UTAMA
Perjalanan Iman Ruth Lau Serang: Membangun Pos Pelayanan GMIT Filadelfia Hadakewa-Lembata
LEWOLEBA, PENATIMOR – Sebuah kisah panjang penuh inspirasi tentang perjalanan iman Ruth Lau Serang dalam melayani di Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), yang tidak hanya mengubah hidupnya tetapi juga mengubah komunitas kecil di Hadakewa.
Awal Perjalanan
Pada tahun 1991, kehidupan Ruth Lau Serang dan suaminya, Mesak Weni Gerimu, memasuki babak baru. Suami Ruth dipindahkan sebagai pegawai negeri di Kantor Kehutanan Kecamatan Lebatukan di Hadakewa. Pemindahan ini tidak hanya mengubah tempat tinggal mereka, tetapi juga memulai perjalanan spiritual yang luar biasa.
Mesak pindah pada tahun 1991, sementara Ruth dan anak mereka, Obed Gerimu, bergabung dengannya pada Juli 1992. Keluarga mereka menempati ruangan di belakang kantor Kehutanan.
Walaupun penuh tantangan, Ruth tetap aktif sebagai penatua di GMIT Solafide Lewoleba.
Setiap minggu, dia dengan tekun melaksanakan tugas kebaktian, meskipun harus berjalan kaki ke Lewoleba sejauh 18 kilometer karena tidak ada transportasi yang memadai.
Melayani dengan Semangat
Ruth adalah seorang wanita yang penuh semangat dalam melayani Tuhan dan jemaatnya. Kala itu, perjalanan Sabtu sore atau Minggu dini hari menjadi rutinitas bagi keluarga ini. Mereka harus menghadapi perjalanan panjang dari Hadakewa ke Lewoleba, yang selalu ditempuh dengan berjalan kaki.
Kendati berhadapan dengan kondisi yang sulit, semangat Ruth untuk melaksanakan tugas sebagai majelis jemaat tidak pernah pudar. Dia menjadi teladan bagi banyak orang dalam gereja Solafide Lewoleba, dan banyak yang terinspirasi oleh dedikasinya.
Sebuah Tawaran yang Mengejutkan
Pada tahun 1997, perjalanan iman Ruth mengalami perubahan besar. Dasing Domaking, seorang lansia keturunan Tionghoa yang juga anggota jemaat yang setia, menawarkan sesuatu yang mengejutkan.
Dia mengusulkan agar ibadah Minggu bisa dilakukan di Hadakewa. Dasing menghadapi kesulitan perjalanan jauh ke Lewoleba, dan kondisinya yang sudah tua membuatnya sulit untuk melakukan perjalanan tersebut. Dasing Domaking bahkan menawarkan rumahnya sebagai tempat ibadah Minggu.
Ruth segera mengambil usulan ini lalu disampaikan kepada pendeta GMIT Solafide Lewoleba, dan mereka memberikan respons positif.
Maka, pada minggu berikutnya, ibadah Minggu pertama diadakan di kediaman Dasing Domaking, dan Ruth memimpin ibadah tersebut.
Jemaat awal terdiri dari lima orang, yaitu Dasing Domaking dan istrinya, bersama Ruth, suaminya, dan anaknya.
Pertumbuhan yang Pesat
Seiring berjalan waktu, jemaat di Hadakewa terus bertambah. Kehadiran perusahaan budidaya mutiara di wilayah tersebut membawa banyak pekerja dari Kupang, dan kapal-kapal ikan dari Sulawesi juga membawa kru kapal yang beragama protestan yang ikut beribadah setiap minggu.
Jemaat terus berkembang, bahkan beberapa pegawai perusahaan mutiara menikah dan menetap di wilayah tersebut. Rumah Dasing Domaking tidak lagi mampu menampung jumlah jemaat yang semakin bertambah. Dari lima jemaat awal, jumlahnya melonjak menjadi 60 orang. Maka, Dasing Domaking memutuskan untuk memberikan rumah semi permanen berukuran 10 x 7 meter yang tidak ditinggali, untuk digunakan sebagai tempat ibadah.
Pos Pelayanan Hadakewa
Pada tanggal 21 Januari tahun 2001, Pos Pelayanan Hadakewa secara resmi diresmikan. Kebaktian utama dipimpin oleh Pdt. Zet Sabu Bayang, S.Th. Inilah awal dari perjalanan panjang Pos Pelayanan Hadakewa yang akan mengubah komunitas ini selamanya.
Mencari Tempat yang Lebih Besar
Pada tahun 2010, Dasing Domaking memutuskan untuk menggunakan bangunan rumah yang selama ini digunakan sebagai pos pelayanan untuk tempat tinggal anaknya.
Ruth yang bertanggung jawab kemudian meminta izin kepada Ketua KUD dan Camat Lebatukan, Andreas Wahon, untuk menggunakan gedung KUD sebagai Pos Pelayanan, karena saat itu gedung tersebut sedang tidak digunakan. Kebaktian di gedung KUD itu berlangsung selama empat tahun.
Membangun Gedung Pos Pelayanan
Selama kebaktian di gedung KUD, jemaat mulai bekerja keras untuk membangun gedung Pos Pelayanan yang lebih besar dan permanen.
Ruth mengajukan usulan ini dalam sebuah rapat majelis GMIT Solafide Lewoleba, dan usulannya mendapat respons positif.
Pada saat itu, Marthen Johanes yang kebetulan menjabat sebagai Kapolres Lembata, juga penatua di GMIT Solafide, langsung menindaklanjuti usulan tersebut.
Bersama beberapa penatua lainnya seperti Marthen Busi dan Sam Ndolu, mereka mencari tanah untuk pembangunan gedung Pos Pelayanan Hadakewa.
Setelah berbagai perundingan, mereka membeli sebidang tanah milik Agus Tukan, dengan luasan 30 x 30 meter seharga Rp25 juta.
Pembangunan yang Penuh Semangat
Usai kesepakatan pembelian tanah tersebut, Marthen Johanes mengerahkan personelnya untuk membantu jemaat membersihkan lahan tersebut, dan langsung dilakukan pengerjaan fondasi gedung pos pelayanan.
Pekerjaan fondasi ini berlangsung selama setahun, dan keterbatasan dana membuat pembangunan tersebut memakan waktu.
Ruth tidak hanya berhenti di situ. Dia aktif mencari bantuan dana dari pemerintah setempat, serta menghubungi beberapa pengusaha dan perusahaan swasta yang ada di Lembata.
Tidak hanya itu, dia juga meminta rekomendasi dari Bupati Lembata untuk mencari dana di luar Lembata, termasuk di Kupang.
Sedikit demi sedikit, dana terkumpul, dan digunakan untuk melanjutkan pembangunan hingga selesai pengerjaan atap.
Meskipun bangunan gereja Pos Pelayanan belum sepenuhnya rampung, mereka memutuskan untuk menggunakannya untuk kebaktian Minggu sekitar tahun 2014.
Kesetiaan dan Dedikasi
Ruth terus menjadi penanggung jawab di Pos Pelayanan Filadelfia hingga saat ini. Jemaat terus bertambah menjadi 15 kepala keluarga.
Meski sempat berniat untuk berhenti dari tugasnya sebagai penatua dan penanggung jawab, setiap kali ada pencalonan presbiter, dia selalu mendapat dukungan mayoritas dari jemaat. Alhasil, dia tetap melayani hingga sekarang.
Perjuangan dan dedikasi Ruth dalam membangun Pos Pelayanan Filadelfia adalah contoh nyata dari keteguhan iman dan komitmen yang luar biasa.
Kehidupan dan kisahnya yang menginspirasi telah mengubah sebuah komunitas kecil di Hadakewa dan menjadi bukti nyata dari kekuatan iman dan cinta terhadap Tuhan yang tak tergoyahkan. (*)
Loading...