Connect with us

NASIONAL

Fary Francis Janji Bahas Ojol dengan Kemenhub dan Aplikator

Published

on

Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis menerima pernyataan sikap dari perwakilan Ojol di ruang Komisi V, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/4).

Jakarta, penatimor.com – Komisi V DPR akan menindaklanjuti pengaduan Forum Peduli Transportasi Online Indonesia (FP-TOI) dan Perkumpulan Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Indonesia (PPTJDI) mengenai keberadaan ojek online (ojol) atau daring, dengan Kementerian Perhubungan dan Aplikator pekan ini. Pemerintah harus mencarikan jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah angkutan ojek online.

Demikian mengemuka saat Komisi V DPR RI dipimpin Ketua Komisi Fary Djemi Francis Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan perwakilan FP-TOI dan PPTJDI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (23/4).

Pendamping FP-TOI Azas Tigor Nainggolan dalam kesempatan ini menyampaikan tuntutan, menetapkan tarif bayar paling bawah Rp3.200, mendesak Presiden membuat regulasi atau payung hukum bagi ojek online, merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya dan meminta agar transportasi online diakui sebagai salah satu moda transportasi publik.

Menanggapi pengaduan itu, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis menegaskan, Komisi V akan membahas pengaduan dan masukan pengemudi ojek online dengan Menteri Perhubungan, sekaligus menghadirkan perusahaan aplikator. Tuntutannya hanya ingin hidup layak, salah satunya melalui penetapan tarif yang rasional.

“Kita juga pertanyakan kepada aplikator tentang kejelasan bermitra seperti apa, termasuk pembatasan keanggotaan driver, sebab setiap hari bisa menerima pendaftaran hingga 500 orang, sementara hak-hak yang sudah menjadi anggota tidak ada kejelasan,” kata Fary.

Hal yang sama dikatakan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Anton Sukartono Suratto. Ia mendesak pemerintah untuk mensikronisasi regulasi antar kementerian agar aturan transportasi daring berlaku adil bagi seluruh stakeholder yaitu aplikator, sopir dan penumpang.

Dia juga meminta Baleg untuk menyusun naskah akademik draf atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ. “Ini suatu keniscayaan. Angkutan lain seperti taksi atau bajaj diatur, mengapa ojek tidak? Padahal tahun 1974 sudah ada,” tukasnya dengan berharap pemerintah agar mencarikan jalan terbaik.

“Kita tak mau pemerintah tak hadir pada saat rakyat membutuhkan. Beri kami masukan untuk bisa memperjuangkan hak-hak para angkutan online,” tambahnya.

Sedangkan Anggota Komisi V DPR RI Rendy Lamadjido menegaskan, ojek online atau sistem aplikasi tidak bisa ditolak. Tidak ada yang bisa menolak kehadiran sistem angkutan berbasis Teknologi Informasi (IT) dengan aplikasi.

Ditegaskannya, selama pemerintah belum mampu mengeluarkan regulasi maka ojek motor dikategorikan angkutan tradisional dan ini harus ada kesepahaman bahwa motor ini adalah angkutan umum tradisional, sepanjang pemerintah belum menyiapkan sistem angkutan lain. Meski perlu ada pengaturan spesifikasi bahwa motor tidak boleh digunakan untuk angkutan jarak jauh dan motor angkut barang yang berlebihan.

Ia berkomitmen, pihaknya akan membantu menyelesaikan masalah ojek online karena ini menjadi persoalan nasional, walaupun tak dipungkiri ada keterlamabatan.

“Ini semacam pembiaran, akibatnya seperti ini. Kami akan mencoba membantu menyelesaikan dalam waktu singkat. Saya sangat peduli, akan membantu dan merealiasasikan secepat mungkin,” tandasnya. (R1)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *