PENDIDIKAN & SASTRA
Winston dan Ansor Komitmen Dukung Sekolah dan Siswa Hadapi UNBK
Kupang, Penatimor.com – Dua anggota DPRD Provinsi NTT, Mohammad Ansor dari Fraksi Golkar dan Winston Neil Rondo dari Fraksi Demokrat berkomitmen mendorong dan mengawal perkembangan bidang pendidikan di daerah itu.
Wakil Ketua dan Anggota Komisi V DPRD NTT ini mendukung semangat dan tekad kuat sekolah dan para siswa dalam persiapan menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2019 yang bakal diselenggarakan beberapa waktu mendatang.
Dalam komitmen itu, komisi yang membidangi kesejahteraan rakyat itu, Rabu (13/2/2019), bersama mitra melakukan kunjungan kerja ke empat sekolah negeri dan swasta di wilayah Kota Kupang, untuk memastikan bahwa sekolah maupun para siswa siap UNBK.
“Hari ini, saya dan pak Mohammad Ansor selaku Wakil Ketua Komisi V, bersama ibu Shalehah Wongso selaku Kepala UPT Pendidikan Wilayah I, Koordinator Pengawas SMA, dan staf Sekretariat DPRD NTT, berkunjung langsung, melihat persiapan UNBK di empat sekolah,” ungkap Winston.
Winston menyebutkan, ke-empat sekolah yang dikunjungi, yaitu SMA Negeri 11 Kota Kupang, SMA Swasta Beringin, SMA Muhammadiyah dan SMK Muhammadiyah Kota Kupang.
“Sekolah-sekolah ini bukan sekolah utama atau favorit, dan bisa jadi sering dilupakan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah,” sebutnya.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD NTT ini menyampaikan, di SMA Negeri 11 Kota Kupang, mereka langsung bertemu dengan komite sekolah dan guru-guru, serta para siswa.
“Sekolah ini memiliki siswa sekitar 40 orang yang siap menghadapi UNBK. Di sana sudah sangat siap, bahkan simulasi UNBK sudah dilakukan sebanyak dua kali,” katanya.
Dia menjelaskan, pada dasarnya sekolah dan para siswa sudah siap menghadapi UNBK, walaupun masih ada keterbatasan sarana dan prasarana penunjang.
“Di SMAN 11, mereka baru memiliki 12 unit komputer yang akan dipakai untuk UNBK, sedangkan sisanya dibawa sendiri oleh siswa yang memiliki laptop. Kami menemukan sejumlah persoalan di sekolah itu, salah satunya yakni sarana prasarana yang belum memadai,” jelasnya.
Sedangkan untuk SMA Beringin, lanjut Winston, pihaknya menemukan bahwa sekolah ini sangat sederhana. Sekolah hanya menyiapkan ruangan sederhana dengan meja, kursi dan jaringan internet. Sementara untuk komputer atau laptop dibawa oleh masing-masing siswa.
“Seratus persen yang dipakai adalah laptop milik siswa. Belum ada sama sekali fasilitas komputer. Ini sangat memprihatikan, sehingga campur tangan pemerintah diperlukan untuk mendukung sekolah ini,” paparnya.
Winston menyatakan, sarana dan prasarana masih menjadi persoalan utama dalam kaitan dengan proses UNBK, terutama bagi sekolah swasta. Karena itu, kebijakan pemerintah juga harus berpihak kepada sekolah swasta.
“Di APBD 2019, kami mendorong sekitar 120 paket UNBK, fasilitas komputer dan internet. Kami berharap, itu tidak hanya untuk sekolah negeri tetapi juga sekolah swasta yang masih sangat membutuhkan bantuan,” tandasnya.
Senada dengan hal itu, Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT, Mohammad Ansor mengatakan, komisi yang membidangi kesejahteraan rakyat ini berkomitmen memperjuangkan kesejahteraan para guru, baik tunjangan kinerja maupun insentif tambahan untuk guru honorer.
“Ternyata guru honor masih sekitar 60 sampai 65 persen dari total guru yang ada. Jadi sebagian besar merupakan guru honor,” ungkapnya.
Dia menyebutkan, dalam kunjungan ke SMA dan SMK Muhammadiyah Kota Kupang, pihaknya menemukan bahwa SMA Muhammadiyah belum memiliki fasilitas komputer untuk melakukan UNBK. Sehingga dalam proses UNBK, nantinya akan meminjam fasilitas dari SMK Muhammadiyah.
“Tadi kami langsung melihat proses simulasi atau latihan untuk UNBK, ada yang tes tertulis, ada yang konsepnya sudah siap langsung maju ke komputer,” ujarnya.
Menurut Ansor, secara umum siswa sudah cukup siap dan memiliki tekad yang kuat menghadapi UNBK 2019, meskipun dengan keterbatasan fasilitas pendukung yang dimiliki sekolah.
“Dari sekolah-sekolah yang kami kunjungi, secara umum mereka sudah siap untuk melakukan proses UNBK. Kami juga merekomendasikan atau mengingatkan agar lebih sering dilakukan simulasi. Karena ada siswa yang mengaku, mereka gugup berhadapan dengan komputer,” terang Ansor. (R2)