Connect with us

UTAMA

Harga Tanah Makam di Kupang Mencekik Warga Kurang Mampu

Published

on

Salah satu tempat pemakaman umum di wilayah Kota Kupang. Foto: NET

Kupang, penatimor.com – Tempat Pemakaman Umum (TPU) milik Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang menimbulkan persoalan baru karena biayanya terbilang mahal.

Pasalnya, untuk mendapat satu kapling tanah kuburan, masyarakat harus membayar biaya hingga belasan juta.

Saat ini ada dua TPU milik Pemkot Kupang, yaitu TPU Liliba dan TPU Fatukoa.

Dengan harga yang terlampau tinggi ini menyebabkan masyarakat miskin yang ingin menguburkan keluarganya yang meninggal, mengalami kesusahan karena ada beberapa kewajiban yang harus dibayarkan.

Hal ini pun langsung mendapatkan tanggapan dari anggota DPRD Kota Kupang.

Karena jika dalam aturan dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemkot Kupang, dalam hal ini Dinas Sosial, berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan.

Dinas Sosial hanya mengenakan biaya Rp 150 ribu untuk setiap kapling atau persil kuburan.

Sementara untuk urusan lainnya tergantung kesepakatan antara pihak pengelola TPU dan keluarga duka yang terkait saja.

Wakil Ketua DPRD Kota Kupang Telendmark Daud, mengatakan, ada beberapa kasus yang dia dengar langsung, dimana ada keluarga duka yang kurang mampu dan ingin menguburkan jenazah anggota keluarganya, namun sangat dibebankan dengan biaya kapling kuburan.

Pasalnya, ada yang meminta sampai belasan juta rupiah untuk satu kuburan saja.

Hal ini tentunya sangat berat bagi keluarga tidak mampu, sehingga diharapkan masalah ini dapat disikapi dan diselesaikan segera oleh Pemkot Kupang dalam hal ini Dinas Sosial.

“Permasalahannya adalah, ketika keluarga duka ingin mengurus kubur sendiri, dengan menggali dan mengecor sendiri kuburan, tidak diperbolehkan, seolah-olah sudah ada aturan bahwa pihak pengelola TPU yang harus mengurusnya, dengan biaya yang terlampau tinggi,” kata Telendmark Daud, saat diwawancarai di ruang kerjanya, belum lama ini.

Dia menjelaskan, sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah jika keluarga duka merupakan keluarga mampu, tentunya mereka akan bersedia membayar berapapun, tetapi masalahnya ketika keluarga duka adalah masyarakat tidak mampu, bagaimana mereka dapat membayar dengan biaya setinggi itu.

“Karena itu saya minta agar dinas melakukan pengawasn di TPU milik Pemkot Kupang, agar jangan sampai aturan yang ditetapkan berbeda dengan pelaksanaannya di lapangan, dan akhirnya masyarakat menjadi korban. Jangan sampai lahan kubur menjadi lahan bisnis untuk menguntungkan pihak tertentu,” terangnya.

Menurut Telendmark, jika memang ada kesepakan antara keluarga duka dan pengelola kubur, maka tentunya tidak ada masalah, tetapi jangan sampai terkesan seperti paksaan dan membuatnya seolah-olah sebagai aturan tetap yang harus dijalankan.

Dan jika memang ada keluarga duka yang ingin menggali dan mengecor sendiri kuburan keluarganya, maka berikan keleluasaan.

Selain itu, Telendmark juga meminta Dinas Sosial agar berinovasi untuk mengurangi beban kerja pengelola maupun masyarakat.

Misalnya dengan mengusulkan untuk pengadaan alat ekskavator kecil, agar dapat menggali lubang kuburan dengan cepat.

“Jadi Dinas Sosial harus kreatif, misalnya tarif selama ini Rp 150 ribu, dengan biaya galing menggunakan ekskavator dinaikkan menjadi Rp 500 ribu, tentunya masyarakat akan setuju, karena harganya masih dapat dijangkau. Ini merupakan salah satu inovasi untuk mengatasi masalah ini,” ujarnya.

Mengenai pengadaan ekskavator kata Telendmark, dapat diusulkan oleh Dinas Sosial pada sidang anggaran perubahan nanti, agar jangan lagi masyarakat menggunakan jasa pengelola yang mengenakan tarif yang terlampau tinggi dan membebankan masyarakat.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial Kota Kupang Drg. Retnowati, mengatakan, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) terkait TPU, hanya dikenakan biaya Rp 150 ribu untuk satu kapling kuburan, selanjutnya untuk masalah menggali kuburan dan lainnya adalah kesepakatan antara pihak keluarga dan pengelola TPU.

“Jadi kami hanya bertanggung jawab sesuai dengan Perda yang ada, yaitu Rp 150 ribu, terkait biaya hingga mencapai belasan juta. Dinas Sosial tidak bertanggung jawab. Semuanya tergantung kesepakatan antara keluarga dan pengelola,” katanya.

Dia mengaku, tidak ada paksaan apapun untuk masalah kuburan ini. Jika keluarga menyetujui untuk diurus oleh pengelola, maka tentunya tidak menimbulkan masalah, tetapi jika keluarga menolak dan mau menggali dan mengurus sendiri kuburan, maka tetap diberikan keleluasaan.

“Kami tentunya akan segera melakukan pengecekan di lapangan terkait laporan ini, karena jika biaya mencapai belasan juta, maka harus dipastikan, apakah itu kesepakatan keluarga ataukan biaya yang diberikan oleh pengelola. Prinsipnya jangan sampai masyarakat dibebankan dengan biaya ini, semuanya tergantung kesepakatan saja,” terangnya.

Dia mengaku, berdasarkan laporan yang ia terima, biasanya untuk satu kapling kuburan yang dikerjakan oleh pengelola sampai pada pengecoran atas, maka biayanya Rp 4.500.000, tetapi ini juga harus ada kesepakatan antara keluarga dan pengelola, jika keluarga ingin mengerjakan sendiri, maka diberikan keleluasaan. (R1)

Advertisement


Loading...
error: Content is protected !!