Connect with us

HUKRIM

Asosiasi LBH APIK Indonesia Merespon Dugaan Motif Perkosaan Dibalik Kasus Pembunuhan Brigadir J

Published

on

Logo Asosiasi LBH APIK Indonesia. (net)

KUPANG, PENATIMOR – Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menyedot perhatian masyarakat sejak dua bulan lalu hingga hari ini.

Tidak tanggung-tanggung kasus pembunuhan ini telah melibatkan banyak oknum kepolisian dalam daftar tersangka bahkan beberapa adalah pejabat perwira tinggi.

Total 83 polisi diperiksa, 35 orang direkomendasi dikurung di tempat khusus. Jumlah polisi yang terlibat terus bertambah terakhir menjadi 97 orang. Tujuh orang diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka “obstruction of justice” atau perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J.

Terakhir, isu yang sangat mengemuka saat ini, terkait analisa dan rekomendasi dua lembaga negara, Komnas HAM dan Komnas Perempuan bahwa terdapat indikasi kekerasan seksual bahkan perkosaan yang dialami oleh PC.

Kedua lembaga tersebut merekomendasikan kepada penyidik untuk menindaklanjuti temuan tersebut.

Sebagian publik mempertanyakan kesimpulan dan rekomendasi dua lembaga HAM tersebut, karena pihak yang berwenang dalam hal ini penyidik Bareskrim Polri sejak 12 Agustus 2022 sudah menghentikan penyidikan atas laporan PC sebelumnya terkait pelecehan seksual yang ia alami, dengan dasar tidak ditemukan peristiwa pidana.

Asosiasi LBH APIK Indonesia sebagai organisasi yang menaungi 18 kantor lembaga bantuan hukum di 18 wilayah/provinsi untuk perempuan, anak dan kelompok rentan, serta aktif memperjuangkan berbagai kebijakan pro korban kekerasan berbasis gender sejak 1995, kami menyampaikan sikap sebagai berikut:

Pertama, bahwa konteks utama perhatian publik adalah pada rekayasa dan skenario yang dibuat oleh para Tersangka pembunuhan Brigadir J dan motif pelecehan seksual yg dialami PC sbg alasan Utama para tersangka melakukan pelanggara Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Skenario awal berikut motif yang dikatakan Tersangka Ferdy Sambo untuk menjaga marwah keluarga, runtuh seluruhnya dan karena itu kepolisian mengeluarkan SP3 atas laporan tersebut.

Asosiasi LBH APIK Indonesia mengapresiasi kerja kepolisian yang melaksanakan tugasnya membongkar skenario yang dibuat dengan melakukan obstruction of justice.

Kasus ini dapat menjadi salah satu yang akan dilihat publik agar Polri dapat menunjukkan independensi.

Asosiasi LBH APIK Indonesia juga menyampaikan empati dan duka yang dalam kepada keluarga alm Brigadir J dengan pengharapan bahwa keadilan dan kebenaran dapat di tegakan untuk almarhum.

Asosiasi LBH APIK Indonesia juga sangat menghargai sikap tegas Ibu Rosti Simanjuntak yang tidak menerima begitu saja perlakuan terhadap Putera nya yang bukan saja dibunuh dengan cara-cara tak berkemanusiaan tapi juga melanggar hak asasi keluarga untuk melihat jasad sang putera.

Kedua, bahwa Asosiasi LBH APIK Indonesia mengapresiasi kerja-kerja yg dilakukan oleh Lembagalembaga Pemantau Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Perempuan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dengan beberapa catatan:

1. Bahwa kasus penghilangan dan perampasan nyawa seseorang adalah pelanggaran berat atas hak paling hakiki yakni hak hidup dan karena itu pemantauan haruslah dilakukan pada setiap tahapan proses pidana untuk memperoleh kebenaran materiil. Asosiasi LBH APIK Indonesia menyayangkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM/Komnas Perempuan terkesan kurang kuat dalam menekankan pelanggaran hak asasi manusia di dalam proses-proses ini dengan tidak memberi catatan terhadap perlakuan terhadap keluarga sejak saat pembunuhan dan diserahkannya jasad Brigadir J kepada keluarga hingga dilakukanya rekonstruksi dimana para pengacara keluarga almarhum Brigadir J dilarang untuk menyaksikan rekontruksi tersebut;

2. Terkait pernyataan Komnas Perempuan/Komnas HAM terkait tentang adanya dugaan kuat terjadinya kekerasan seksual berupa perkosaan terhadap PC yang dilakukan oleh Alm. Brigadir J dan merekomendadikan kepada kepolisian untuk melakukan penyidikan dan pendalaman atas pengakuan PC, Asosiasi LBH APIK Indonesia menyatakan bahwa dalam banyak kasus, pembuktian atas kekerasan seksual sering sulit dilakukan karena itu membutuhkan kecermatan dalam menganalisa soal relasi kuasa dan interseksionalitasnya, serta bukti-bukti lain sesuai prinsip yang diatur dalam hukum acara pidana. Bahwa kasus kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja dan dilakukan oleh siapapun. Namun analisis relasi kuasa antara pelaku kekerasan dengan perempuan korban yang biasanya digunakan dalam kasus perkosaan atau kekerasan seksual lainnya, tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja dalam kasus PC. Faktor relasi mana yang lebih dominan dalam hubungan PC dengan Brigadir J, status sosial, kultur kepolisian, semua faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, perlu adanya kehatihatian dari lembaga-lembaga independen negara maupun aparat penegak hukum dalam menyusun kesimpulan dari kasus tersebut karena dapat berimbas kepada perspektif masyarakat terhadap korban perkosaan atau kekerasan seksual. Meskipun demikian dari kasus ini masyarakat memperoleh pembelajaran yang baik tentang apa yang dimaksud dengan relasi kuasa sebagai unsur penting dalam kasus kekerasan seksual;

3. Pengakuan PC sebagai korban kekerasan seksual, meski diperkuat oleh kesaksian dua orang yang kredibilitasnya secara hukum dapat dipertanyakan, sebaiknya tidak dilihat sebagai kasus yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari kasus pembunuhan yang mana sudah ditemukan adanya “obstruction of justice” dalam kasus tersebut. Adanya dugaan peran PC dalam rencana pembunuhan termasuk dalam menjanjikan uang tutup mulut kepada ketiga pelaku pembunuhan, serta menyita HP para ajudannya, sehingga Polri menetapkan PC sebagai tersangka. Fakta-fakta yang ditemukan baik oleh kuasa hukum keluarga Brigadir J maupun Tim Penyidik Polri serta hasil investigasi Komnas HAM, seperti salah satunya pengakuan PC yang diminta FS untuk mengubah TKP, dan hal-hal lainnya yang merupakan bagian dari temuan adanya “obstruction of justice”, sehingga perlu analisis yang lebih mendalam agar tidak menjadi bagian dari upaya untuk mengalihkan motif yang sebenarnya serta untuk meringankan hukuman bagi para tersangka pelaku nanti di persidangan, hal-hal yang semestinya menjadi ranah tugas dari pengacara PC dan Sambo serta tersangka lainnya;

4. Bahwa Asosiasi LBH APIK Indonesia juga merasa perlu memberi catatan terhadap KPAI dan LPAI yang memperjuangkan perlindungan terhadap anak-anak Sambo dan PC untuk tidak dibully dan untuk yang masih balita agar tetap memperoleh asuhan penuh dari PC dan karena itu agar terhadap PC tidak dilakukan penahanan. Namun demi tegaknya keadilan dan prinsip non diskriminasi hendaknya kepolisian dapat mengambil kebijakan berdasarkan prinsip the best interest of the children terhadap semua tersangka perempuan dengan anak balita untuk tidak dilakukan penahanan di rutan atau setidaknya hanya memberlakukan penahanan rumah atau penahanan kota tergantung pada sisi kepentingan penahananya, seperti tidak ada kekhawatiran untuk melarikan diri atau menghilangkan alat bukti;

5. Sejauh ini keterangan dari saksi-saksi yang didapat justru sebagian besar merupakan tersangka pembunuhan, dan mereka sebelumnya terbukti membuat laporan palsu terkait adanya tembak menembak. Sehingga apapun kesimpulan yang didasarkan pada skenario dari para tersangka masih perlu dipertanyakan. Pengakuan adanya ancaman pembunuhan almarhum Brigadir J sebelumnya kepada kekasihnya, VS, merupakan indikasi adanya pembunuhan yang direncanakan bukan spontan karena emosi sesaat dari FS karena mengetahui istrinya dilecehkan;

6. Dilakukannya pemeriksaan terhadap hampir 100 anggota Polri termasuk pejabat elit sekelas perwira tinggi yang diduga terlibat dalam upaya “obstruction of justice”, memperlihatkan kepada publik bahwa ada indikasi adanya motif pembunuhan Brigadir J yang diduga lebih besar dan massif daripada motif seorang suami yang spontan membunuh karena emosi mengetahui istrinya telah dilecehkan. Oleh karena itu, terdapat kekhawatiran masyarakat dengan adanya rekomendasi 2 lembaga negara HAM tersebut, publik seakan digiring berpikir ke arah ini;

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, kami menyampaikan himbauan, kepada Pihak yang berwenang, Kepolisian, Lembaga Negara dan Pihak-pihak terkait, agar:

1. Lebih cermat dan berhati-hati dalam membuat kesimpulan dan rekomendasi atau pernyataan, yang bisa digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menguntungkan tersangka atau menutup motif sesungguhnya dibalik pembunuhan Brigadir J;

2. Memperhatikan praktek diskriminasi terhadap perempuan kebanyakan, yang berhadapan dengan hukum, dan minim akses serta sumber daya. Tidak ada perhatian dan perlakuan istimewa selama ini dari pejabat negara ataupun APH kepada mereka;

3. Khususnya, Komnas HAM dan Komnas Perempuan perlu mengambil peran strategis untuk membongkar “akar masalah” dalam institusi Polri serta mendorong pembenahan/reformasi serius di tubuh Polri, khususnya berkenaan dengan penanganan masalah kekerasan seksual Pasca disahkannya UU TPKS sehingga tidak tergelincir pada permufakatan jahat dr pihak-pihak yang justru ingin memanfaatkan UUTPKS;

4. Menghimbau kepada Kapolri untuk menggunakan momentum ini untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap organisasi Polri dengan menghilangkan bentuk-bentuk Mabes dalam mabes dan melakukan audit menyeluruh atas struktur organisasi Polri termasuk untuk tidak memamerkan gaya hidup mewah dan penempatan ajudan dengan jumlah berlebihan, dan bahkan salah satunya ditempatkan untuk melayani istri pejabat Polri;

5. Pihak yang memiliki kewenangan dapat benar-benar bekerja secara independen, transparan, bersih, anti suap dan kredibel, sehingga dapat mengungkap motif sebenarnya dibalik pembunuhan Brigadir J, tidak terjebak dalam skenario demi skenario yang dirancang yang seolah
menjustifikasi pembunuhan Brigadir J.
Kasus ini juga dapat menjadi salah satu ukuran apakah Kepolisian bekerja secara independen sesuai mandat undang-undang;

6. Mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat terutama keluarga korban karena adanya pembunuhan Brigadir J, dengan cara yang kejam dan upaya-upaya menutupi kebenaran yang sangat massif dengan melibatkan pejabat-pejabat Polri yang seharusnya bekerja untuk menegakkan keadilan di masyarakat. (*/nus)

Jakarta, 10 September 2022

Asosiasi LBH APIK Indonesia

1. Nursyahbani Katjasungkana – Ketua Pengurus
2. Khotimun Sutanti – Koordinator Pelaksana Harian – 081943541388

Para Direktur LBH APIK:
1. Ratna Batara Munti – LBH APIK Jawa Barat
2. Siti Mazumah – LBH APIK Jakarta
3. Ansy Damaris Rihi Dara – LBH APIK NTT
4. Nuryanti Dewi- LBH APIK NTB
5. Luh Putu Nilawati – LBH APIK Bali
6. Nona Duwila – LBH APIK Jayapura
7. Sierly Anita – LBH APIK Medan
8. Rosmiati Sain – LBH APIK Sulsel
9. Nining Rahayu – LBH APIK Sulteng
10. Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko – LBH APIK Semarang
11. Roslina – LBH APIK Aceh
12. Rina Imawati – LBH APIK Yogyakarta 13. Mumtahanah – LBH APIK Banten
14. Kasmawati – LBH APIK Kaltim
15. Tuti Suprihatinin – LBH APIK Pontianak
16. Eno – LBH APIK Kota Batu.
17. Maryani Marzuki – LBH APIK Sumsel

Advertisement


Loading...