UTAMA
TNI dan Polri Diminta Tindak Tegas Gerakan yang Mengancam Keutuhan NKRI

Kupang, Penatimor.com – Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Satu Bangsa Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta TNI dan Polri untuk menindak tegas setiap gerakan yang merongrong kewibawaan negara dan juga mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketua Gerakan Satu Bangsa Nusa Tenggara Timur, Agustinus Bedi Utomo Gilo Roma sampaikan ini terkait situasi politik nasional yang memanas menjelang pengumuman hasil rekapiltulasi penghitungan suara manual berjenjang dan penetapan paslon presiden dan caleg terpilih pada tanggal 22 Mei 2019 oleh KPU.
Menurut Bedi Roma, pengumuman hasil pemilu 2019 oleh KPU seharusnya disambut dengan suka cita dan meriah atas terpilihnya presiden/wakil presiden dan wakil rakyat untuk 5 tahun ke depan.
“Ini harus disambut sebagai wujud syukur atas penyelenggaraan pesta demokrasi yang secara umum sudah berjalan lancar, aman dan sukses, jujur, adil dan demokratis,” ungkap Bedi Roma, Senin (20/5/2019).
Bedi Roma menyayangkan sikap pasangan calon (Paslon) nomor urut 02 (Prabowo – Sandi) yang dengan gencar mengklaim kemenangannya secara sepihak berdasarkan hasil perhitungannya sendiri.
“Tidak hanya gencar melakukan klaim kemenangan, kubu paslon 02 juga dengan gencar melontarkan tuduhan kecurangan yang dilakukan oleh paslon 01, meski tanpa bukti serta membangun narasi untuk mendelegitimasi KPU, Bawaslu, dan MK, juga menolak hasil pemilu jika ternyata paslon 02 kalah,” ujarnya.
Bedi Roma menyatakan, KPU adalah lembaga yang dibentuk atas perintah Undang-undang (UU) yang komisionernya dipilih oleh DPR (wakil rakyat), untuk menyelenggarakan Pemilu. Sehingga apapun yang nantinya diputuskan oleh KPU seharusnya dihormati dan diterima oleh semua pihak.
“Apabila kemudian ada temuan bahwa telah terjadi kecurangan, maka sudah ada pula aturan hukum yang menunjuk Bawaslu dan MK untuk menindak atau menyelesaikan sengketa hasil pemilu tersebut,” katanya.
Dia berpendapat, sebagai negara hukum maka tidak ada satupun warga yang boleh menyelesaikan permasalahannya di luar hukum apalagi dengan cara-cara yang anarkis dan melanggar hukum. “Sebagai warga yang hidup dalam negara hukum, kita semua harus patuh terhadap hukum yang berlaku,” ungkapnya.
Bedi Roma menilai, tuduhan kecurangan tersebut, diikuti dengan konsolidasi tokoh dan aktor politik yang dengan sengaja dan terbuka menciptakan situasi politik nasional semakin keruh dengan ungkapan dan ajakan melakukan ‘makar’, ‘people power’ dan ‘revolusi’ yang mana menciptakan situasi yang mencekam bagi rakyat.
“Perbedaan pilihan politik yang semestinya sudah selesai dalam pemilu, kini ditarik menjadi lebih panjang untuk mendelegitimasi hasil pemilu dalam proses penghitungan yang sedang berjalan,” urainya.
Dia menegaskan, gerakan penggalangan massa untuk mendelegitimasi KPU, Bawaslu, dan MK serta menolak hasil Pemilu tidak boleh dipandang sebagai gerakan menegakkan demokrasi rakyat, tapi lebih merupakan gerakan politik syahwat kekuasaan yang merongrong kewibawaan negara dan mengancam eksistensi NKRI sebagai negara hukum.
“Saat ini kita tengah berhadapan dengan situasi bukan lagi sekadar pertarungan pilpres antara paslon 01 versus 02, melainkan Pancasila/NKRI versus Radikalisme/Negara Khilafah,” tegas Bedi Roma.
Karena itu, lanjut dia, semua elemen masyarakat Gerakan Satu Bangsa Nusa Tenggara Timur yang peduli dengan perkembangan situasi nasional, mengimbau kepada TNI dan POLRI untuk mengamankan proses pengumuman dan penetapan hasil Pemilu oleh KPU secara professional demi menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
“Gerakan Satu Bangsa NTT juga mendesak TNI dan POLRI untuk menindak tegas setiap aksi yang merongrong kewibawaan negara serta mencancam eksistensi NKRI sebagai negara hukum,” tegasnya.
Selain itu, Gerakan Satu Bangsa NTT juga mengimbau masyarakat Indonesia khususnya Nusa Tenggara Timur agar tidak terpengaruh dengan ajakan dan hasutan untuk melakukan aksi massa yang berisiko akan dimanfaatkan kelompok dan jaringan teroris untuk melaksanakan aksinya.
“Gerakan Satu Bangsa NTT menghimbau kepada para aktor dan tokoh politik untuk tunduk dan taat kepada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan segera menghentikan upaya memprovokasi atau menggalang opini dan gerakan massa untuk memuaskan syahwat politik kekuasannya, dengan membenturkan rakyat dengan aparat negara yang bukan tidak mungkin akan memakan korban dari kedua belah pihak,” pungkasnya. (R2)
