Connect with us

HUKRIM

Ditelantarkan, IRT Ajukan Pindah Alamat dari Manokwari ke Kupang untuk Sekolahkan Anak, Malah jadi Tersangka, Alasannya Tanpa Izin Suami

Published

on

KETERANGAN PERS. Melni Nalle (tengah) memberikan keterangan pers didampingi penasehat hukumnya, Bernard Anin dan Ferdiyanto Boimau terkait penetapan status tersangka dugaan kasus pemindahan data diri tanpa izin suami.

KUPANG, PENATIMOR – Penyidik Unit Tipidter Satreskrim Polres Kupang telah menetapkan Melni Nalle (30), seorang ibu rumah tangga (IRT) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pemalsuan data kependudukan atau pemindahan data tanpa seizin suami dari Manokwari, Provinsi Papua Barat menjadi warga Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.

Melni Nalle kepada media ini, Senin (4/7/2022) mengatakan, ia dilaporkan oleh suaminya terkait dugaan pemalsuan data sejak Maret 2022, kemudian pada Juli 2022, penyidik menetapkannya sebagai tersangka dugaan pemindaan data diri tanpa izin suami.

Sedangkan suaminya, Askino G. Sada telah meninggalkannya dan tidak pernah ada komunikasi serta tidak tahu keberadaannya.

Bahkan sudah memiliki seorang anak berusia 5 tahun yang perlu perhatian karena harus mengantar jemput ke sekolah.

Melni juga harus melakukan wajib lapor selama proses penanganan perkara oleh penyidik Polres Kupang.

Terkait pemindahan data diri, awalnya Melni telah bersepakat dengan suaminya mengurus pemindahan data diri/mutasi penduduk dari Manokwari ke Kabupaten Kupang, namun suaminya pergi meninggalkannya tanpa kabar.

Sehingga pada tahun 2020, Melni mendatangi Dinas Dukcapil Kabupaten Kupang untuk berkonsultasi.

Petugas Disdukcapil kemudian meminta agar Melni mengisi Formulir Pemindahan Penduduk dari Manokwari ke Kupang dengan ditandatangani oleh Melni.

“Saya tidak tahu seperti apa prosesnya sampai saat ini Juli 2022, saya belum pernah menerima dokumen yang diterbitkan oleh Dinas Dukcapil Kabupaten Kupang,” ungkap Melni.

Menurutnya, keberadaan ia dan suaminya berpindah-pindah dari Jakarta ke Manokwari, kemudian kembali ke Jakarta hingga tahun 2018, kemudian setahun kemudian keduanya memutuskan untuk menetap di Kupang.

Selain itu, Melni juga pernah melaporkan suaminya di tahun 2021 terkait penelantaran istri dan anak, namun pihak kepolisian Polres Kupang melakukan SP3 pada Desember 2021 dengan alasan tidak cukup bukti.

“Keterangan yang diperoleh dari penyidik bahwa Melni tidak punya KTP dan KK sehingga laporannya tidak bisa diproses, dan jika ingin melanjutkan maka lapor melalui Polda NTT, kemudian melanjutkan ke Mabes Polri, lalu diproses oleh Polda Papua Barat,” ungkap Melni.

Dia juga melayangkan aduan ke Dumas Polda NTT, bahkan sempat digelar kasusnya di Polres Kupang tapi penyidik Unit PPA yang menangani perkara tidak ada, bahkan Wassidik Reskrim akan mengirimkan jawaban tertulis tapi hingga saat ini Melni tidak menerimanya.

Sementara kuasa hukum nya, Bernard Anin menjelaskan kronologi kasus yang menimpa Melni Nalle terkait Dugaan Pelanggaran Pasal 94 Undang-Undang (UU) Dukcapil terkait pemalsuan data dokumen kependudukan.

Dalam kasus tersebut, lanjut Bernard Anin, sejak tahun 2019, Melni mengajukan pemindahan data kependudukan dari Manokwari ke Kabupaten Kupang untuk memenuhi permintaan sekolah untuk anaknya, sekaligus berjuang mencari hidup karena ditinggalkan oleh suaminya.

“Melni bersama anaknya pindah ke Kupang sejak 2019 tanpa kehadiran suami, sehingga melakukan pemindahan data kependudukan dari Papua Barat ke Kupang agar mempunyai data jelas untuk kepentingan pendaftaran sekolah anaknya dan mencari pekerjaan untuk menyambung hidup,” jelas Bernard.

Lanjutnya, sebagai masyarakat biasa, makanya Melni berkonsultasi dengan pihak Dinas Dukcapil Kabupaten Kupang terkait prosedur pemindahannya dan semua persyaratan administrasi untuk proses pemindahan/mutasi penduduk telah dipenuhi dan dimasukkan ke Disdukcapil untuk diproses.

“Tapi sampai saat ini Melni belum menerima dokumen kependudukan berupa KTP dan KK yang diterbitkan oleh Dinas Dukcapil Kabupaten Kupang,” ungkap Bernard.

Setelah itu, tanpa alasan yang jelas, suami dari Melni Nalle melaporkan ke Polres Kupang terkait pemindahan data kependudukan tersebut tanpa seizin suami. Bahkan istri dan anaknya diterlantarkan selama hampir tiga tahun, kemudian berusaha untuk berjuang melanjutkan hidup dengan cara memperbaiki identitas dirinya tapi ditetapkan sebagai tersangka,” urai Bernard.

Bernard mengaku pihaknya khawatir apabila kasus serupa ditetapkan menjadi yurisprudensi, maka nasib perempuan dan anak yang diterlantarkan oleh suami secara tidak bertanggungjawab, maka para suami dapat menekan istri dengan ancaman pidana jika merubah identitas tanpa seizin suaminya.

Ia juga pertanyakan penetapan tersangka oleh Polres Kupang terhadap Melni Nalle yang melakukan pemindahan data kependudukan dari Manokwari ke Kabupaten Kupang secara prosedural sesuai ketentuan Dukcapil.

Perubahan data apabila data Dukcapil memuat status perkawinan menjadi belum kawin, perubahan data nama dan tempat tanggal lahir, sedangkan kasus ini hanya perubahan domisili dari Manokwari ke Kabupaten Kupang.

Bahkan UU Dukcapil tidak melarang istri memberikan permohonan pindah domisili, dan polisi tidak dapat menetapkan Melni Nalle sebagai tersangka bahkan alasan suaminya tidak ada komunikasi sejak 2019 dan diterlantarkan.

“Sempat pakai keterangan domisili. Sejak awal mengurus pendaftaran sekolah anaknya, Melni Nalle menggunakan keterangan domisili di Desa Oebelo. Akan tetapi keterangan domisili itu hanya berlaku selama enam bulan saja, sehingga saat Melni hendak meminta keterangan domisili lagi, pihak desa tidak bersedia memberikannya,” ungkap Bernard.

“Aparatur desa tidak bersedia memberikan keterangan domisili karena pernah diperiksa oleh penyidik Polres Kupang, serta ada faktor lain sehingga tidak mau melayani permintaan Melni untuk menerbitkan keterangan domisili,” lanjut dia.

Sehingga kepengurusan dokumen di sekolah tempat anaknya mendaftar masih menggunakan dokumen asal Manokwari, Papua Barat, termasuk untuk semua jenis urusan lain.

Bernard Anin juga mengaku pihaknya juga mendapat informasi bahwa dalam kasus tersebut, ada dua orang dari Dinas Dukcapil Kabupaten Kupang dan satu orang lainnya dari Dukcapil Manokwari yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.

Terpisah, Kapolres Kupang AKBP FX. Irwan Arianto, membenarkan kasus ini dan penyidik Satreskrim Polres Kupang telah menetapkan Melni Nalle sebagai tersangka sesuai dengan Surat Perintah Nomor: SK.TAP/55/VI/2022/Sat Reskrim tanggal 3 Juni 2022.

“Benar, sebelumnya adapun juga laporan yang dilaporkan saudara Melni Nalle dan penyidik tidak memiliki bukti yang cukup dalam penetapan tersebut,” kata Kapolres.

“Penetapan tersangka terhadap Melni Nalle, karena penyidik telah mengantongi bukti yang cukup untuk menjerat pelaku,” lanjut dia.

Bukti tersebut menurut mantan Kapolres Sumba Barat itu, berupa hasil pemeriksaan Saksi Ahli dari Direktorat Jenderal Kependudukan, keterangan para saksi-saksi serta dokumen kependudukan yang disita penyidik.

Dengan bukti tersebut Melni Nalle terbukti melanggar Pasal 94 UU RI Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan atas UU nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berbunyi, ”Setiap orang yang memerintahkan dan atau memfasilitasi dan atau melakukan manipulasi data kependudukan dan atau elemen data penduduk”.

Masih menurut Kapolres, setelah penyidik menetapkan Melni Nalle sebagai tersangka, Melni melalui kuasa hukum melakukan praperadilan dan hakim menolak permohan praperadilan tersebut. (wil)

Advertisement


Loading...
error: Content is protected !!