HUKRIM
Calon Pendeta GMIT Ini Terancam Hukuman Mati Gegara Setubuhi 6 Gadis Remaja di Alor
KALABAHI, PENATIMOR – Nama besar Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) sebagai gereja protestan terbesar kedua di Indonesia tercoreng hanya gegara perbuatan cabul seorang calon pendeta atau vikaris yang bertugas di Kabupaten Alor.
Bagaimana tidak, pelecehan seksual oleh vikaris berinial SAS alias Yanto ini dilakukan terhadap enam orang anak di bawah umur.
Calon pendeta berusia 35 tahun yang juga warga Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang ini menyetubuhi enam korban yang masih berstatus pelajar SMP dan SMA di Kabupaten Alor.
Kasus dugaan pencabulan ini dilaporkan ke Polres Alor oleh salah satu orangtua korban berinisial AML (47).
Kapolres Alor AKBP Ari Satmoko melalui Kasat Reskrim Iptu Yames Jems Mbau saat dikonfirmasi wartawan, Minggu (4/9/2022) petang, membenarkan laporan tersebut dan sudah ditindaklanjuti.
Menurut Kasat Reskrim, kasus dugaan pencabulan ini terjadi sekitar akhir bulan Mei 2021 hingga akhir bulan Maret 2022.
Dimana saat itu pelaku SAS yang sementara bertugas sebagai vikaris di salah satu gereja di Kabupaten Alor.
Bahkan aksi pencabulan itu terjadi di dalam kompleks gereja di wilayah Alor Timur Laut.
Pelaku SAS dalam setiap aksinya terlebih dahulu berkenalan dengan para korban yang saat itu sebagai anak sekolah minggu di gereja tersebut.
Setelah sudah saling kenal, SAS mengajak para korban untuk datang ke kompleks gereja lalu bersetubuh dengan para korban secara bergantian dan berulang kali di waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Perbuatan pelaku itu diketahui oleh orangtua salah satu korban, setelah SAS menyelesaikan masa vikariat dan dipindahkan ke Kupang.
“Setelah diketahui, akhirnya kasus ini dilaporkan ke Polres Alor untuk diproses hukum,” jelas Iptu Yames.
Setelah menerima laporan, pihaknya langsung menindak lanjuti dengan melakukan pemeriksaan terhadap para korban dan para saksi-saksi lainnya termasuk dari pihak Sinode GMIT.
“Kita juga telah melakukan visum, kemudian berkoordinasi untuk pemulihan mental para korban,” imbuhnya.
Penyidik Satreskrim Polres Alor juga telah menangkap pelaku SAS di Kota Kupang dan langsung dibawa ke Kabupaten Alor menggunakan kapal cepat.
“Pelaku sangat kooperatif dan minta untuk dikawal dari Kupang dengan di dampingi pengacaranya,” kata Kasat Reskrim Iptu Yames Jems Mbau.
Lanjut Jems, setelah tiba di Kabupaten Alor, SAS langsung diamankan di Polres Alor dan menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh penyindik Satreskrim
“Usai kita periksa sebagai saksi, langsung kita tetapkan SAS sebagai tersangka dan sudah kita tahan sekitar pukul 21.00 Wita. Proses penahanan dilakukan untuk mempermudah pemeriksaan dan proses hukum selanjutnya, hingga pelimpahan berkas ke jaksa penuntut umum,” imbuhnya.
Pelaku Mengakui Perbuatannya
Penyidik Satuan Reskrim Polres Alor telah melakukan pemeriksaan terhadap mantan vikaris berinisial SAS alias Yanto (35) yang menjadi tersangka kasus percabulan terhadap enam orang anak.
Pemeriksaan terhadap tersangka SAS alias Yanto berlangsung pada Senin 5 September 2022 saat tiba di Polres Alor dimulai dari pukul 18.00 Wita hingga Selasa 6 September 2022 pukul 02.00 Wita dinihari.
Setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, penyidik langsung melakukan penahanan terhadap tersangka SAS pada Sel Tahanan Polres Alor selama 20 hari kedepan.
Demikian penjelasan Advokat Amos Lafu selaku kuasa hukum tersangka SAS kepada wartawan, Selasa (5/9/2022).
Amos mengatakan saat penyidik Satreskrim menjemput tersangka SAS di Kupang, dia sangat koperatif, demikian juga saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik.
“Tersangka SAS sangat koperatif saat diperiksa oleh penyidik, dan dia juga mengakui semua perbuatannya terhadap para korban, orangtua dan keluarga korban, serta Sinode GMIT,” jelas Amos.
Minta Maaf ke GMIT dan GMKI
Tersangka SAS juga menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Sinode GMIT karena saat bertugas sebagai vikaris di Kabupaten Alor, perbuatan tersangka sangat mencoreng nama baik GMIT, dampak dari perbuatan asusila yang dilakukannya.
Tersangka SAS juga menyampaikan permohonan maaf kepada organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) karena dia juga terdaftar sebagai aktivis dari GMKI Cabang Kupang.
Tersangka SAS juga meminta maaf secara tulus kepada semua organisasi masyarakat dan organisasi kepemudaan Kristen dan semua masyarakat NTT.
Tanggapan Ketua Sinode GMIT
Terpisah, Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt. Dr. Mery L.Y. Kolimon, mengaku, pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan kekerasan seksual yang dilakukan SAS sejak dua bulan lalu.
“Setelah mendapat laporan dari jemaat, kami menangguhkan tahbis dari yang bersangkutan ke dalam jabatan pendeta, untuk penyelidikan mengenai kebenaran berita yang diterima,” ujar Mery, dalam keterangan tertulis yang diterima awak media ini, Selasa (6/9/2022) petang.
Pihaknya juga, sudah berkoordinasi dengan Ketua Majelis Klasis (KMK) Alor, untuk penanganan dan perlindungan psikologis bagi para korban.
Terhadap hal tersebut, Majelis Sinode GMIT sudah mengutus tim Psikolog dan pendampingan hukum dari Rumah Harapan GMIT, sehingga bersama ketua klasis di Tribuana melakukan penjangkauan kepada para korban demi pemulihan psikologis sekaligus pendampingan hukum selama menjalani proses di kepolisian.
“Kami meminta semua pihak agar dalam pemberitaan, maupun dalam tanggapan terhadap pemberitaan, tidak melakukan hal-hal yang dapat menjadi kekerasan baru bagi anak-anak dan keluarganya,” kata Mery.
Pihaknya juga menghormati hak para korban dan orangtua serta keluarga untuk menempuh jalur hukum.
“Kami tidak menghalangi proses hukum bagi oknum yang bersangkutan untuk menemukan keadilan dan kebenaran melalui mekanisme hukum di negeri kita,” imbuhnya.
Majelis Sinode GMIT kata dia, akan tetap mendukung proses pemulihan psikologis dan hukum bagi anak-anak korban sesuai aturan yang berlaku.
“Kami meminta perhatian pihak kepolisian untuk proses hukum berjalan seadil-adilnya,” imbuhnya.
Mery berharap, semua pihak agar turut melindungi para korban dari kekerasan berlapis.
Sebelumnya, seorang Vikaris (Calon Pendeta) Sinode GMIT bernama SAS alias Yanto (35) ditetapkan sebagai tersangka kasus persetubuhan anak di Kecamatan Alor Timur Laut.
Warga Kelurahan Kayu Putih, Kota Kupang tersebut dilaporkan telah melecehkan sembilan orang anak dibawah umur saat pelayanan sebagai Vikaris di Kabupaten Alor.
Kasus tersebut dilaporkan dengan Nomor: LP-B/ 277 / IX / 2022 / SPKT/ Polres Alor/ Polda NTT, Tanggal 1 September 2022.
Korban yang telah melapor ke SPKT Polres Alor berjumlah sembilan orang, dan laporan dari enam orang korban telah diterima dan tindaklanjuti.
Sedangkan tiga orang lainnya tidak dicabuli, dan tersangka hanya mengirim pesan berupa foto bugil melalui pesan WhatsApp, sehingga tiga korban tersebut diarahkan membuat laporan pelanggaran ITE.
Kepada awak media, Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy, S.IK., Senin (5/9/2022), mengatakan saat melaporkan kasus tersebut, orangtua dari sembilan korban didampingi Lembaga Rumah Kasi Kupang berserta psikolog dan Ketua Klasis Alor Timur Laut Sinode GMIT beserta beberapa pendeta klasis, dan pendeta Jemaat GMIT Salom-Nailang.
Terhadap tersangkanya diketahui sedang berada di Kupang guna mempersiapkan diri untuk menjalani pentahbisan sebagai Pendeta.
Tim penyidik langsung berangkat ke Kupang untuk menjemput dan mengamankan tersangka yang cukup koperatif sehingga saat ini dalam perjalanan ke Polres Alor.
“Tersangka sangat koperatif memenuhi panggilan penyidik, dan saat ini penyidik telah mengamankan dan membawanya kembali ke Polres Alor untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” jelas Ariasandy.
Atas perbuatannya, tersangka Yanto telah melanggar ketentuan Pasal 81 ayat (5) Jo pasal 76D Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2014 tetang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, Jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Ancaman hukuman bagi tersangka maksimal pidana mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Kejadian percabulan tersebut dilakukan oleh tersangka saat menjalani masa praktek selama satu tahun sejak Mei 2021-2022 di wilayah pelayanan GMIT-Siloam-Nailang, dalam waktu berbeda, tersangka mencabuli para korban di beberapa lokasi berbeda dan dilakukan hingga enam kali berturut-turut.
Saat itu, tersangka berkenalan dengan para korban mengikuti pembunaan gereja dan sekolah minggu dan tersangka sebagai pembinanya.
Seiring berjalannya waktu, tersangka mulai akrab dengan para korban dan mulai bertukar pesan melalui inbox aplikasi massenger, kemudian tersangka mengajak para korban ketemu secara bergantian di beberapa lokasi berbeda.
Setelah bertemu, tersangka memanfaatkan keadaan untuk melakukan percabulan terhadap para korbannya.
Berdasarkan keterangan para korban, tersangka melakukan tipu muslihat saat mengajak korban bertemu di lokasi kejadian.
Kemudian tersangka berpura-pura menyuruh korban mengambil kunci di kamar dari tersangka yang berada di pastori (rumah pelayan).
Modus lainnya, tersangka meminta para korban membersihkan rumah pastori, mencarikan rambut putihnya, membantu masak di pastori, dan saat korban lengah, maka tersangka langsung melakukan aksinya mencabuli para korban.
Bukan hanya itu, tersangka juga memakai modus untuk mendoakan para korban di konsistori namun tidak didoakan tetapi disetubuhi.
Tersangka juga mengancam korban dengan merekam video saat kejadian tersebut sehingga memudahkan korban merasa takut sehingga tersangka dengan leluasa melakukan persetubuhan berulangkali kepada pada para korbannya. (wil)