Connect with us

HUKRIM

Kuasa Hukum Nancy Yappy Bantah Keterangan Kepala BPN Kota Kupang

Published

on

Biante Singh, SH.

Kupang, penatimor.com – Diduga membatalkan sertifikat hak milik (SHM) tanah secara sepihak, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang diadukan ke polisi.

Pelapornya adalah Nancy Yappy (38), berdasarkan laporan polisi Nomor: LP/B/264/IV/Res.1.2/2020/SPKT/ 26 Juni 2020.

Kepala BPN Kota Kupang diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan.

Nancy Yappy merupakan warga RT 002/ RW 010, Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Kepala BPN Kota Kupang, Fransiska Vivi Ganggas saat dikonfirmasi wartawan, membenarkan adanya dua laporan terhadapnya, yakni laporan perkara dugaan penyerobotan yang dilaporkan oleh pengacara Biante Singh, SH., serta laporan terkait pembatalan SK.

Fransiska jelaskan, semua proses yang dilakukan dalam rangka terbitnya SK pembatalan sudah dimulai dari bulan Desember 2018.

“Betul, sudah keluar SK Pembatalan sertifikat tanah yang diketahui dengan Nomor M 5650 atas nama Yanti Cristina Tansa,” ujarnya.

Atas peryataan Kepala BPN Kota Kupang ini, Biante Singh, SH., selaku kuasa hukum pelapor, menegaskan bahwa kliennya hanya membuat satu laporan polisi.

“Tidak sebagaimana yang dikatakannya (Kepala BPN), bahwa laporan polisi hanya tentang penyalahgunaan wewenang dalam jabatan. Dikarenakan klien kami tidak pernah disampaikan surat dan lain sebagainya,” ujar Biante kepada wartawan, belum lama ini.

“Sebelumnya kami ketahui bahwa permasalahan pembatalan sertifikat milik klien kami itu berdasarkan laporan penyerobotan yang kami laporkan kepada seseorang yang melakukan penyerobotan tersebut,” lanjut dia.

Dengan demikian penyidik Polda NTT meminta bantuan kepada Kepala Kantor BPN guna melakukan penetapan batas ulang, sehingga mereka bersurat dan surat mereka itu dibalas bahwa penetapan batas ulang itu akan dilakukan pada hari, tanggal dan bulan yang jelas.

“Untuk hari dan tanggal dimaksud untuk kita turun di lokasi dan penetapan batas, tapi petugas BPN tidak dapat melakukan karena sudah ada SK. Itu pun baru kami ketahui,” beber Biante.

Menurut dia, apa yang disampaikan Kepala BPN terkait proses permohonan pembatalan yang diminta oleh pemohon Yosef Boboi pada Desember 2018.

“Sepengetahuan saya, diawal dan pertengahan tahun 2019, Kepala BPN yang lama dan saat ini sudah pensiun, masih mengeluarkan surat guna melakukan pengukuran batas ulang,” tegas Biante.

“Bagaimana Kepala BPN yang sekarang mengatakan melibatkan dua kepala kantor,” sambungnya.

Inilah yang menurut Biante, perlu ditegaskan karena sepengetahuan dirinya, hingga pertengahan tahun 2019, Kepala BPN Kota Kupang yang lama itu masih mengeluarkan surat.

Dijelaskan, pada tahun 2019, Kepala BPN yang lama itu secara tegas menolak pembatalan tersebut.

Karena di dalam putusan perkara yang diajukan oleh Kepala BPN yang baru atau yang ada sekarang ini acuannya putusan perkara perdata Nomor 16.

“Pertanyaan saya kepada ibu Kepala BPN, yang perkara siapa dengan siapa. Klien saya tidak pernah dilibatkan dalam perkara tersebut. Apakah klien saya harus tunduk dan taat terhadap putusan tersebut. Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 16/2018 itu antara Josef Boboi selaku penggugat melawan Jeni Un selaku tergugat,” urai Biante.

Pada tahun 2018 itu juga Josef Boboi juga melakukan gugatan pada PTUN Kupang, dimana yang digugat adalah BPN Kota Kupang.

“Akan tetapi BPN mempertahankan produk nya. Ini yang menjadi sangat aneh. Di satu sisi mereka mempertahankan produk nya dan disisi lain mereka bisa membatalkan. Ini ada apa. Klien saya merasa dirugikan adanya kejahatan jadi jelas sebagai warga negara itu hak klien saya karena klien saya merasa dirugikan dengan adanya kejahatan,” tegas Biante.

“Dalam pasal 421 jelas. Mau pejabat pun setara kedudukannya Dimata hukum. Jangan beralibi. Sebenarnya sebagai Kepala BPN yang bijak setiap masalah yang besar harus ditiadakan. Jangan membuat permasalahan baru yang mana nantinya menyusahkan masyarakat lagi sebagai pencari keadilan. Kita mau menggali. Seperti yang disampaikan ibu Kepala BPN bahwa adanya pemberitahuan ada media, biarlah kita serahkan ke teman-teman kepolisian,” tegasnya.

“Sebagai kuasa hukum meminta agar BPN buktikan hal-hal itu. Surat itu ditujukan kepada siapa, siapa yang menerimanya. Saya sudah tanyakan kepada klien saya, tidak ada sepucuk surat yang disampaikan dari pihak BPN kepada klien saya. Jika memang ada silahkan mereka buktikan nanti. Siapa yang menerima surat tersebut. Tidak ada tanda terimanya. Kalau memang benar surat tersebut dikirim menggunakan jasa pengiriman JNE,” lanjut dia.

“Sebagai seorang pejabat, saya hanya menyampaikan jangan melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat pencari keadilan atau kepada saya selaku kuasa hukum. Sekali lagi saya tegaskan jangan ada kriminalisasi. Selaku Kepala BPN punya konsekuensi membatalkan sertifikat orang yang diperoleh berdasarkan jual beli bisa dibatalkan sepihak. Kembali kepada putusan pengadilan yang tidak pernah melibatkan klien saya. Sepengetahuan saya sebagai seorang lowyer kalau membatalkan sertifikat itu bisa dapatdilakukan tapi ada syaratnya,” urai Biante.

“Saya tidak lupa itu Permen Nomor 11 tahun 2016. Itu jelas harus ada eksekusi daripada putusan perkara tersebut. Putusan perkara tersebut bersifat dekratoir tidak ada sifat yang menghubung,” pungkasnya. (wil)

Advertisement


Loading...
error: Content is protected !!