LIFESTYLE & KESEHATAN
Pembiusan dan Kendalanya

Oleh dr. Filsa Fina
(Dokter di Puskesmas Bakunase dan RST Wirasakti Kupang)
KEMAJUAN pengetahuan dan teknologi saat ini sudah menjadikan resiko pembiusan benar-benar menurun oleh karena operator/dokter yang lebih terlatih didukung dengan alat-medis yang lebih baik dari masa sebelumnya. Namun hal ini tidak membuat suatu tindakan pembiusan dapat dikatakan seratus persen aman. Penting bagi anda untuk mengetahui apa saja yang dapat mempengaruhi proses pembiusan.
Pembiusan atau anastesi dibagi menjadi 3 kelompok besar, yakni Pembiusan Umum/general anastesi (pasien dibuat tidak sadar selama pembedahan), Pembiusan Regional ( menghilangkan rasa sakit pada sebagian anggota tubuh; pasien tetap sadar, contoh operasi saecar) dan Pembiusan Lokal (dilakukan dengan menghilangkan rasa sakit hanya di bagian tubuh yang akan dioperasi). Ketiga jenis pembiusan ini memiliki tingkat kesulitan, resiko dan efek samping yang berbeda-beda pula.
Kendala yang sering dialami saat proses pembiusan sebagian besar dipengaruhi oleh faktor usia, penyakit kronis/bawaan, riwayat trauma daerah kepala dan leher, alergi obat, kelainan postur/bentuk tubuh, kualitas obat bius itu sendiri.
- Usia
Usia memegang peran penting oleh karena semakin muda atau semakin tua seseorang, semakin sulit dan butuh penanganan yang ekstra hati-hati karena resiko efek samping yang bisa saja terjadi. Pilihan anastesi untuk bayi dan anak-anak adalah pembiusan umum oleh karena kelompok usia ini biasanya kurang kooperatif, sedangkan pada pasien lansia lebih dipilih pembiusan regional, mengingat resiko pembiusan ini pada lansia lebih rendah dibanding pembiuasan umum, kecuali pada jenis jenis operasi atau lokasi operasi yang tidak menungkinkan untuk dilakukan pembiusan regional.
- Sakit Kronis
Beberapa kondisi medis dan gangguan kesehatan kronis dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pada pembiusan. Penanganan pasien dengan penyakit kronis (Diabetes, Hipertensi, Kelainan Jantung,dll) akan sangat berbeda, tergantung dari berat ringannya kondisi pasien. American society of Anasthesiologist (ASA) mengelompokan berat ringannya pembiusan dinilai dari fisik dalam 5 kategori, yakni:
Kelas | Status Fisik |
ASA I | Pasien yang normal/sehat tanpa sakit kronis selain penyakit yang dioperasi |
ASA II | Pasien dengan penyakit kronis ringan-sedang |
ASA III | Pasien dengan penyakit kronis berat yang belum mengancam jiwa |
ASA IV | Pasien dengan penyakit kronis berat yang mengancam jiwa |
ASA V | Pasien sekarat yang mungkin tidak bertahan dalam waktu 24 jam dengan atau tanpa pembedahan |
Contoh penanganan pasien ASA I akan berbeda dengan penangan pasien ASA III serta resiko akan lebih ringan bagi pasien dengan ASA I dibanding ASA III. Banyak hal yang harus diperhatikan sejak sebelum dimulai prosedur pembiusan. Identifikasi masalah yang lengkap beserta pemeriksaan fisik dan laboratoraium akan dilakukan dengan seksama, sehingga dapat dipersiapkan penanganan untuk kemungkinan resiko yang terjadi selama proses pembiusan dan pembedahan.
- Riwayat Trauma
Pasien yang mengalami cedera oleh berbagai sebab di daerah kepala dan leher, akan sangat sulit untuk dilakukan pembiusan. Biasanya pasien seperti ini sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri sehingga pembiusan yang dipilih adalah pembiusan umum agar semua fungsi tubuh dapat dikontrol (pernafasan, hingga aliran darah). Prinsip pembiusan umum yakni harus dipasangkan alat bantu nafas lewat mulut atau hidung berupa selang yang nantinya akan disambungkan ke oksigen dan gas bius. Apabila terdapat sumbatan pada jalan nafas oleh karena darah, pembengkakan atau patah tulang leher dan lain sebagainya akan menganggu proses pemasangan alat bantu pernafasan. Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, sudah ada banyak cara/alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.
- Alergi
Riwayat alergi membuat kendala saat pembiusan, bahkan jika pasien mengalami alergi berat saat obat-obatan bius dimasukan. Keluhan tersering yakni badan kemerahan/gatal dan apabila alergi berat dapat membuat pasien sesak hingga gagal nafas. Untungnya hal ini sudah dapat diantisipasi dengan obat-obatan yang lebih baik. Namun tetap saja, pasien dan keluarga sudah harus dijelaskan diawal, karena reaksi alergi adalah hal yang bisa muncul sewaktu-waktu dan tidak dapat diprediksi.
- Kelaianan postur/bentuk tubuh
Obesitas, lansia dengan struktur wajah keriput dan ompong, kelainan letak tulang belakang, kekakuan/tidak fleksibel daerah leher termasuk benjolan/tumor di daerah mulut/leher/tulang belakang menjadi salah satu indicator sulit pembiusan. Pasien yang berjanggut lebat juga dapat menggangu proses pembiusan terutama pembiusan umum, karena masker yang dipakai untuk memasukan oksigen akan kurang tertutup rapat. Sehinga itu, sebelum tindakan, pasien diwajibkan untuk mencukur janggut, dan bulu/rambut disekitar daerah pembedahan.
- Kualitas obat bius
Selain masalah internal pasien, ada juga masalah ekternal, yakni dari obat bius itu sendiri. Ini merupakan hal yang tidak diduga seperti kegagalan bius oleh karena obat tidak bekerja dengan optimal akibatnya pasien tidak terbius, atau efek kerjanya dapat lebih cepat hilang dari yang diperkirakan. Hal ini sering terjadi pada pembiusan regional, akibatnya pasien harus dialihkan ke pembiusan umum agar operasi dapat terus dilanjutkan.
Riwayat kebiasaan seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol juga dapat menggangu jalannya pembiusan, karena kemungkinan bermasalah pada pernafasan dan penggunaan obat bius dengan dosis yang lebih tinggi.
Efek samping yang mungkin muncul yaitu mual/muntah, mulut kering, sakit tenggorokan, alergi obat, rasa ngilu/kram di lokasi penyuntikan, penurunan/peningkatan tekanan darah, nyeri punggung, sulit buang air kecil, pusing, nyeri kepala dan sesak nafas serta kerusakan saraf. Dalam beberapa kasus terdapat resiko yang berat bahkan kematian, walau hal ini sangat jarang terjadi. Tingkat keparahan efek samping yang muncul dipengaruhi oleh beberapa faktor antara berat-ringannya kondisi pasien, jenis operasi, adanya penyakit penyerta yang berat serta kondisi lain yang dapat memabahayakan proses operasi.
Hal-hal tersebut diatas dapat diminimalisir apabila terdapat kerja sama yang baik antara dokter dan pasien. Persiapan sebelum operasi yakni menggali riwayat penyakit sekarang/alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat penggunaan obat-obatan, pemeriksaan fisik yang lengkap disertai laboratorium, serta aturan-aturan seperti berpuasa , penggunaan obat-obatan/suplemen tertentu yang harus dihentikan dalam jangka waktu tertentu sebelum pembedahan (contoh obat pengencer darah, dll ). Jika anda akan menjalani suatu pembedahan atau tindakan medis, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter agar dipersiapkan dengan baik sehingga dapat meminimalkan resiko yang terjadi. (*)
Sumber:
- Rehata NM et al.2019.Anestesiologi dan Terapi Intensif. Buku Teks Kati-PERDATIN Edisi Pertama
- Senapathi T, Widnyana IM et all, 2020. Ilmu Anastesi dan Terapi Intensif 1.Udayana University Press
- 2023. Anesthesia Risk Assessment. Published by American Society of Anesthesiologist
https://www.asahq.org/madeforthismoment/anesthesia-101/types-of-anesthesia/anesthesia-risks/
- 2020.Anesthesia: Anesthesiology, Surgery, Side Effect, Types, Risk. Published by clevelandclinic Medical Professional.
https://my.clevelandclinic.org/health/treatments/15286-anesthesia
- Sirait R. 2019. Bahan kuliah;Kunjungan/Visite Pra Anestesia. Departemen Anestesiologi Fakultas Kedokteran Kristen Indonesia.
