HUKRIM
Korban Persetubuhan Oknum Vikaris di Alor Tunjuk Andryan Boling Cs jadi Pengacara Pribadi
KUPANG, PENATIMOR – Kasus kejahatan seksual yang dilakukan oknum vikaris atau calon pendeta GMIT berisinial SAS alias Yanto (35) terhadap enam orang anak di bawah umur di Kabupaten Alor terus menjadi perhatian serius publik di NTT.
Bahkan, korbannya terus bertambah hingga belasan orang.
Kejadian yang tidak biasa ini menyebabkan tekanan psikologis yang mengakibatkan para korban bersikap tidak biasa dan mengalami traumatis.
Kabar terkini, peristiwa tersebut telah dilaporkan oleh 13 orang korban ke Polres Alor dan diperkirakan akan terus bertambah.
Kantor Hukum Andryan E. Boling S.H., & Partners yang diwakili advokat Andryan E. Boling, S.H., Deddy S. Djahapay S.H., Jimmy Daud, S.H.,M.H., Yohanis Peni, S.H., dan Victorandy Seo, S.H., telah ditunjuk sebagai kuasa hukum para korban.
Andryan E. Boling dalam keterangan tertulisnya yang diterima awak media ini, Selasa (13/9/2022) malam, menyebutkan, pihaknya siap mewakili kepentingan hukum para korban demi mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
Dia menyayangkan kasus kekerasan seksual di dalam tubuh gereja yang kali ini dialami oleh anak-anak di bawah umur.
Baginya, gereja telah mengalami darurat kekerasan seksual, dan harus menjadi perhatian serius organisasi gereja-gereja.
Untuk itu, dia mendorong penegakkan hukum yang humanis dan berkeadilan dengan melihat nasib anak-anak sebagai korban kekerasan seksual.
Hal ini agar pelaku memperoleh hukuman maksimal dengan pemberatan karena statusnya yang merupakan orang yang ditokohkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
“Sebagai vikaris atau calon pendeta, perbuatan pelaku adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang dimaknai sebagai kejahatan luar biasa, karena korbannya merupakan anak-anak. Pelaku telah menggunakan statusnya sebagai vikaris untuk memperdaya korban sehingga sangat layak untuk mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya,” tegas Andryan.
Selain mendorong proses peradilan, Andryan dan timnya juga memperkuat pendampingan untuk layanan pemulihan atau konseling psikologis akibat dari dampak tekanan yang dialami korban.
“Kami juga melakukan koordinasi bersama pihak-pihak yang sudah melakukan pendampingan dan/atau bekerjasama dengan pihak-pihak yang dapat membantu mempercepat proses pemulihan psikologis korban,” imbuhnya.
Sebagai penasehat hukum korban, Andryan juga menegaskan bahwa tidak boleh ada pihak manapun yang menemui dan berkomunikasi dengan korban tanpa seizin dan/atau sepengetahuan dari pihaknya, karena dikhawatirkan dapat mengganggu korban yang sedang dalam masa pemulihan.
Dia juga mengajak pihak-pihak terkait untuk saling berkoordinasi dalam upaya pemenuhan perlindungan khusus bagi para korban serta mendorong proses hukum terhadap pelaku.
Karena persetubuhan anak di bawah umur bukan merupakan delik aduan, sehingga Andryan menegaskan, jika tidak ada yang melapor kepada pihak kepolisian maka penyelidik wajib melakukan penyelidikan dan menindak jika ada lagi korban lain.
Ia juga mendorong penyidik Polres Alor agar terus mengembangkan kasus untuk mencari kemungkinan adanya korban yang lain.
Selain itu, penyidik Polres Alor juga diminta perlu mendalami peran pelaku lain yang diduga terlibat dalam memfasilitasi tersangka melakukan kejahatannya.
“Perlu didorong pemberian restitusi dan/atau konpensasi terhadap para korban, karena hal tersebut dapat membantu pemulihan para korban,” tandas Andryan.
Dalam kasus kejahatan seksual anak di lingkungan gereja, advokat muda asal Pulau Pantar, Alor ini menilai, harus dihindari sikap defensif dan solidaritas korps kepada pelaku, serta mengambil posisi terdepan dalam memerangi kejahatan seksual yang melibatkan oknum vikaris atau siapapun.
Untuk itu, Andryan mengaku sangat mendukung keterlibatan masyarakat dalam mengawal pengungkapkan kasus ini.
“Pemerintah harus memberikan perhatian serius terhadap perlindungan anak serta jaminan anak terbebas dari segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual,” tegas Andryan.
“Kami mengajak semua elemen masyarakat untuk bergerak memerangi kejahatan seksual terhadap anak dengan melakukan langkah preventif di lingkungan masing-masing, serta mendukung atau ikut serta mendorong proses penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku dan upaya pemulihan para korban,” pungkasnya. (nus)