HUKRIM
Kejati Tak Pernah Tangani Kasus Bansos NTT
Kupang, penatimor.com – Dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT tahun anggaran 2010 kembali mencuat saat kunjungan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang di Kupang, Kamis (21/3).
Sahut berada di Kupang dalam rangka menghadiri rapat koordinasi evaluasi program pemberantasan korupsi terintegrasi seluruh Provinsi NTT.
Menjawab wartawan, Saut Situmorang pun menyatakan KPK bakal meneliti kembali kasus dana Bansos tersebut untuk dilakukan penyelidikan oleh lembaga anti rasuah.
“Kita akan teliti kembali kasus dana Bansos itu dan bisa dibuka penyelidikan lagi. Kasus ini sudah ditangani sebelumnya. Jadi kita perlu lihat lagi untuk dibuka kembali,” kata Saut.
Keterangan serupa bahwa KPK akan menangani kasus Bansos NTT juga pernah disampaikan Johan Budi ketika masih menjadi juru bicara KPK RI.
Johan Budi saat itu bahkan menyatakan penyelidikan KPK mandek lantaran Kajati belum mau melimpahkan kasus ini.
Keterangan Johan Budi ini langsung diklarifikasi Mangihut Sinaga selaku Kajati NTT saat itu.
Mangihut Sinaga menyatakan Kejati NTT tidak pernah menangani kasus dugaan penyimpangan terhadap dana Bansos NTT.
Mangihut saat itu mengatakan, pihak KPK RI saat melakukan kegiatan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum di Kupang beberapa waktu lalu, menyatakan bakal menangani kasus Bansos NTT.
Dan, karena saat itu pihaknya belum menerima laporan apalagi menangani kasus tersebut, sehingga Kejati NTT mempersilahkan KPK untuk menangani kasus itu.
Mangihut Sinaga bahkan menyatakan pihaknya tidak pernah menangani kasus dugaan dana Bansos Provinsi NTT.
Mangihut juga meminta pihak KPK untuk menjelaskan yang sebenarnya ke publik, sehingga tidak sampai membentuk opini publik, seolah-olah Kajati menangani kasus Bansos NTT namun enggan menyerahkan kepada KPK.
“Tangani saja tidak pernah, bagaimana kita mau limpahkan. Apanya yang mau dilimpahkan,” tandas Kajati Mangihut ke wartawan saat itu.
Kasus dugaan dana bansos ini bermula dari data resmi BPK NTT, yang tertuang dalam LHP Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi NTT Nomor 30/S/XIX.KUP/01/2011 tanggal 31 Januari 2011.
Di sana disebutkan dana sebesar Rp 4.086.500.000 tanpa didukung dokumen memadai. Yang menikmati dana Bansos tersebut adalah Pemprov NTT dan 55 anggota DPRD NTT.
Dana tersebut berasal dari Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi NTT. Disebutkan, dalam Belanja Bantuan Sosial Organisasi Kemasyarakatan adalah bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan lainnya dengan anggaran sebesar Rp17.400.000.000 dan telah direalisasikan periode Oktober-Desember 2010 sebesar Rp 6.679.035.400,00.
Pengujian atas dokumen penatausahaan Belanja Bantuan Sosial diketahui terdapat Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp 4.086.500.0000 yang diterima oleh pihak internal dengan bukti hanya berupa kwitansi internal dan Nota Gubernur.
Dijelaskan dalam LHP BPK NTT tahun 2010, pengujian atas dokumen penatausahaan Belanja Bantuan Sosial diketahui terdapat Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp 4.086.500.000 yang diterima oleh pihak internal dengan bukti hanya berupa kwitansi internal dan Nota Gubernur dengan rincian: Bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan yang diberikan kepada pihak internal (eksekutif) Provinsi NTT, seluruhnya 70 kuitansi sebesar Rp 2.666.500.000.
Selain itu, bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan yang diberikan kepada pihak internal (legislatif) Provinsi NTT dalam rangka bantuan pemberdayaan masyarakat, seluruhnya 55 kuitansi sebesar Rp 1.420.000.000.
Sementara di masa kepemimpinan Kajati NTT John Walingson Purba, Kejati NTT menindaklanjuti perintah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM–Pidsus) Kejagung RI, dengan melakukan telaah terhadap kasus dugaan korupsi dana Bansos NTT.
Kajati John Walingson Purba, juga menyatakan pihaknya tidak pernah melakukan penyelidikan maupun penyidikan kasus dugaan korupsi dana Bansos TA. 2010 dan 2011 di Pemprov NTT.
Sebelumnya, Kajati John Walingson Purba sampaikan pihaknya telah menyatakan keseriusan mengusut kasus dimaksud. Namun terpaksa dihentikan, setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT melayangkan surat Gubernur NTT, perihal penyampaian hasil pemantauan penyelesaian TLHP khusus Bansos TA. 2010 dan 2011.
BPK dalam suratnya, menurut Kajati John Purba telah menjelaskan bahwa segala temuan dan rekomendasi, telah ditindaklanjuti Pemprov dengan penyetoran dana ke kas daerah.
“Saya tegaskan, kami sama sekali tidak pernah melakukan penyelidikan ataupun penyidikan terhadap penggunaan ataupun penyaluran dana Bansos NTT,” tandas Kajati John Purba.
Kajati juga katakan, pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan penyimpangan dana Bansos NTT dari LSM PIAR NTT, yang juga menyertakan sejumlah dokumen terkait dugaan penyimpangan tersebut.
Terhadap laporan itu, Kajati memerintahkan Kasi Penuntutan Bidang Tipidsus, Roberth Jimmy Lambila, untuk melakukan telaah.
Namun, sebelum ada hasil telaah, pihaknya menerima salinan surat BPK Perwakilan NTT, sehingga telaah tidak dilanjutkan lagi.
Dijelaskan, telaah dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya indikasi tindak pidana korupsi. Dan sesuai tahapan proses hukum, setelah hasil telaah menunjukan ada indikasi korupsi, barulah akan ditindaklanjuit dengan proses puldata dan pulbaket.
“Setelah pulbaket, baru bisa dilanjutkan ke penyelidikan dengan dasar surat perintah. Dan apabila sudah ada bukti permulaan yang cukup, barulah dilanjutkan ke penyidikan dan penetapan tersangka. Sehingga kalau dibilang SP3, itu sangat prematur, karena SP3 dikeluarkan saat penyidikan, sementara yang kami lakukan baru sebatas telaah,” jelas Kajati John Purba sembari menyatakan siap memberikan klarifikasi ke Kejagung RI.
Sementara, Asisten Tipidsus Gasper Kase, saat itu mengatakan pihaknya mulai menelaah kasus dimaksud, termasuk melakukan pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). (R1)