UTAMA
Jhoni Kala Banjir Puisi
Jakarta, penatimor.com – Aksi heroik Johanis Andi Kala (14), atau yang akrab disapa Jhoni, siswa SMPN 1 Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, benar-benar mendapat apresiasi semua pihak, dari masyarakat biasa hingga Presiden.
Tidak sedikit hadiah yang sudah dia terima, mulai dari hadiah uang tunai, beasiswa hingga renovasi rumah.
Ada wujud apresiasi yang unik, yaitu tidak sedikit yang menciptakan puisi untuk bocah remaja dari wilayah perbatasan Indonesia- Timor Leste itu.
Berikut ini kutipan beberapa puisi yang dipersembahkan khusus untuk si bocah heroik yang aksinya membuat decak kagum.
HEROIK
Johanis Gama M Lau,
dalam usiamu,
Kau Peragakan Jiwa Heroik,
Anak kicil (dialeg Timor: anak kecil) itu. Pagi-pagi sakit perut. Maka tempatnya adalah di tenda. Menepi. Berjarak. Dari keriuhan upacara. Fokus tertuju pada Sang Merah-Putih. Pasukan pengibar. Tentu juga pada Wabub dan jajarannya.
Tak lama berselang. Kegelisahan menyeruak. Tali putus. Melambung tinggi. Menyamai tiang. Kebingungan tentu melanda. Para pengibar sigap membentang sang Merah-Putih.
Gelisah itu, menyeruak masuk tenda pesakitan. Sontak. Anak kicil itu bergegas. Tanpa alas kaki. Dengan celana terkesan kedodoran. Ia merapat. Menggapai tiang. Kaki tangan beradu tiang. Hentak-hentakan kecil menggerakkan ia. Menuju puncak.
Di tengah ia terhenti. Menarik napas. Satu tujuan. Puncak. Tapi di bawah. Panitia dan para pembesar itu terkesan mendua. Terdengar aba-aba “lanjut”. Tapi jelas juga terdengar, teriakan “turun”.
Mereka tak tau. Isi kepala si kicil. Ternyata. Perhentian itu adalah taktik ambil energi. Kaki tangan beradu lagi. Mengapit tiang. Menuju puncak.
Seketika kegelisahan jadi tepuk tangan. Sorak gembira. Si kecil meluncur turun. Ujung tali dipegangnya erat. Si kicil disambut.
Pagi itu. Ia sepertinya berpindah-pindah. Dari barisan ke tenda pesakitan. Tergerak ke ujung puncak tiang bendera. Lalu berdiri mengapit persis di samping podium, Pak Wabup. Dan coba lihat kakinya. Ternyata. Tanpa alas kaki.
Walau berdiri di samping Wabup. Ia tak tinggalkan kekanak-kanakannya. Lihatlah. Sekalipun serius ia ikut beri hormat, senyumnya selalu tersungging. Giginya yg putih mengontraskuatkan kehadirannya. Bahkan. Saat beradu senyum, ia tampak sama manisnya dgn Menpora.
Ahh.. si kicil anak Timor. Kau peragakan kekuatan budi dan akalmu. Budimu menjunjung tinggi Merah-Putih. Mengalahkan akalmu yang akan berhitung dulu soal keselatan dan kenyamananmu memanjat tiang bendera.
Si kicil. Kau menguak rahasia. Daya juang para Pahlawan. Yang rela mati demi Merah-Putih. Tanpa pamrih, melupakan kalkulasi untung rugi. Mereka telah mengorbankan jiwa-raganya. Demi Merah-Putih.
BRAVO, Johanis Gama M Lau
By Prudensius Maring.
ADEKALLA
Johanes Adekalla
Siapkah kamu?
Bertahun-tahun tak banyak
yang kenal kamu
Hanya ibu bapakmu
Hanya saudara-saudaramu
Hanya teman sedesamu
Hanya teman sekolahmu
Hanya guru-gurumu
Yang mengenalmu
Johanes Adekalla
Tahukah kamu
Kini semua mulut di negeri ini
menyebut namamu
Dari rakyat jelata sampai penguasa
Dari anak-anak sampai orang tua
Baik laki-laki maupun perempuan
Dari Sabang sampai Merauke
Dari Miangas sampai Rote
Johanes Adekalla
Kamu dikenal
Namamu disebu-sebut
Kamu dipuji-puji
Kamu disanjung-sanjung
Bukan karena berteriak lantang
Bukan karena ngomong keras di forum-forum terhormat dan dianggap terhormat
Bukan karena muncul di teve-teve, di radio-radio, di koran-koran
Bukan pula karena pendapatmu kontroversial atau memerahkan telinga, mendirikan bulu kuduk.
Bukan, bukan karena semua itu
Juga bukan karena wajahmu sering muncul di instragram, face book, WA, SMS
Johanes Adekalla
Kamu dikenal karena memang terkenal
Kamu dipuji, memang karena pantas dipuji
Kamu melakukan hal yang tidak dilakukan orang lain
Kamu segera bertindak ketika melihat tali putus di ujung tiang
Kamu bertindak ketika Merah Putih tak bisa berkibar
Kamu beraksi ketika banyak orang masih berpikir mencari solusi
Kamu beraksi ketika orang masih saling menyalahkan…
Kamu memanjat tiang tinggi bukan untuk mencari puja-puji, bukan untuk mencari simpati, bukan untuk sekadar aksi
Johanes Adekalla
Kamu berani nekad
Nekad mempertaruhkan segalanya
Di saat banyak orang hitung-hitungan
Tetapi bagimu Merah Putih nomor satu
Bagimu Merah Putih harus terus berkibar di atas Bumi Pertiwi.
Kalau perlu dibela sampai mati
Yohanes Adekalla
Itulah kamu..
Kamu yang bukan kamu
Itulah kamu yang tlah membuka mata dan hati kami-kami
Bahwa Merah Putih harus dibela sampai mati…..
Cinere, 18 Agustus 2018
Trias Kuncahyono
Terima Kasih, Anakku
Anakku Johanis Gama Marshal Lau
kamu pasti lupa
siapa namamu
berapa umurmu
bagaimana nilai rapormu
tapi ketika Merah Putih
tak bisa dikibarkan
di kota kecil Matoain
tekadmu menyala
nyalimu berkibar
Anakku Johanis Gama Marshal
kamu pasti lupa
apa suku bangsamu
apa agamamu
di mana tempat tinggalmu
tapi ketika Merah Putih
tak bisa dikibarkan
di perbatasan Timor Leste
darahmu terbakar
akalmu bersinar
Anakku Johanis Gama
kamu pasti lupa
siapa orangtuamu
apa ilmu dan gurumu
berapa followermu
tapi ketika Merah Putih
tak bisa dikibarkan
kamu segera berlari
memanjat tiang bendera
yang tingginya menjulang
Anakku Johanis
kamu pasti lupa
siapa wakil bupatimu
siapa pemimpinmu
apa ideologimu
tapi ketika Merah Putih
tak bisa dikibarkan
kamu teguhkan imanmu
kamu sambung tali jiwamu
demi lambang negaramu
Anakku
terima kasih sudah
ingatkan rakyat bangsamu
tanpa satu angka rupiah
tanpa mulut berbusa bisa
tanpa janji seribu dusta
kamu berbuat nyata
dan kami terpana
hanya demi bendera
demi Negara Indonesia
kamu bertaruh nyawa
tanpa senjata
Noorca M. Massardi
Kuta, 180818.
Puisi-puisi ini juga telah tersebar luas di media sosial maupun boardcast WhatsApp grup. (R3)