan
“Jika nantinya kontraktor ini menyerah, maka akan kami blacklist. Tidak ada alasan lain selain blacklist. Kontraktor juga masih memiliki kesanggupan dan mengaku akan melanjutkan pekerjaan, maka kami berikan kesempatan untuk melanjutkannya dengan denda maksimal dan konsukuensi yang ada,” ujarnya.
Selain itu menurut Devi, kontraktor juga sudah memberikan surat pernyataan di atas materai bahwa bersedia menerima semua konsukuensi yang ada dan bersedia diproses hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Jika dilihat, pekerjaan ini dengan denda dan konkuensi lainnya, tidak mungkin ada untung lagi, dan kontraktor ini masih mau melanjutkannya. Saya juga selalu memantau semua etape pekerjaan, agar kualitas pekerjaan tetap diperhatikan,” terangnya.
Progres terakhir sudah mencapai 25 persen, dan sampai saat ini tidak ada uang yang diberikan, selain uang muka 20 persen yang sudah diberikan.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Kupang Telendmark Daud, mengatakan, pada Senin (25/3) lalu, dirinya bersama anggota DPRD Komisi III, Nitanel Pandie dan Nicky Ully, pergi melihat pekerjaan pembangunan kantor baru Dukcapil tersebut.
Dan yang didapati di lapangan adalah tidak adanya aktivitas, material bahan bangunan juga tidak ada, dan menurut para pekerja yang ada di lokasi, semua material yang ada belum dibayarkan pada toko bangunan yang memberikan utang.
“Kami juga menemukan bahwa tukang belum dibayarkan. Jadi istilah adendum dan istilah perpanjangan waktu semuanya menyalahi aturan, karena deviasi sangat besar namun kontraktor masih diberikan kesempatan,” kata Telendmark saat diwawancarai di ruang kerjanya, Rabu (27/3).
Artinya, lanjut Telendmark, ada permainan antara PPK dan kontraktor, dan PPK di sini mewakili pemerintah, sehingga harusnya pekerjaan ini sudah distop agar jangan lagi merugikan daerah dari sisi fungsi gedung tersebut.
“Karena pembangunan gedung itu mulai dari output, outcome dan keuntungan atau dampaknya. Semua ini harus memenuhi, sementara yang terjadi sekarang tidak ada manfaat apapun dari pekerjaan gedung ini,” terangnya.
Menurut Telendmark, siasat yang dipakai ini merupakan upaya untuk memenuhi uang muka dengan progres yang dicapai, dan dibiarkan begitu saja.
“Katanya pakai uang milik kontraktor. Uang dari mana jika pekerja dan bahan bangunan saja tidak ada, maka ini perlu diaudit, maka pekerjaan itu harus dihentikan dan segera lakukan audit oleh lembaga keuangan, dan kalau memang progresnya melebihi uang muka yang sudah diberikan, maka pemerintah wajib membayar sisanya,” terangnya.
Telendmark melanjutkan, jika semua masih terus diabaikan, maka lebih baik lembaga penegak hukum yang masuk untuk melakukam penyelidikan, karena fakta di lapangan tidak ada aktivitas apapun.
“Saya menyarankan agar dihentikan saja pekerjaan ini, karena kontraktor sudah jelas tidak mampu dan sampai sekarang tidak ada aktivitas dan bahan bangunan juga tidak ada, pekerja juga tidak dibayarkan upahnya,” tandas Telendmark. (R1)