Connect with us

UTAMA

Ada 11 Pekerja Seks di Karang Dempel Warga NTT

Published

on

Pemkot Kupang menggelar sosialisasi dan pembahasan rencana penutupan kawasan lokalisasi Karang bersama semua stakeholder di Hotel Maya, Kamis (11/10).

Kupang, penatimor.com – Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang menggelar sosialisasi dan pembahasan rencana penutupan kawasan lokalisasi prostitusi Karang Dempel (KD) di Kelurahan Alak.

Kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan di Hotel Maya, Kamis (11/10), dihadiri oleh semua stakeholder, baik tokoh agama, tokoh masyarakat dan Forkopimda.

Hadir juga Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore, didampingi Wakil Wali Kota Kupang Hermanus Man dan Asisten I Setda Kota Kupang Yos Rera Beka.

Pemkot Kupang mendata, yang bekerja sebagai pekerja seks di Karang Dempel sebanyak 145 orang.

Sebanyak 120 orang berasal dari Jawa Timur, Jawa Barat 2 orang, Jawa tengah 2 orang, Kalimantan Tengah 1 orang, Sulawesi Selatan 3 orang, Lampung 1 orang, NTB 5 orang dan NTT 11 orang.

Wali Kota pada kesempatan itu, mengatakan, penutupan lokalisasi Karang Dempel memang akan menimbulkan berbagai dampak. Baik pro maupun kontra.

Namun dia tegaskan, penutupan lokalisasi ini merupakan program pemerintah pusat yang harus dilaksanakan pemerintah daerah.

“Jadi pertemuan ini untuk mencarikan solusi. Agar bagaimana penutupan tempat lokalisasi ini dapat dilaksanakan dan semua pihak bisa menerimanya, serta dampak ikutannya,” kata Jefri.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Kupang Hermanus Man, menambahkan, rencana penutupan lokalisasi Karang Dempel ini sudah dipublikasikan di media cetak, televisi dan online. Tujuannya agar semua masyarakat mengetahui akan rencana ini.

“Pemerintah juga sudah berpikir tentang 10 langkah yang akan dilakukan untuk penutupan tempat lokalisasi,” kata Hermanus.

Selain Karang Dempel, lanjut Hermanus, juga akan ada beberapa tempat pitrad, spa dan lainnya yang terindikasi ada praktik prostitusi di tempat tersebut.

Dikatakan, dari 145 pekerja seks, 11 orang di antaranya adalah warga NTT. Untuk itu, hal ini perlu dikoordinasikan dengan Gubernur NTT, semua bupati dan lainnya, agar bisa memberi perhatian kepada warganya yang bekerja sebagai pekerja seks.

Hermanus mengungkapkan, di Kota Kupang ada 1.350 penderita HIV/ AIDS, dan salah satu faktor penyebabnya adalah tempat lokalisasi. Memang tidak bisa dikatakan bahwa penyebaran HIV/ AIDS adalah di tempat lokalisasi.

“Tempat lokalisasi ada banyak dampak yang terjadi. Misalnya dampak sosial. Lokalisasi bukan lagi di pinggiran kota, tetapi di tengah kota. Adapun aspek kesehatan, aspek ekonomi, aspek moral dan banyak aspek lainnya,” kata Wawali.

Dia mengaku, semua pitrad di Kota Kupang, akan didata dan semua tidak boleh adanya penambahan. Karena selama dua tahun kedepan, Pemkot Kupang tidak akan mengeluarkan izin pitrad dan lainnya.

Selain itu, semua kos-kosan, hotel dan lainnya akan diperiksa secara rutin oleh aparat kepolisian dan pemerintah akan bekerja sama dengan semua pihak terkait.

Wawali melanjutkan, semua lurah harus rutin memeriksa semua kos-kosan yang ada di wilayahnya.

“Semua pekerja seks akan diperiksa, tes darah untuk memastikan apakah penderita HIV/AIDS atau tidak. Agar ketika dikembalikan ke daerah asal, virus HIV/AIDS tidak disebarkan. Selain itu, bagi masyarakat Kota Kupang akan diberdayakan. Dana PEM akan diberikan agar mereka agar bisa membuka usaha dan lainnya,” ujarnya.

Mewakili Kapolres Kupang Kota, AKP Ongko Tri, mengatakan, dari pihak kepolisian tentu akan mendukung rencana pemerintah untuk menutup tempat lokalisasi prostitusi.

“Hal ini juga menyangkut hajat hidup orang banyak. Dimana ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaan ini. Sehingga perlu adanya solusi agar kedepannya dampak yang terjadi baik negatif dan positif bisa diantisipasi,” katanya.

Mewakili Kodim 1604 Kota Kupang, Harjito, mengatakan, langkah-langkah yang diambil Kota Kupang untuk menutup tempat lokalisasi akan didukung. Apapun yang dibutuhkan akan diberikan untuk mendukung program pemerintah ini.

“Manusia yang sedang kita bicarakan, maka pendekatannya harus dilakukan secara baik, agar dapat dilakukan secara baik dan semua setuju untuk menuju suatu kesepakatan yang didapat,” kata Harjito.

Sementara, salah satu pekerja seks komersial, Adelia, mengatakan, dirinya sedikit keberatan jika disebut sebagai orang yang hina dan lainnya.

“Jika ditutup, apakah pemerintah menjamin masa depan anak-anak kami. Apakah makan dan kebutuhan lainnya bisa dijamin,” tanya Adelia.

Dia mengatakan, di spa ada banyak prostitusi dan lainnya. Jadi bukan hanya di lokalisasi orang berbuat prostitusi, tetapi banyak di jalanan dan di kos-kosan.

“Prostitusi itu bisa terjadi di mana saja. Yang saya mau kasih tau, bahwa para pekerja seks bekerja disana karena ada alasan. Tolong jangan biarkan kami nantinya kehilangan pekerjaan dan akhirnya kami tidak makan dan anak-anak kami menderita,” ujarnya. (R1)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *