HUKRIM
Jaksa Segera Eksekusi Jhon Sine, Dipenjara 9 Tahun, Denda Rp 10 Miliar, PH Sebut Terdakwa Bebas
KUPANG, PENATIMOR – Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia dalam putusan perkara Nomor 653 K/Pid.Sus/2022, menyatakan menolak upaya hukum kasasi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang dan terdakwa Jhon Nedy Charles Sine, SE., alias Jhon Sine.
Menariknya, terhadap putusan MA tersebut, Dr Samuel Haning selaku penasehat hukum terdakwa menyatakan kliennya bebas.
Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai bahwa dengan penolakan terhadap permohonan kasasi tersebut, maka terdakwa terbukti bersalah sesuai putusan banding pada Pengadilan Tinggi Kupang yang mana amarnya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Oelamasi.
Untuk diketahui, terdakwa Jhon Sine yang adalah mantan Pimpinan Bank NTT Cabang Oelamasi di Kabupaten Kupang divonis 9 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Oelamasi.
Dalam putusan menyatakan Jhon Sine terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbankan.
Terkait putusan MA, pihak JPU menilai dengan penolakan upaya kasasi dari JPU dan terdakwa, maka perkara ini telah berkeputusan hukum tetap atau incrah.
Namun demikian, Samuel Haning selaku penasehat hukum terdakwa tetap kukuh dengan pemahamannya, bahwa jika putusan MA demikian maka kliennya telah bebas dari segala tuntutan hukum.
Sam Haning yang diwawancarai media ini, secara tegas menyatakan, jika upaya kasasi JPU dan terdakwa ditolak, maka tidak bisa dilakukan eksekusi terhadap kliennya.
“Dalam putusan tidak ada eksekusi. Kalau ada tentu terdakwa tetap ditahan. Putusannya hanya mengadili, dan menghukum terdakwa membayar biaya perkara Rp2.500,” sebut Sam Haning yang juga mantan Rektor Universitas PGRI itu.
Sam menegaskan, dengan ditolaknya upaya kasasi, maka JPU tidak mempunyai hak eksekusi.
“Jika putusan MA menolak upaya kasasi, maka hak jaksa melakukan penuntutan gugur. Dalam putusan juga tidak ada perintah jaksa eksekusi, jadi atas dasar apa mau eksekusi,” tegasnya.
Dia melanjutkan, dalam Pasal 197 ayat 2, apabila Pasal 197 ayat 1 tidak terpenuhi, maka dengan sendirinya perkara tersebut gugur demi hukum.
Sam Haning kembali menegaskan bahwa putusan MA yang petikannya telah diterima, tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.
Untuk itu, sesuai Pasal 197 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP, maka terdakwa tidak dapat dieksekusi.
“Jadi JPU mau eksekusi pakai dasar apa, koq semua sudah ditolak,” tegasnya lagi.
“Lihat, pada bagian Menimbang itu jelas. Karena JPU pakai Pasal 49 Ayat 1 huruf 1a Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Putusan juga mempertimbangkan KUHAP dan juga kekuasan Kehakiman, lalu menolak permohonan Kasasi. Jadi itu soal administrasi dan lainnya, tetapi tidak masuk unsur pidana,” sebut Sam lagi.
Ditambahkan Sam, kliennya saat ini telah dibebaskan demi hukum lantaran saat melakukan upaya hukum kasasi, masa penahanannya telah selesai, dan belum ada penetapan penahanan dari MA.
Sam juga menyatakan, dengan putusan MA tersebut, maka ada kekeliruan pada putusan Pengadilan Negeri Oelamasi dan Pengadilan Tinggi Kupang.
Pria berkepala plontos itu melanjutkan, dalam Pasal 49 Ayat 1 huruf 1a Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, tidak ada tindak pidana, dan hanya terkait administrasi.
Sehingga dengan putusan MA, JPU tidak bisa melakukan eksekusi menggunakan putusan banding.
“Pengadilan Tinggi harus tunduk kepada putusan MA. Sesuai Pasal 197 ayat 2 KUHAP, maka putusan MA menyatakan perkara ini batal demi hukum. Apalagi klien kami juga sudah bebas demi hukum, tentu harus ada perintah penahanan baru klien kami bisa dieksekusi,” tandas Sam.
“Intinya apapun dilakukannya, kami menghargai semua keputusan hukum agar tidak sepihak dalam melakukan perbuatan dengan tidak menafsirkan hukum yang berdampak perbuatan melawan hukum semua kita,” imbuhnya.
Terpisah, Humas PN Kelas 2 Oelamasi Frasiskus Xaverius Lae, SH., yang dikonfirmasi awak media ini, Selasa (12/7/2022), mengatakan, dalam salinan putusan MA yang baru diterima pada Senin (11/7/2022), telah menimbang bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur ketentuan Pasal 49 Ayat 1 huruf 1a Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 jucto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dan ternyata pula putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-Undang, maka permohonan kasasi dari terdakwa dan JPU dinyatakan ditolak,” kata Fransiskus mengutip putusan MA dengan Ketua Majelis Hakim Prof. Surya Jaya, SH.,M.Hum., dan Anggota Dr Prim Haryadi, SH.,MH., dan Yohanes Priyana, SH.,MH., dengan Panitera Pengganti Dr Muliyawan., SH.,MH.
“Menimbang bahwa karena terdakwa dipidana, maka dibebani untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi,” lanjut dia.
Untuk itu, Fransiskus mempersilahkan JPU dengan kewenangannya untuk melakukan eksekusi terhadap putusan tersebut.
Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejari Kabupaten Kupang, Pethres Mandala, SH., yang dikonfirmasi media ini mengatakan, pihaknya baru saja menerima salinan putusan perkara tersebut.
“Sebelumnya kami hanya menerima petikan putusan. Baru tadi siang kami terima salinan putusan. Untuk itu kami segera melakukan eksekusi sesuai putusan banding yang telah berkekuatan hukum tetap,” tegas Pethres Mandala.
Untuk diketahui, sidang putusan perkara ini saat di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 2 Oelamasi dipimpin oleh Majelis Hakim Decky A.S. Nitbani, SH., MH., dan Hakim Anggota Revan T.H.Tambunan, SH., dan Hendra A.H.Purba, SH., Selasa (8/6/2021).
Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda Rp 10 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti pidana kurungan selama 1 tahun. (nus)