PENDIDIKAN & SASTRA
Miris! 10 Siswa SMP Negeri 1 Amfoang Timur Diusir dari Sekolah Saat Ujian karena Belum Bayar Iuran
KUPANG, PENATIMOR – Sebanyak 10 siswa pada SMP Negeri 1 Amfoang Timur, Desa Kifu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diusir dari sekolah saat ujian semester II berlangsung lantaran belum melunasi iuran sekolah.
Kejadian ini memicu kekecewaan dan kemarahan dari para orangtua siswa yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak sekolah.
Filmus Nalle (45), salah satu orangtua siswa, mengungkapkan bahwa para siswa yang diusir tersebut adalah Leo Tenis, Glorya Anunut, Devi Baitanu, Jhazend Nalle, Armando Sanaunus, Dicky Kono, Nirsa Baitanu, Jumila Tausus, Gebi Manuel, dan Yitran Naben.
Mereka diusir karena belum membayar iuran bulanan sebesar Rp35.000, uang alpa sebesar Rp5.000 per hari, serta uang pembangunan sebesar Rp100.000 per tahun.
“Pengusiran ini dilakukan karena anak-anak kami belum membayar iuran. Pihak sekolah tidak mengizinkan mereka mengikuti ujian,” kata Filmus melalui saluran telepon.
Para orangtua mempertanyakan peran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang seharusnya mencukupi biaya operasional sekolah.
Mereka juga menyoroti bahwa seluruh guru honor di sekolah tersebut menerima gaji dari beberapa sumber, termasuk Dana BOS sebesar Rp700.000 per bulan, Dana Terpencil sebesar Rp1.500.000 per bulan, dan Dana Transportasi sebesar Rp500.000 per bulan.
Selain itu, sekolah menerima Dana BOS sebesar Rp1.100.000 per siswa per tahun, dengan total sekitar Rp118.800.000 per tahun untuk 108 siswa yang terbagi dalam enam kelas.
Namun, orangtua siswa mengeluhkan kurangnya transparansi mengenai besaran Dana BOS yang diterima dan penggunaannya.
Menurut orangtua, dana yang diterima sekolah seharusnya cukup untuk menutupi kebutuhan operasional, termasuk gaji guru honor. Mereka juga mengkritik klaim sekolah yang menyatakan bahwa Dana BOS tidak mencukupi, sehingga meminta iuran tambahan dari orangtua.
“Guru meminta siswa membayar iuran dan uang alpa untuk mengisi pulsa listrik sekolah, yang menyebabkan sekolah gelap jika tidak dibayar,” ujar salah satu orangtua.
Para orangtua telah melaporkan masalah ini kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang, namun hingga kini belum ada tanggapan yang memadai dari pihak terkait.
Mereka menuntut transparansi dan pengelolaan dana yang lebih baik di sekolah tersebut, untuk memastikan tidak ada lagi siswa yang harus putus sekolah karena alasan finansial.
Selain itu, beberapa orangtua mengungkapkan bahwa ada beberapa guru yang telah libur sejak tanggal 4 Mei 2024 dan belum kembali mengajar, tanpa adanya tindakan dari pihak sekolah.
Sementara itu, siswa yang tidak masuk karena belum membayar iuran malah diusir pulang oleh kepala sekolah tanpa ada surat panggilan.
“Kami sangat menyayangkan sikap yang diambil oleh pihak sekolah karena orangtua siswa yang ingin membayar iuran, jika uang kurang kepala sekolah usir pulang. Kalau kepala sekolah yang baik, kenapa mengambil sikap demikian?” tambah Filmus.
Kasus ini menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat dan transparansi dalam pengelolaan dana sekolah agar hak siswa untuk mendapatkan pendidikan tidak terganggu.
Sementara itu Kepala Sekolah SMPN I Amfoang Timur, Hermanus Manggar mengaku bahwa 10 siswa-siswi tidak diizinkan untuk mengikuti ujian sekolah karena masih ada tunggakkan uang komite sekolah dan uang alpa.
Dia mengatakan berdasarkan hasil kesepakatan orangtua uang komite setiap anak dibebankan Rp 35.000per bulan sementara uang alpha Rp 5.000 per hari.
“Ini berdasarkan hasil kesempatan orangtua siswa, bukan dari kami sekolah,” kata Kepsek Hermanus saat dihubungi wartawan melalui handphone selularnya pada Selasa, 27 Mei 2024 sore.
Dikatakan, bagi ke-10 siswa-siswi yang tidak mengikuti ujian akan diberi kompensasi untuk ujian susulan dengan catatan mereka melunasi sebagian tunggakkan yang ada.
“Bagi mereka yang tidak mengikuti ujian kita beri kompensasi untuk ujian susulan tapi dengan catatan mereka melunasi sebagian tunggakkan yang ada,” ungkapnya.
Dirinya sangat menyayangkan sikap orangtua yang tidak beretika baik.
“Kita sesalkan sikap orangtua siswa yang tidak beretika baik. Karena ada orangtua siswa yang teriak-teriak dari luar. Dan terus terang saja, itu sangat mengganggu anak-anak yang sementara mengikuti ujian,” ucapnya penuh kesal. (wil)