HUKRIM
Polda Lidik Jaringan Tersangka TPPO
Kupang, penatimor.com – Tim penyidik Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda NTT menunggu hasil penelitian jaksa atas berkas perkara dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking, dengan tersangka MK alias KUS dan BB alias Beny.
Berkas perkara tersebut masih diteliti jaksa peneliti di Kejati NTT, pasca dilimpahkan untuk tahap pertama oleh penyidik, pekan lalu.
Korban dalam perkara tersebut adalah Maria Yovensia Rince Ngole (22), asal Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo.
Korban bernasib nahas, karena setelah direkrut menjadi calon tenaga kerja wanita secara non prosedural, di luar dugaan dia juga dianiaya dan diperkosa oleh perekrutnya.
Kasubdit IV Renakta Kompol Rudi Ledo melalui Panit II Satgas TPPO Ipda Djafar Alkatiri yang dikonfirmasi wartawan, Kamis (11/10), mengatakan, dari hasil pemeriksaan terhadap keluarga korban, masing-masing kedua orangtua serta kakak kandung korban, semuanya menerangkan bahwa korban direkrut tanpa sepengetahuan keluarga.
“Kami masih menunggu hasil penelitian berkas dari jaksa. Kami juga meminta pendampingan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap korban untuk menghadapi perkara ini, karena korban masih sakit dan trauma,” kata Djafar.
Selain itu, penyidik juga terus mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut, yang merupakan jaringan perekrut tenaga kerja non procedural dengan berbagai modus operandi.
“Saat ini kedua tersangka menjalani penahanan di tahanan Mapolres Kupang Kota. Kami terus mendalami jaringan para tersangka dalam melakukan perekrutan calon tenaga kerja. Kedua tersangka mengaku baru pertama kali melakukan perekrutan, tapi kami curigai ada korban lain,” jelas perwira dengan pangkat satu balok di pundak itu.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp 600 juta.
Sebelumnya, Panit I Satgas TPPO Iptu Yohanes Suhardi, mengatakan, korban direkrut pada Juni 2018, ketika tersangka BB meminta kepada tersangka MK untuk mencari calon tenaga kerja di Nagekeo, kemudian tersangka MK pun merekrut korban untuk menjadi calon TKW dengan iming-iming gaji sebesar Rp 3 juta.
Terhadap kasus ini kata Yohanes, pihak keluarga korban melaporkan dugaan kasus penganiayaan terhadap korban di Polsek Boawae, Polres Ngada, dan penyidik melakukan pengembangan penyelidikan.
“Dalam kasus ini penyidik menemukan adanya unsur trafficking, sehingga kami langsung mengambil alih kasus ini dan menanganinya serta mengembangkan kasus ini kemudian mengungkapkan kedua tersangkanya,” jelas Yohanes Suhardi.
Kasus TPPO tersebut terjadi pada bulan Juni 2018, dengan tersangka berinisial MK alias KUS.
Tersangka MK, melakukan perekrutan dan pemindahan, dengan cara bujuk rayu akan mengirimkan korban menjadi seorang tenaga kerja dengan gaji yang akan didapatkan sebesar Rp 3 juta.
Kemudian, tersangka membawa korban dari kampungnya di Desa Ulupulu 1, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, dengan tujuan untuk mengirimkan korban menjadi tenaga kerja ke Jakarta.
Kemudian tersangka membawa korban melalui wilayah Pelabuhan Aimere dan dengan menggunakan kapal feri ASDP menuju ke Kupang, dan selanjutnya diserahkan dan diterima oleh tersangka BB yang kemudian menampung korban di rumahnya selama sekitar 21 hari.
Selanjutnya, pada saat berada di penampungan, korban mengalami penganiayaan dan juga pemerkosaan yang mengakibatkan korban mengalami trauma luka lebam pada tubuh bagian paha dan juga memar pada bagian pipi.
Akibat tindak kekerasan fisik dan psikis tersebut, korban mengalami sakit dan selanjutnya oleh tersangka MK,
korban dibawa pulang kembali ke kampungnya di Desa Ulupulu 1, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo.
Sehingga, korban melaporkan peristiwa tersebut untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. (R1)