POLKAM
Waspadai Aliran Sesat, Sukseskan Pemilu 2019
Kupang, penatimor.com – Kejati NTT menggelar rapat koordinasi pengawasan aliran kepercayaan masyarakat (Pakem) Provinsi NTT dalam rangka menjaga kondusifitas keamanan dan ketertiban menjelang Pilpres dan Pileg 2019.
Kegiatan tersebut berlangsung di Aula Lopo Sasando, Kantor Kejati NTT, Selasa (28/8).
Turut hadir Wakajati NTT Rusdi Hadi Teguh, perwakilan komunitas, paguyuban, tokoh agama, serta organisasi kemahasiswaan di Kota Kupang.
Sementara, pemateri adalah Asisten Intel Lantamal VII Kupang Letkol Laut (KH) Bintang Maniur Lumban Tobing, Asisten Intelijen Kejati NTT Bambang Setyadi, perwakilan Direktur Intelkam Polda NTT AKBP Cornelis Wayong, Wakil Ketua FKUB NTT Abdul Kadir Makarim, Kabinda NTT yang diwakili Kabag Ops Setiawan Bayu dan Kepala Badan Kesbangpol Provinsi NTT Sosilia Sona.
Kabag Ops Binda NTT Setiawan Bayu, memaparkan materinya tentang aliran sesat, keberadaan dan deteksi dini di wilayah NTT.
Sebagai pemateri pertama, Setiawan Bayu, mengatakan, aliran sesat merupakan pandangan atau doktrin yang bertentangan dengan ajaran agama yang disebabkan faktor ideologis, politis, ekonomi, sosial dan pemahaman agama lemah.
Setiawan juga menyebutkan sedikitnya ada 9 aliran sesat yang ada di Indonesia menurut MUI, dan beraksi secara sembunyi-sembunyi menyebarkan ajarannya.
Sementara, aliran Kristen yang meresahkan, seperti Saksi Yehova yang tidak mengenal konsep Tri Tunggal dan tidak wajib menghormati lambang negara seperti bendera merah putih dan Pancasila, termasuk aliran Children of God dan Christian Science.
Sementara aliran sesat di NTT adalah HTI dan Gafatar di Soe, Kabupaten TTS.
Dijelaskan, Saksi Yehova secara tertutup terus merekrut anggota dan menyebarkan ajarannya di sejumlah wilayah kabupaten dan Kota Kupang.
Selain itu, aliran Hisbulah teridentifikasi berada di Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, dimana mereka tidak mengakui adanya pemerintah dan hukum.
“Mereka juga diketahui membangun pemukiman dan hidup berkelompok, termasuk ajaran Ikatan Tenaga Dalam Allah (ITDA) dan Kelompok Doa Sion Kota Allah di Kota Kupang,” sebut Setiawan.
Ditambahkan, dampak keberadaan aliran sesat adalah munculnya pemasalahan dalam pendirian rumah ibadah, hingga munculnya gangguan keamanan.
“Seperti adanya #2019GantiPresiden yang banyak ditunggangi kelompok HTI,” kata Bambang.
Dilanjutkan, berbagai upaya antisipasi dilakukan Binda terhadap keberadaan dan penyebaran aliran sesat.
“Biasanya penganut aliran sesat bergabung dengan berbagai alasan berkaitan dengan kenyamanan. Mereka menemukan ikatan emosional,” sebut dia.
Upaya Binda kata Bambang, adalah pemetaaan dan deteksi dini keberadaan aliran sesat di wilayah NTT.
Termasuk menggalang terbatas tokoh-tokoh aliran sesat, termasuk melakukan sinergitas dengan para pimpinan agama di FKUB.
“Kami juga menyarankan akan adanya upaya penguatan regulasi yang mengatur hal ini, dan penguatan FKUB secara institusional, serta penguatan forum dialog dan menumbuhkan program yang memperkuat kerukunan dan toleransi umat beragama di NTT,” imbuhnya.
Sementara, pemateri kedua disampaikan AKBP Cornelis Wayong selaku Kasubdit Sosbud Dit Intelkam Polda NTT.
Cornelis mengatakan, di Kota Kupang juga terdeteksi keberadaan aliran yang berdampak pada gangguan Kamtibmas seperti Syiah.
“Mereka ditolak masyarakat, namun saat ini diizinkan salat di Masjid Bonipoi tapi tidak bisa menyampaikan khotbah,” beber Cernelis.
Ada juga Saksi Yehova di Jalan Anggrek Kelurahan Oepura dengan jumlah pengikut sekira 250 orang yang diketuai Herman Max Raga, Sekretaris Donatus Biaf dan Bendahara Heri Mesakh.
“Saksi Yehova ini menyebarkan ajarannya dari rumah ke rumah, mempengaruhi warga masyarakat atau umat yang sudah mempunyai agama yang jelas dengan iming-iming akan diberikan beasiswa. Ini yang membuat resah, dan sudah pernah ada aksi untuk membubar paksa kelompok ini. Dari penyelidikan mendalam kami, mereka juga tidak menghormati lambang negara termasuk bendera merah putih, sehingga masuk kelompok anti Pancasila. Walau bukan radikal tapi kelompok ini halus permainannya sehingga patut diwaspadai,” beber Cornelis.
Saksi Yehova juga ada di Kabupaten TTS, tepatnya di Kelurahan Kesetnana Kecamatan Kota Soe, dengan jumlah pengikut sekira 40 orang.
“Kita terus lakukan upaya-upaya agar kelompok ini kegiatannya tidak berdampak pada Kamtibmas, termasuk Pilpres dan Pileg tahun 2019 mendatang sehingga berjalan sukses, lancar dan demokratis,” tandas dia.
Di Kabupaten TTU, lanjut dia, Saksi Yehova juga teridentifikasi memiliki 10 orang pengikut, dan Kabupaten Belu dengan 40 orang pengikut.
“Di Kabupaten Sikka pengikutnya ada 50 orang dan Sumba Timur ada 100 orang pengikut,” sebut Kasubdit Sosbud.
Dia melanjutkan, persoalan yang sama di sejumlah kabupaten yang ada Saksi Yehova, juga sama dengan di Kota Kupang.
Dimana masyarakat tetap menolak, namun terus ditanggulangi, sehingga tidak sampai mencuat ke permukaaan dan menimbulkan gangguan Kamtibmas.
Masih menurut Cornelis, di Desa Waowalo Kabupaten Lembata, juga terdapat Jemaat Muslimim Hisbullah dengan pengikut sekira 5 KK atau 16 jiwa.
“Ajaran atau doktrin ajarannya bertentangan dengan alquran. Ketuanya Ustad Mansyur Beseng Langoday,” ungkap Cornelis.
“Ada juga Jemaat Ahmadiyah di Kecamatan Nagawutun Kabupaten Lembata. Ada sepasang suami isteri yang telah mendirikan PAUD dan mendapat penolakan dari masyarakat setempat,” sambung dia.
Begitu pula di Kabupaten Manggarai Barat ada aliran Khilafatul Muslimin dengan pengurus Ustad Muktar Hadyono yang diduga memiliki hubungan dengan ISIS dan ajarannya diduga bertentangan dengan Alquran, serta ingin merubah sistem negara dari Pancasila ke sistem Khilafah atau negara Islam.
Terkait keberadaan kelompok ini juga mendapat penolakan keras dari MUI Kabupaten Manggarai Barat dan masyarakat setempat.
Selanjutnya, di Kabupaten Sumba Barat ada Lembaga Dakwa Islam Indonesia (LDII) dengan 19 pengikut yang walaupun keberadaannya tidak mendapat penolakan dan menimbulkan gangguan Kamtibmas, namun perlu diwaspadai karena ajarannya dinyatakan MUI Pusat sebagai aliran sesat karena mengganggap kafir orang muslim di luar LDII.
Tak hanya itu, Cornelis sampaikan, di Kabupaten Alor ada juga aliran Ahmadiyah dengan pengikut 19 orang dan mendapat penolakan dari masyarakat karena tidak mengakui Nabi Muhammad menjadi Nabi dan menjanjikan munculnya nabi baru, termasuk ajarannya bertentangan dengan Alquran.
“Penyelidikan kami, anggota dari kelompok-kelompok ini terus bertambah, khususnya Saksi Yehova. Ini karena banyak masyarakat yang tergiur iming-iming mereka, sehingga menimbulkan keresahan dan berdampak pada gangguan Kamtibmas,” sebut dia.
Dia juga mengimbau masyarakat jangan mudah terpancing iming-iming oleh kelompok Saksi Yehova dan tidak main hakim sendiri jika terdapat aktivitas mereka yang mengganggu Kamtibmas.
“Mari kita bersama-sama menciptakan kondusi NTT yang kondusif dalam menghadapi Pilpres dan Pileg 2019 sehingga tidak terjadi gangguan Kamtibmas berskala besar yang diakibatkan oleh aliran atau kelompok kepercayaan,” harapnya.
Asisten Intel Lantamal VII Kupang Letkol Laut (KH) Bintang Maniur Lumban Tobing, sebagai pemateri ketiga, mengatakan, Lantamal bersinergi dengan semua lembaga terkait dan satuan samping untuk pelaksanaan Pakem, khususnya kepada masyarakat yang rentan terhadap aliran sesat.
“Misalnya iming-iming yang dikemas dalam berbagai modus operandi kepada masyarakat. Kita juga dapat menjadi tempat penyaluran bantuan kepada masyarakat yang rentan terhadap pengaruh aliran sesat,” kata Bintang.
Wakil Ketua FKUB Provinsi NTT Abdul Kadir Makarim, mengatakan, butuh peran serta semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga NTT agar tidak terjangkit virus luar seperti aliran-aliran radikal.
“Memang jamaahnya sangat kecil tapi sangat mengganggu. Mereka adalah yang merusak ajaran Islam,” tandas Makarim.
Sosok yang juga Ketua MUI Provinsi NTT itu juga mengklarifikasi informasi sesat di masyarakat tentang Jemaah Tablik.
Menurut dia, Jemaah Tablik adalah umat Islam taat yang mencari umat musim yang tidak taat untuk ke masjid, dan kelompok ini tidak pernah menggangu orang lain karena memang benar-benar hanya fokus melakukan salat.
Makarim melanjutkan, NTT dengan predikat sebagai Nusa Terindah Toleransi harus terus dipertahankan dan dikembangkan sebagai daerah yang selalu menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan, baik sesama umat beragama, antar umat beragama dan toleransi dengan pemerintah.
Dia menambahkan, semua permasalahan antar umat beragama di NTT juga disalurkan melalui FKUB Provinsi NTT dan juga FKUB di seluruh Kabupaten/Kota untuk dibahas bersama dan dicarikan solusi terbaik.
Tampil sebagai pembicara kelima, Kepala Badan Kesbangpol Provinsi NTT Sisilia Sona, memaparkan tentang peran pemerintah memberikan dan menjamin perlindungan terhadap aliran kepercayaan.
Menurut Sisilia, di NTT terdapat aliran kepercayaan yang merujuk kepada kearifan lokal, dan tersebar di kabupaten/kota, dimana saat ini terdata ada Uis Neno di Timor, Jingtiu di Sabu dan Merapu di Sumba.
“Baru Merapu yang sudah diakui oleh negara sesuai putusan MK dan sebagai ormas untuk aliran kepercayaan. Sehingga harus mentaati aturan agar bisa terdaftar di pemerintah dan mendapat surat tanda terdaftar,” jelas dia.
Mantan Sekwan DPRD Provinsi NTT itu melanjutkan, pemerintah harus melakukan berbagai upaya solutif, agar tidak terjadi gesekan atau konflik antara umat beragama dan aliran kepercayaan.
“Gubernur mengambil kebijakan untuk menghindari gesekan antar umat beragama,” sebut Sisilia.
Peran pemerintah lainnya kata Sisilia adalah mencegah dan mengindetifikasi keberadaan aliran kepercayaan dan para pengikutnya, serta melakukan pencegahan dini akan adanya potensi timbulnya masalah baru.
“Pemimpin agama juga harus memperkuat dan mempertebal iman umatnya masing-masing agar tidak mudah terprovokasi, walaupun itu hak asasi seseorang. Sehingga menghindari timbulnya gesekan yang mengganggu,” harap dia.
Pemerintah juga harus terus mengimbau warga masyarkatnya untuk tetap rukun dalam kehidupan bermasyarakat.
“Walaupun NTT mendapat predikat sebagai provinsi tertolentasi dengan indeks tertinggi dari 34 provinsi. Namun apakah tidak ada gesekan terhadap kehidupan bermasyarakat. Kita harus tetap waspada karena gesekan bisa muncul di tengah kita disebabkan berbagai hal,” tandas Sisilia.
“Kalau kita menghendaki NTT tetap aman maka apapun akan dilakukan dengan semangat kerukunan dan kebersamaan,” lanjut dia.
Menghadapi Pileg dan Pipres, pemerintah menginginkan agar demokrasi berjalan dengan bermartabat dan berkualitas. Untuk itu harus tertib, kondusif dan sukses penyelenggaraan kontestasi politik nasional tersebut.
Sisilia melanjutkan, dalam pertemuan dengan Bawaslu RI di Jakarta jelang Pilkada Serentak 2018 beberapa waktu lalu, NTT termasuk wilayah rawan 1.
Namun Pemprov NTT menjamin melaksanakan Pilkada 2018 dengan aman dan sukses.
“Pemerintah dan aparat keamaan selalu sigap menciptakan situasi kondusif. Dan NTT membuktikan itu dalam Pilkada kemarin dimana kondisi secara umum kondusif,” ungkap dia.
Masih menurut Sisilia, pihak penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, juga harus benar-benar bekerja independen.
Selain itu, Parpol juga harus bisa memberikan pendidikan politik yang berkualitas dan berintegritas, dan membiarkan masyarakat memilih sesuai pilihannya dan hati nurani.
Sehingga semua tahapan dapat berjalan sesuai regulasi, dan pemerintah juga terus mengawal proses Pileg dan Pilpres agar berjalan secara aman dan lancar.
“Kita tidak boleh lalai dan lengah, tapi terus bergandengan tangan semua elemen masyarakat, rapatkan barisan, bertekad dan bersatu mensukseskan Pilpres dan Pileg 2019,” ajak Sisilia.
“Cari jalan keluar yang baik untuk mensukseskan pesta politik nasional ini dan bebas dari gesekan yang mungkin tidak signifikan,” lanjut dia.
Asisten Intelijen Kejati NTT Bambang Setyadi yang juga Wakil Ketua Pakem Provinsi NTT, mengatakan rapat koordinasi tersebut dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan Pakem dan adanya hal-hal yang berpotensi mengganggu Pileg dan Pilpres di NTT.
“Diupayakan ada aturan khusus di NTT dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Sehingga penyelesaian masalah nantinya secara Pakem dan bukan secara pidana,” ungkap Bambang.
Dia sampaikan, keberadaan aliran sesat telah mempengaruhi masyarakat, dan hal ini harus secepatnya dilaporkan ke aparat keamanan sehingga dilakukan pengawasan.
“Seperti kelompok aliran Gafatar yang memberikan harapan-harapan sehingga dengan mudah mempengaruhi masyarakat yang rentan,” ungkap dia.
Bambang juga mengajak seluruh elemen masyarakat bersama pemerintah dan aparat keamanan untuk terus menjaga ketenangan dan keamanan di wilayah NTT.
“Agar masyarakat terhindar dari kelompok-kelompok aliran kepercayaan atau aliran sesat yang punya keinginan tertentu untuk mengganggu dan memecah belah kerukunan hidup umat beragama dan situasi Kamtibmas daerah ini,” pungkas Bambang. (R1)