POLKAM
Perlu Solusi Terkait Dampak Penghentian Guru Honorer
Kupang, Penatimor.com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) didesak segera mencari solusi terkait penghentian tenaga guru honorer terutama guru komite sekolah yang dilakukan oleh hampir semua sekolah di NTT.
Anggota DPRD NTT dari Fraksi PDI Perjuangan, Patris Lali Wolo sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Selasa (24/7/2018).
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT ini, penghentian terhadap guru komite sekolah yang terjadi berkaitan erat dengan Peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan Surat Edaran (SE) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Nomor 421 Tahun 2018 terkait penghentian pungutan kepada orangtua siswa.
“Ini dampak positifnya terhadap keringanan beban orangtua siswa, tetapi dampak sosial dan negatifnya yang sampai hari ini sebagai wakil rakyat terus menerima laporan dari semua sekolah bahwa saat ini sudah menghentikan guru-guru komite di tiap sekolah yang ada” ungkap Patris.
Patris menyatakan, tentu dengan terjadinya penghentian terhadap para guru honorer ini akan sangat berdampak pada kualitas pendidikan dan juga rasio guru yang mana dengan rombongan belajar yang makin tinggi.
“Ini tentang kualitas yang akan bermasalah. Oleh karena itu, saya sudah mengusulkan pada forum rapat agar segera dilakukan rapat dengar pendapat dengan dinas pendidikan dan pemerintah untuk menyikapi hal ini,” ujarnya.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka ini berargumen, ketika semua guru honorer khususnya guru komite sekolah diberhentikan maka akan timbul persoalan baru, yaitu soal lapangan kerja di mana tingkat pengangguran akan semakin bertambah. Selain itu, juga akan berdampak pada kualitas pendidikan di NTT.
“Karena saat ini untuk guru komite dihentikan, lapangan kerja menjadi terganggu dan pengangguran akan bertambah dan jadi masalah, dampak dari kualitas pendidikan juga akan bermasalah,” katanya.
Sementara itu, lanjut Patris, untuk pengangkatan guru-guru honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), harus berdasarkan Surat Keputusan (SK) gubernur atau SK bupati, namun hingga saat ini guru honorer di NTT belum mendapatkannya.
“Hal ini sangat meresahkan, karena guru-guru honorer terutama honor komite menjadi urusan pemerintah provinsi. Maka kami mendesak untuk segera cari solusi atau jalan keluar untuk hal ini,” tandas Patris.
Untuk diketahui, dalam Peraturan Mendikbud Nomor 75 Tahun 2016 ditegaskan pihak sekolah tidak diperbolehkan melakukan pungutan kepada orangtua siswa.
Dalam Pasal 10 disebutkan bahwa komite sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.
Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lain oleh komite sekolah dilakukan dalam bentuk bantuan atau sumbangan sukarela, bukan dalam bentuk pungutan melalui keputusan komite sekolah yang besarannya ditentukan. (R2)