Connect with us

SOSBUD

Budaya Tradisional Hewokloang Menjaga Empat Pilar NKRI

Published

on

Ilustrasi/ foto: net

Kupang, Penatimor.com – Ekspresi budaya tradisional Hewokloang, Kabupaten Sikka adalah bagian dari identitas budaya Maumere untuk menjaga empat pilar negara dan bangsa dalam wadah NKRI.

Demikian intisiari yang dapat dipetik dari kegiatan Diskusi Kebangsaan Jaga Nian Tana untuk NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945 yang disampaikan penyelenggara kegiatan, Petrus Selestinus dalam keterangan persnya yang diterima media ini, Rabu (13/3/2019).

Kegiatan ini diselenggarakan setelah kampanye dialogis caleg DPC Partai Hanura Sikka dengan menampilkan narasumber Petrus Selestinus (Caleg DPR RI nomor urut dua Dapil NTT 1),  Fabianus Boly (Caleg DPRD Sikka sekaligus Ketua DPC Partai Hanura Sikka) dan Yosef Sutamin Majang (Caleg DPRD Kabupaten Sikka).

Yang menarik dari kegiatan kampanye yang diselenggarakan DPC Hanura dan dihadiri sekitar 1.000 undangan itu, hadir juga beberapa undangan caleg dari parpol di luar Hanura, seperti PDIP, PKB, PAN, PKPI dan Calon Perseorangan DPD RI NTT, Ibu Lusia Adinda Dua Nurak, isteri mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya.

Wakil Bupati Sikka, Romanus Woga mengapresiasi diskusi kebangsaan dengan tema utama “Jaga Nian Tana” yang diselenggarakan oleh DPC Partai Hanura. Diskusi yang dihadiri warga dalam jumlah besar seperti ini pertanda partisipasi masyarakat Sikka dalam menolak radikalisme dan intoleransi di Sikka sangat tinggi.

“Ini sebagai wujud kesadaran untuk berbangsa dan bernegara terutama menjaga keutuhan NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945 dari ancaman paham radikal dan intoleransi,” kata Romanus.

Dia menegaskan, Hewokloang merupakan desa dan sekaligus kecamatan yang kaya akan kearifan lokal sehingga sangat relevan diskusi tentang “jaga nian tana” diselenggarakan di Hewokloang. Karena budaya merupakan salah satu elemen dalam pembangunan karakter bangsa untuk mewujudkan tujuan nasional. Sehingga masyarakat Hewokloang diminta melestarikan tradisi-tradisi warisan nenek moyang yang merupakan obyek pemajuan kebudayaan sebagaimana hal itu sudah diatur dalam UU.

“Hasil diskusi “Jaga Nian Tana” ini hendaknya disampaikan secara tertulis kepada Pemda, karena pada saat yang sama Pemda Sikka pun tengah menyiapkan perda tentang hukum adat dan lembaga adat untuk melaksanakan perintah UU tentang Pemajuan Kebudayaan,” tandas Romanus.

Nilai- Nilai Pancasila

Lusia Adinda Dua Nurak dalam materinya menekankan, budaya NTT adalah budaya yang berpijak pada nilai- nilai Pancasila. Karena sesungguhnya perilaku masyarakat NTT pada umumnya dan Sikka pada khususnya sebagai tempat nenek moyang kampung halamannya, sangat menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Pada kesempatan itu, Lusia menunjukan sejumlah fakta bahwa nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah tumbuh dan berkembang sebagai norma adat di dalam praktek hidup masyarakat Sikka. Masyarakat sudah mempraktekannya jauh sebelum Proklamator RI, Soekarno menggali dan menemukannya di Ende serta disusun menjadi dasar negara.

Lebih lanjut dia menyebutkan, sejumlah ungkapan orang Maumere seperti “ina nian tana wawa, ama lero wulan reta” yang bermakna bahwa ada penguasa bumi dan langit yaitu Tuhan (sila pertama). Juga ada aktivitas masyarakat berupa “sako seng” yaitu menyatunya masyarakat dalam satu kelompok secara gotong-royong untuk menyelesaikan pekerjaan di kebun (sila persatuan). Kemudian ada lembaga “dua moan watu pitu” sebagai wujud adanya kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan kerakyatan.

“Warga dan juga Partai Hanura diharapkan untuk bersama- sama memerangi pemalsuan motif dan proses pembuatan sarung NTT khususnya motif sarung Flores yang saat ini menguasai pasar dan itu akan sangat mengancam kelestarian tradisi tenun ikat NTT di masa yang akan datang,” pinta Lusia. (R2)

Advertisement


Loading...