HUKRIM
BPKP Hitung Kerugian Negara Kasus Bansos Sarai
Kupang, penatimor.com – Tim penyidik Bidang Tipidsus Kejati NTT telah meminta BPKP Perwakilan NTT untuk melakukan penghitungan kerugian negara (PKN) terhadap perkara dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) di Pemkab Sabu Raijua (Sarai).
Penyidikan perkara ini bahkan telah selesai dilakukan, dan untuk memperkuat penyidikan perkara dimaksud, pihak Kejati telah mendapatkan ahli yang berkompeten memberikan pendapatnnya mengenai perkara dimaksud.
“Jadi Bansos Sarai sudah selesai. Kejar ahlinya yang lama, dan ahli yang kami dapat ini memang top dan biasa di KPK. Ahli sudah email apa yang menjadi pendapatnya,” kata Kajati NTT Dr. Febrie Adriansyah kepada wartawan di kantornya, belum lama ini.
Tim penyidik yang dipercayakan menangani perkara ini segera ke Jakarta, untuk mengambil berkas dokumen yang menjadi pendapat ahli tersebut.
“Pendapat ahli ini yang jadi pegangan untuk menghitung kerugian negara. Kita minta bantuan BPKP Perwakilan NTT,” jelas Kajati.
Sebelumnya, Kajati mengatakan, pihaknya terus memeriksa para penerima dana bansos tersebut.
“Untuk Bansos Sabu, kemarin memang ada terkendala mengenai penerima karena pecah banyak itu. Tapi berjalan semua, dan mudah-mudahan segera diselesaikan satu per satu,” kata Kajati.
Dijelaskan, penanganan perkara tersebut terus berjalan dan masih berkutat di analisa, karena dana Bansos ini banyak dan pecahannya ke mana-mana, sementara jumlahnya juga kecil-kecil.
“Saya tidak mau melakukan penindakan yang tidak pada titik kruisalnya. Saya ingin melakukan penindakan ini betul-betul memang di titik yang disengaja dimanfaatkan, dan memang digunakan oleh oknum. Dan itu pasti ada keputusan dan tidak mungkin berjalan lama,” kata Kajati.
Dia sampaikan, saat ini sudah diperiksa saksi sebanyak 370 orang, dan dari hasil pemeriksaan saksi itu segera ada kesimpulan untuk menetapkan pihak-pihak yang dinilai paling bertanggung jawab dalam perkara dimaksud.
“Dan ini juga kan pasti kita lakukan ekspos. Ekspos sudah kita lakukan sekali. Kita sudah lihat dimana titik-titik yang digunakan yang kita anggap tidak tepat pemanfaatannya. Pasti ada ujungnya. Saya pastikan itu, apakah ini nanti kita lihat ternyata tidak ada pidananya, kita hentikan. Kalau ada penyimpangan sebatas PP 53 biar kita serahkan ke Inspektorat, kalau ada penggunaan pemanfaatan oleh oknum, kita akan beri tindakan,” tandas mantan Wakajati DKI Jakarta itu.
Orang nomor satu di Kejati NTT itu juga berharap, masyarakat juga terus mendorong dengan informasi-informasi pendukung.
“Saya adalah orang yang tidak suka dengan lambat. Penanganan terasa lambat, tetapi saya sadari juga di pemantapan SDM, ternyata jaksa di kita masih sedikit. Di kita saja, jaksa fungsional hanya dua. Idealnya, untuk TP4D, kalau proyek yang dikawal 10 maka idealnya satu proyek harus ada dua atau tiga orang jaksa. Nah ini yang sangat sedikit, tapi bukan alasan bagi kita. Tapi intinya saya tidak mau lambat mengambil keputusan,” kata Kajati.
“Jadi seperti proses Bansos ini terasa sudah lama, dan saya akan ambil keputusan cepat. Nah ini kita harapkan mungkin diproses Bansos ini, kita sudah tahu sebenarnya pecahnya ke mana saja, penerimanya siapa, bagaimana dia menggunakan itu, pasti kita tentukan sikap,” lanjut dia.
Ditambahkan, jika nanti dianalisa, ternyata sifatnya lebih kepada keperdataan, maka para pihak terkait diminta memperbaiki. Tetapi kalau sifatnya pidana maka akan ditindak, dan Kajati memastikan tidak ada yang diragukan dalam melakukan penindakan.
“Dari 370 saksi yang diperiksa ini sudah mengerucut kepada para pihaknya yang paling bertanggung jawab. Pastilah. Kalau jaksa kan melihat, memilah dia. Itu yang ditarik dan diperiksa serta diperdalam lagi di realisasinya. Biasanya dilihat dari mana besaran anggaran yang diterima penerima. Setiap Bansos, penanganannya tidak mudah karena pecahnya banyak dan ada nilainya kecil-kecil. Ini yang kita analisa,” jelas Kajati Febrie.
Sementara itu, tim penyidik yang dipercayakan menangani kasus tersebut dalam pemeriksaan terhadap 370 saksi, menemukan adanya penerima dana Bansos yang tidak memenuhi kriteria.
“Ada juga penerima yang menerima dana Bansos tidak sesuai dengan jumlah yang sebagaimana mestinya, bahkan ada penerima yang berdomisili di luar Kabupaten Sabu Raijua,” beber Kajati.
Dilanjutkan, ada juga penerima dana bansos yang tidak memenuhi kriteria karena tidak mengajukan proposal dan kriteria lainnya yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
“Dari sekira 410 orang penerima dana bansos Sarai tahun 2013, sudah diperiksa 370 lebih saksi. Masih banyak saksi yang belum diperiksa, khususnya penerima tahun 2014-2015,” imbuhnya.
Pemeriksaan saksi juga sudah dilakukan di Kejati NTT, terhadap sejumlah pejabat Pemkab Sarai, masing-masing Plt. Bupati Sarai Nicodemus Rihi Heke, mantan Sekda Yulius Uly, Kepala Inspektorat Septinus M. Bule Logo, Jairus Lobo Huki (Kuasa BUD dan Kabid Anggaran DPPKAD), Doci Moe (Bendahara Bantuan DPPKAD), Johanes B. Ndena (Kabid Akuntansi DPPKAD), dan Jonathan R. Djami selaku Plt. Sekda.
Saksi lainnya adalah Welem Raga Lay sebagai mantan Kepala DPPKAD yang kini Kepala Badan Keuangan, termasuk Maria Yose Latuperisa selaku mantan Sekretaris DPPKAD dan Arlince Edi Djami (Sekretaris DPPKAD).
Penyidikan perkara dugaan korupsi dana Bansos pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Sabu Raijua (Sarai) tahun anggaran (TA) 2013, 2014 dan 2015 senilai Rp 23 miliar makin mengerucut ke para pihak yang dinilai paling bertanggung jawab dan berpotensi sebagai tersangka.
Namun sebelum sampai pada tahap penetapan tersangka, penyidik masih harus melakukan pemeriksaan sejumlah saksi tambahan.
Tim penyidik juga masih ingin mendalami dan merampungkan pemeriksaan terhadap bendahara Bansos, khususnya mengenai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Kajati Febrie menambahkan, saat ini penyidik Bidang Tipidsus masih berkonsentrasi ke beberapa perkara prioritas, salah satunya kasus dugaan korupsi dana penanganan bencana di seluruh NTT.
“Kasus ini terus berjalan dan penyidik terkosentrasi pada kasus ini, karena menyangkut pekerjaan-pekerjaan yang diprioritaskan jika terjadi bencana, maka itu sedang dilihat se-NTT,” kata Kajati.
Terkait dugaan penyimpangan dana bencana alam, menurut Kajati ada beberapa kegiatan di masing-masing kabupaten, seperti pembangunan fisik dan juga pengadaan alat terkait kebutuhan bencana alam.
“Total anggarannya memang sangat besar dan ini kita prioritas, karena terkait penanggulangan bencana, selain itu juga penyelesaian tunggakan-tunggakan seperti kasus sumur bor. Besok (hari ini) pagi jam 9 kami akan gelar perkara,” sebut Kajati Febrie. (R1)