Connect with us

UTAMA

Selama 2018, 1.380 Orang TKI Berangkat Ilegal, 71 Meninggal

Published

on

Pemateri sementara menjawab pertanyaan peserta diskusi yang digelar GMKI dan KOMPAK Kupang di Hotel New Aston Kupang, Jumat (3/8).

Kupang, penatimor.com – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang dan Komunitas Orang Muda Lintas Agama (KOMPAK) menggelar diskusi interaktif melibatkan beberapa elemen masyarakat yang konsern terhadap human trafficking.

Diskusi interaktif di Hotel New Aston Kupang, belum lama ini, tersebut bertujuan untuk menyatukan presepsi dan mencarikan solusi memberantas kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking yang semakin merajalela di NTT.

Pemateri dalam kegiatan tersebut di antaranya, Kepala Dinas Nakertrans Provinsi NTT Drs. Bruno Kupok, Kepala BP3TKI NTT Siwa,SE., Perwakilan LSM JPIT Elin Out dan Kompol Rudy Ledo, S.IK selaku Kasubdit IV Direskrimum Polda NTT.

Maraknya persoalan human trafficking, cukup menyita perhatian masyarakat NTT. Keadaan ini semakin parah dengan semakin bertambahnya korban yang kian hari makin bertambah berdasarkan data yang terkumpul sepanjang tahun 2018.

Terhitung periode Januari-Juli, tercatat sebanyak 71 korban yang dipulangkan karena meninggal dunia.

Sampai dengan sekarang kondisi ini belum juga teratasi, sehingga tentunya harus didiskusikan secara kolektif oleh semua elemen masyarakat agar bisa mendapat sebuah solusi untuk mengatasi masalah kemanusiaan ini.

“Human trafficking merupakan masalah klasik yang terjadi sampai hari ini,” ungkap Ketua GMKI Kupang Christo M. T. Kolimo, saat memandu kegiatan diskusi.

Christo Kolimo menjelaskan, penyebab utama terjadinya human trafficking adalah kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan serta ketrampilan yang dimiliki oleh masyarakat NTT, terutama mereka yang berada di pedesaan, sulitnya lapangan pekerjaan selain itu juga pelaksanaan hukum di Indonesia juga patut dipertanyakan.

“Situasi inilah yang terbaca oleh para calo untuk memanfaatkan keadaan dengan mengembangkan praktuk trafficking di tempat yang diindikasikan mudah menjerat para korbannya. Keadaan ini kemudian menjadi pergumulan bersama di Indonesia pada umumnya dan pada khususnya di NTT,” papar Christo Kolimo.

Ditambahkan, di NTT terhitung beberapa tahun terakhir ini kasus human trafficking semakin meningkat.

Untuk tahun 2018, lanjut dia, terhitung sejak bulan Januari-Juli 2018 sudah sebanyak 71 orang TKI yang meninggal dan dikirim kembali.

Lantas apa sikap strategis semua elemen untuk menghentikan masalah human trafficking yang terjadi.

“Kita perlu duduk bersama dan menyatukan presepsi, karena masalah kemanusiaan ini sangat meresahkan masyarakat NTT dan tidak pantas dialami oleh masyarakat NTT. Hasil diskusi ini menjadi rekomendasi GMKI Kupang kepada Pemerintah Provinsi NTT dalam hal ini Pak Gubernur yang dilantik nanti. Dengan sangat yakin, beliau akan membantu masyarakat keluar dari trauma human trafficking di NTT,” tutup Christo Kolimo.

Sedangkan Kepala BP3TKI NTT Siwa, SE., saat memaparkan materinya, mengatakan, dari total keseluruhan yang selama ini terjadi berkaitan dengan human trafficking, 90 persen korban merupakan TKI ilegal, sementara 10 persennya adalah legal.

Kondisi ini sangat disayangkan bagi masyarakat yang memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk menjadi TKI, lebih memilih menjadi TKI secara ilegal.

Dijelaskan, sepanjang tahun 2018, telah diberangkatkan 1.380 orang secara legal. Sedangkan TKI yang menjadi ilegal di luar negeri lebih banyak dari jumlah TKI yang legal.

Setelah dilakukan penelitian terhadap masalah yang terjadi, di temukan beberapa faktor terjadinya jumlah TKI ilegal sangat banyak.

“Ada beberapa alasan yang sering digunakan oleh calo untuk mengarahkan TKI secara ilegal, karena proses kepengurusan administrasi dan identitas diri yang sangat panjang dan membutuhkan waktu yang panjang, termasuk kurangnya informasi atau sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya human trafficking,” kata Siwa.
Selain itu, Kompol Rudy Ledo, S.IK., selaku Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTT, yang menjadi pembicara kedua dalam diskusi ini, mengatakan, pihak kepolisian khususnya Polda NTT tentu memberikan perhatian serius terhadap masalah trafficking, namun tentunya tidak hanya pihak kepolisian yang sendiri memberantaskan masalah ini, namun diharapkan ada keterlibatan semua pihak.

Sebagai tindakan serius, lanjut dia, kepolisian bekerja sama dengan instansi terkait untuk membentuk Satgas TPPO dan menempatkan petugas yang sudah dilatih khusus agar bisa mencegah calon TKI ilegal yang diberangkatkan lewat pelabuhan maupun bandara.

“Untuk mengungkap pelaku human trafficking, sudah beberapa kali kepolisian mengagalkan calon TKI yang tidak ada dokumen resmi. Selain itu pihak kepolisian mengungkapkan kasus human trafficking dan sementara menjalani masa tahanan maupun yang sementara diproses,” kata Rudy Ledo.

Kepala Dinas Nakertrans Provinsi NTT Drs. Bruno Kupok, mengakui kegagalan pemerintah mengatasi masalah human trafficking karena salah satu penyebabnya adalah kesejahteraan masyarakat belum terpenuhi.

Selain itu yang diupayakan pemerintah sementara ini hanya sebatas di negara dan daerah khususnya di NTT, sementara tenaga kerja di luar negeri belum tersentuh.

Jumlah TKI ilegal di luar negeri lebih banyak dari jumlah TKI legal.

Kondisi ini menunjukan bahwa keingginan masyarakat NTT untuk hidup di luar negeri sangat tinggi, namun prosedur yang diterapkan sangat sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama.

“Setelah melihat ini, kami sudah membentuk pelayanan kepada TKI untuk mengurus semua berkas administrasi secara satu atap. Namun pemerintah segera berkoordinasi dengan pemerintah negara-negara yang menerima TKI untuk melegalkan TKI ilegal, atau seperti apa sehingga tidak ada pemulangan jenazah yang terus dilakukan,” papar Brumo Kupok.

Elin Otu, perwakilan dari LSM JPIT, mengatakan, masalah human trafficking menjadi pergumulan banyak pihak agar secepatnya diatasi karena belum terselesaikan.
Yang perlu dilakukan kata Elin, adalah melakukan identifikasi terhadap masyarakat NTT terkait dengan masalah ini, agar pemerintah dan semua stakeholder dapat mengambil keputusan yang tepat.

Kegiatan tersebut ditutup dengan membacakan komitmen bersama yaitu: “Berhenti Bajual Orang NTT, Katong Sonde Diam”. (R1)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *