Connect with us

OPINI

PMII Kupang Soroti Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan di NTT 

Published

on

Hasnu Ibrahim (Dok.Ist)

Kupang, Penatimor.com – Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai provinsi berbasis kepulauan yang terdiri dari ratusan pulau dengan tiga buah pulau besar yakni Pulau Flores, Sumba dan Timor.

Dengan demikian menjadi suatu kebutuhan manakala memperhatikan serta memprioritaskan potensi kekayaan alam laut NTT demi mendorong percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di provinsi ini, dengan pengembangan sektor pariwisata atau ekowisata sebagai agenda prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT.

Keelokan pariwisata NTT terus tersingkap. Upaya  tersebut menjadi salah satu agenda konsentrasi kepemimpinan Viktor Bungtilu Laiskodat, Gubernur Nusa Tenggara Timur yang baru dilantik pada tanggal 5 September  2018 tahun lalu.

Gebrakan baru dalam menyongsong “NTT Bangkit dan NTT Sejahtera” tentunya dapat dilihat dari 5 platform visi/misi pemerintah yakni Pariwisata, Infrastruktur, Pendidikan, Kesehatan dan Reformasi Birokrasi.

Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kupang, Hasnu Ibrahim menyebutkan, dari ke 5 program tersebut, salah satu agenda yang menarik bagi PMII Kupang yakni menakar pemahaman Pemprov NTT terkait konsep pariwisata dan ekowisata.

PMII Kupang menilai, antara konsep pariwisata dan ekowisata sering dicampur adukkan sehingga asas sustainabelity (keberlanjutan) jarang diperhatikan oleh semua kalangan terutama Pemprov selaku pemangku kebijakan.

“Sebelum kita membahas lebih jauh apa itu Pariwisata dan bagaimana perbedaannya  dengan Ekowisata? Alangkah baiknya seluruh stakeholder harus memahami dulu perbedaan dari kedua pengertian tersebut,” ungkap Hasnu, Kamis (30/5/2019).

Hasnu menjelaskan, kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah daerah, dan pengusaha (UU 10/2019 tentang Kepariwisataan).

Sedangkan ekowisata, yakni kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/ usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumber daya alam dan lingkungan.

“Maka antara konsep pariwisata dan ekowisata sangat jelas perbedaannya. Sehingga publik NTT harus cerdas dalam melihat setiap kebijakan otonomi daerah Pemerintah Provinsi NTT,” jelasnya.

Dia menegaskan, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

“Sedangkan pemerintah daerah sebagaimana dijelaskan dalam UU tersebut bahwa gubernur, bupati, wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah,” tegasnya.

Dalam siklus kebijakan daerah, lanjutnya, otonomi daerah dan pemerintah daerah wajib hukumnya untuk membuat peraturan daerah sebelum menjalankan dan melaksanakan program. Karena peraturan daerah (Perda) adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota masih dalam koridor UU No 32 Tahun 2004.

Pembangunan pariwisata memiliki peran signifikan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor pariwisata menyumbang devisa dari kunjungan wisatawan manca negara (Wisman) dan Produk Domestik Bruto (PDB) beserta komponennya.

Dalam aspek sosial, pariwisata berperan dalam penyerapan tenaga kerja, apresiasi seni, tradisi dan budaya bangsa, dan peningkatan jati diri bangsa. Dalam aspek lingkungan, pariwisata Khususnya ekowisata dapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti kekayaan dan keunikan alam dan laut, dan alat yang efektif bagi pelestarian lingkungan alam dan seni budaya tradisional.

Pengembangan sektor pariwisata dan penunjangnya memiliki makna penting dalam integrasi nasional. Infrastruktur bukan saja berfungsi mengikat geografi wilayah Nusantara, tetapi juga memandu lahirnya partisipasi, efisiensi dan kesejahteraan.

“Keberhasilan negara memberikan kesejahteraan bermakna hak dan kewajiban negara dan warga negara telah berjalan optimal. Warga yang sejahtera cenderung bersifat integratif dan hubungan warga negara dengan pemerintahan positif sehingga masing-masing ingin memelihara manfaat dan hubungan positif tersebut,” paparnya.

Berdasarkan The Travel and Tourism Competitiveness Report 2009 (Word Economic Forum), daya saing pariwisata Indonesia tercatat pada peringkat ke-81 dari 133 Negara. Posisi diatas masih dibawah Malaysia (32 %), Singapura (10 %), dan Thailand (39 %), sedangkan Indonesia (31 %).

PMII mengapresiasi gagasan Dinas Pariwisata provinsi yang terus berusaha mengembangkan pariwisata NTT ke arah ekowisata. Seperti dituturkan Mantan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTT Alexander Sena saat menjabat sebagai Kadis Pariwisata NTT berikut :

Pariwisata NTT dikembangkan dengan konsep ekowisata yaitu keberlanjutan bagi alam maupun masyarakat.

“Nusa Tenggara Timur memiliki potensi budaya dan alam. Konsep ke depan untuk NTT adalah ecotourism (ekowisata),” tutur Alexander baru-baru ini di Jakarta, kepada Kompas Travel.

Alexander menuturkan, pariwisata yang berbasis masyarakat salah satu programnya adalah pengembangan desa wisata. Sejak tahun 2012, lanjutnya, pemerintah provinsi menganggarkan Rp 50 juta per desa untuk pengembangan desa wisata.

“Kami targetnya setiap tahun itu 50 desa. Program ini sejak 2012 sampai 2018,” katanya.

Desa yang disasar adalah desa yang memiliki kelompok-kelompok masyarakat yang bergerak di bidang wisata atau berpotensi wisata. Pengembangan yang diberikan berupa misalnya pelatihan sadar wisata bagi masyarakat desa wisata serta pelatihan bagi pemilik homestay.

Alexander juga menjelaskan pentingnya pelestarian alam NTT sebagai daya tarik pariwisata. Potensi alam untuk wisata yang dimiliki NTT, jelas Alex, mulai dari Pulau Komodo, Kelimutu, banyaknya titik penyelaman yang tersebar di NTT seperti di Riung (Ngada), Pulau Kepa di Alor, sampai Teluk Maumere di Maumere.

“Ini merupakan aset pariwisata bahari, karena NTT adalah kepulauan, banyak pulau besar dan kecil tersebar,” tutur Alexander.

Tambahan lagi, lanjut Alexander, adalah potensi budaya. Di NTT banyak tradisi unik seperti penangkapan ikan paus di Lembata. Lalu suku-suku tradisional yang masih hidup sesuai tradisi nenek moyang seperti Wae Rebo di Manggarai. Ada pula tradisi Pasola di Sumba.

Hanya saja, Alexander mengakui untuk infrastruktur perlu banyak pengembangan. Seperti akses penerbangan masih berupa rute domestik yang terkonsentrasi di Labuan Bajo dan Kupang. Demikian juga hotel berbintang masih terkonsentrasi di Kupang dan Labuan Bajo.

Untuk akomodasi, Alexander menganggap pentingnya pengembangan homestay di NTT. “Hampir semua kabupaten punya hotel, tinggal kelasnya saja. Kebanyakan hotel melati,” tambah Alexander.

Menanggapi hal itu, Hasnu menyatakan, pada realisasinya, gagasan serta gebrakan tersebut diatas kini telah dilupakan. Sehingga bagi PMII, ada indikasi kuat terkait kasus dugaan korupsi khususunya di Dinas Pariwisata Provinsi NTT.

“Dalam melihat indikasi kasus korupsi ini sangat sederhana, walaupun PMII Kupang belum memiliki bukti yang sangat cukup dalam membongkar persoalan ini,” tegas Hasnu.

Karena itu, Hasnu mengatakan, program yang tidak sesuai dengan realitas fisik maka besar kemungkinan ada indikasi kasus korupsi di dalamnya, karena korupsi bukan saja dinilai merampok uang negara, tapi hasil keputusan kebijkan yang salah pada tempatnya adalah suatu bentuk korupsi pada ranah administrasi publik.

“Sebagaimana yang diketahui secara seksama, NTT tidak hanya mempunyai tiga danau unik dipuncak gunung Kelimutu yang akhirnya kadang kala berubah warna dan pulau Komodo sebagai wisata unggulan. Di lain Aspek provinsi ini juga masih mempunyai banyak pantai dan teluk yang bisa menjadi tujuan wisata bahari,” katanya.

PMII Kupang juga mendesak Bidang Destinasi dan Promosi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT, agar menjadikan destinasi wisata bahari seperti teluk yang diunggulkan keindahannya yakni Taman Laut Teluk Maumere, Pink Beach di Manggarai Barat, Pantai Nihiwatu di Sumba, Alor Dive, Pantai Cepi Watu di Borong Manggarai Timur dan Pantai Nemberala di Rote Ndao agar diperhatikan secara serius dan menjadi agenda prioritas Pemprov.

Sudah saatnya, sektor pariwisata menjadi kekuatan ekonomi baru bagi NTT, sebab sumbangannya terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi dengan jumlah penduduk mencapai 5.203 juta jiwa itu sebesar Rp 2 triliun pada 2016.

“Artinya, sektor pariwisata sudah menjadi kekuatan ekonomi baru dengan indikator wisatawan asing ke NTT 80.000 orang, domestik 369.000 orang pada 2015 dan meningkat lebih dari 100.000 orang pada 2016 atau melebihi target pemerintah 10 persen atau naik 20 persen,” tandasnya.

Terkait arus kunjungan wisatawan ke NTT dan dampaknya bagi perekonomian serta daya beli masyakat sekitar destinasi pariwisata yang ada, diakui Menteri Pariwisata RI, Dr. Arief Yahya bahkan mengapresiasi Gubernur NTT dan jajarannya karena berhasil ‘menyulap’ Flobamorata menjadi destinasi wisata dunia.

Parameternya jelas, angka kunjungan wisatawan domestik dan internasional meningkat pesat sampai 100 persen di tahun 2016 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ini membuat NTT semakin tersohor. Bahkan Menpar memperingatkan NTB karena bisa dilampaui NTT.

Kontribusi sektor ini terbilang tinggi jika dibandingkan dengan sektor atau bidang administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib yang hanya 12,67 persen.

Demikian pula terhadap sektor atau bidang perdagangan besar dan eceran, reparasi Mobil dan sepeda motor yang hanya 11,07 persen dan sektor kontruksi menempati struktur paling buntut dengan kontribusi hanya 10,81 persen dalam struktur ekonomi NTT.

Dampaknya, kata dia, pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar Rp22,25 triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen (yoy).

Menurut Hasnu, berdasarkan hasil audiensi bersama Bank Indonesia (BI) dan PMII Kupang terkait “Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi NTT pada bulan Oktober 2018, diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar 4,98 persen, meskipun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II-2016 yang tumbuh sebesar 5,35 persen (yoy).

“Hal ini katanya karena infrastruktur penunjang juga pariwisata telah semakin memadai, dengan perkembangan tersebut, maka akan memberikan manfaat dan kontribusi yang semakin besar khususnya bidang ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat NTT,” katanya.

Dia menyatakan, saat ini kontribusi sektor pariwisawa terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat NTT telah mencapai 20 persen, dan diharapkan kontribusi tersebut bisa terus meningkat dengan beragam pembenahan dan pengembangan yang dilakukan.

Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pariwisata memberi perhatian khusus terhadap pembangunan pariwisata di NTT. Perhatian itu, dibuktikan pada kebijakan pemerintah yang telah menetapkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai salah satu prioritas pengembangan destinasi strategis nasional dari NTT.

“Kunjungan wisatawan domestik dan internasional ke NTT terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan konektivitas udara, darat, dan laut yang semakin lancar dari berbagai arah. Bandara El Tari di Kupang dan Bandara Komodo di Labuan Bajo kini disiapkan melayani penerbangan internasional melalui pola charter flight maupun regular flight,” katanya.

Karena itu, berbagai event skala lokal, nasional, regional dan internasional seperti Tour de Flores, Tour de Timor, sebagai bagian dari strategi menjadikan NTT mendunia.

“Terobosan baru, kita bekerja sama dengan Carnival Shipping Line, operator cruise terbesar dunia agar rutin mendatangkan kapal pesiar ke NTT. Selama ini home port kapal pesiar dunia di Singapura dan di Indonesia mereka hanya lewat saja, sehingga keuntungan ekonomisnya dinikmati Singapura,” ungkapnya.

Pemerintah, lanjut dia, katanya akan bangun home port cruise di Labuan Bajo dan call-call port di sejumlah kabupaten. Pemprov NTT juga jemput bola, membahas kerja sama investasi bangun infrastruktur pariwisata dengan Spanyol dan pelaku ekonominya. Kontennya dibahas di Kupang, lalu diajukan ke Bappenas untuk skema bantuan luar negeri.

“Gambaran diatas, tentu sangat bisa untuk menjawab NTT Bangkit dan NTT Sejahtera, melalui pengembangan dan peningkatan sektor pariwisata,” ujarnya.

Tapi bagi PMII, pemikiran perihal integrasi usaha wisata dengan sektor pertanian atau pedesaan, dikenal dengan community-based tourism (CBT). Pada dasarnya, ada tiga komponen utama dalam pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni penjelajahan (adventure travel), wisata budaya (culture travel) dan ekowisata (ecotourism).

“Apabila dasar pikiran diatas yang dilakukan maka sudah jelas akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, khususnya terkait dengan perolehan pendapatan, kesempatan kerja, serta pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat, yang pada akhirnya akan menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Karena konsep CBT PMII menilai implementasi ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan dan dinikmati oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur,” katanya.

Karena budaya, lingkungan dan peninggalan sejarah adalah nyawa (Roh) dari kegiatan pariwisata Indonesia. Tanpa adanya budaya maka pariwisata akan terasa hambar dan kering,  dan tidak akan memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

“Sehingga konsep CBT adalah hasil edukasi pemahaman ekowisata tidak kita temui dalam konsep pariwisata,” tambahnya.

PMII juga melihat, di tengah dinamika ekonomi dunia, ditandai krisis ekonomi dunia, globalisasi ekonomi yang belum tuntas, kenaikan harga minyak dunia, serta tarik menarik kepentingan ekonomi dunia maju dan dunia ketiga, telah berkembang suatu jenis jasa wisata yang memberikan jaminan bagi terciptanya kesejahteraan. Sektor usaha tersebut dikenal dengan ecotourism atau ekowisata.

“NTT memiliki potensi keindahan dan kekayaan dan kekayaan alam, khususunya apabila jasa ekowisata yang dikembangkan. Sebagai bentuk wisata yang sedang tren, ekowisata mempunyai kekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan produk lokal dan menghargai budaya lokal,” sebutnya.

“PMII Kupang berharap, seluruh stakeholder khusunya Pemprov dan Dinas Pariwisata NTT agar memikirkan kelangsungan (sustainabelity) dari provinsi ini tidak hanya terkooptasi terhadap keuntungan berbasiskan profit oriented, tapi yang lebih penting dalam dunia wisata adalah asas konservasi serta keberlanjutan, agar generasi NTT tetap tersenyum melihat keindahan alam dari provinsi ini,” pungkasnya. (R2)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

NASIONAL

PDIP dan Politik Kentut Jokowi

Published

on

Ilustrasi
Continue Reading

OPINI

Pemilu 2024: Ajang ‘Mengusir’ Pemimpin Destruktif

Published

on

Ilustrasi Pemilu 2024 (net)
Continue Reading

OPINI

HIDUP INI ADALAH KESEMPATAN (Sebuah Refleksi Teologis dalam Kitab Pengkotbah)

Published

on

Ilustrasi Kitab Pengkhotbah (net)
Continue Reading