Connect with us

UTAMA

24 KK di Kota Kupang Keluhkan Jalan Rusak

Published

on

Warga RT 09/RW 03 Kelurahan Penkase, Kecamatan Alak, Kota Kupang, bergotong royong memperbaiki jalan yang rusak.

Kupang, penatimor.com – Masih ada warga di Kota Kupang yang kesulitan mendapatkan akses jalan.

Sudah sangat lama kondisi jalan di wilayah Kelurahan Penkase, Kecamatan Alak, Kota Kupang ini tidak tersentuh aspal.

Akses jalan memang sangat penting bagi masyarakat setempat untuk melaksanakan berbagai aktivitas sehari-hari.

Bagi masyarakat di wilayah ini, mereka tidak pernah terlayani program pemerintah, khususnya pembangunan jalan.

Kepentingan masyarakat akan akses jalan ini seakan dianak tirikan oleh Pemerintah Kota Kupang, karena meski berada di tengah kota, namun tidak ada jalan yang layak untuk 24 kepala keluarga di wilayah RT 09/RW 03, Kelurahan Penkase, Kecamatan Alak, Kota Kupang.

Usulan pembukaan jalan baru kepada pemerintah, baik pemerintah kelurahan, pemerintah kecamatan, Pemerintah Kota Kupang bahkan Pemerintah Provinsi NTT, sudah diajukan namun upaya tersebut tidak digubris.

Kondisi ini sudah diusulkan oleh warga setempat sejak tahun 2014 silam melalui Musrembang, baik tingkat kelurahan, kecamatan maupun tingkat Kota Kupang.

Selain usulan melalui Musrembang, warga juga melakukan upaya koordinasi dengan pemerintah setempat, melalui rapat-rapat atau pertemuan yang membahas tentang kepentingan warga, namun masyarakat hanya mendapatkan janji manis dari pemerintah.

Rasa kecewa atas sikap pemerintah ini menimbulkan kekecewaan dari masyarakat. Namun berbagai upaya terus dilakukan secara swadaya masyarakat untuk membuka jalan.

Masyarakat juga melakukan patungan anggaran untuk mengadakan tanah putih. Jalan yang panjangnya sekitar 1 km itu membutuhkan banyak tanah putih.

Maka masyarakat hanya bisa membeli tanah putih lalu dikerjakan secara bertahap.

Meski demikian, setelah diratakan dengan tanah putih, setiap kali hujan, jalan tersebut selalu rusak karena terdapat beberapa bukit.

Gotlif Josua (41), warga RT 09/RW 03, kepada wartawan, belum lama ini, mengaku sangat kecewa dengan sikap pemerintah yang tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat.

Dikatakan, sejak tahun 2014 hingga saat ini, jalan tersebut sudah diperbaiki kurang lebih sebanyak 14 kali, namun tetap rusak karena proses pekerjaan dilakukan seadanya sesuai dengan kemampuan masyarakat.

Padahal jalan tersebut jika dikerjakan maka menjadi jalan alternatif bagi para pengguna jalan yang hendak menuju ke Kelurahan Alak.

“Warga yang melintas seringkali mengalami kecelakaan akibat jalan yang sangat rusak. Pengeluhan ini terus disuarakan kepada pemerintah tetapi kami hanya mendapat janji-janji manis dari para penguasa di kota ini,” ujar Gotlif.

Lebih lanjut Gotlif menjelaskan, sikap pemerintah yang tidak peduli sangat mengecewakan, bahkan warga enggan mengikuti Pemilu, tetapi ia berusaha memberikan pemahaman kepada warganya untuk memberikan hak suaranya saat pesta demokrasi tersebut.

“Warga kecewa dan lebih memilih golput karena dari masa ke masa, pemimpin ke pemimpin, tetap tidak diperhatikan. Tetap saya berusaha memberikan pemahaman kepada mereka bahwa niat untuk golput bukan solusinya sehingga disaat Pemilu harus ikut,” katanya.

Gotlif mengurai, jalan tersebut telah melalui beberapa masa kepemimpinan, yakni tingkat RT selama tiga periode, lurah tiga periode, wali kota selama dua periode dan gubernur juga sudah dua periode, namun akses jalan yang diusulkan kepada masyarakat yang hidup sebagai nelayan dan perkantoran itu belum juga terjawab.

Mewakili masyarakat, Gotlif mengharapkan kepada pemerintah saat ini baik dari tingkat yang paling bawah yaitu RT, Kelurahan, Wali Kota dan Gubernur untuk memperhatikan nasib mereka, karena mereka bagian dari warga Kota Kupang dan juga bagian bangsa ini.

“Kami tidak mengurangi rasa hormat kepada pemerintah, tapi tolong perhatikan kami masyarakat kecil adalah bagian dari bangsa ini. Kami juga memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti masyarakat lain pada umumnya,” harapnya.

Selain itu, Stefanus Lino yang juga warga setempat menambahkan jalan tersebut terdapat batu besar yang harus diratakan dan membutuhkan alat berat, namun karena upaya mereka tidak pernah terjawab, sehingga dari 24 kepala keluarga itu secara patungan uang untuk membayar pekerja untuk meratakan batu-batu yang ada.

Stefanus menjelaskan setelah mengeluarkan biaya yang banyak untuk meratakan batu-batu besar, lalu warga kembali patungan untuk membeli sertu atau tanah putih untuk pengerasan. Namun jalan tetap rusak saat hujan.

“Kami hidup di sini seperti tidak ada pemerintah di kota ini, padahal di saat ada momen Pemilu, banyak yang datang meminta dan menebar janji di sini, saat terpilih kepentingan masyarakat diabaikan,” ungkapnya.

Terpantau, dari ke 24 kepala keluarga tersebut secara bergotong royong meratakan tanah putih di ruas jalan tersebut.

Sampai dengan sore hari, terdapat lima truk yang sudah mengangkut tanah putih dan target warga sebanyak 10 truk. (R1)

Advertisement


Loading...