POLKAM
Petani di NTT Masih Sulit Akses Pupuk Bersubsidi
Kupang, Penatimor.com – Petani di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih kesulitan mengakses pupuk bersubsidi. Salah satu persoalannya adalah minimnya distributor pupuk bersubsidi, karena hanya ada satu distributor di setiap kabupaten/ kota.
Wakil Ketua Komisi II DPRD NTT, Patrianus Lali Wolo sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Selasa (8/12/2018).
Menurut politikus PDI Perjuangan yang biasa disapa Patris, solusi agar petani bisa lebih mudah mengakses pupuk bersubsidi adalah dengan menambahkan jumlah distributor agar bisa memenuhi kebutuhan pupuk petani.
“Persoalan ini sudah kita angkat berulang kali, kenapa satu kabupaten hanya ada satu distributor, itu pun tidak tangani semua urusan logistik, ada yang hanya tunggu di toko, dan lelang ekspedisinya pihak lain. Misalnya, untuk transportasi bawa dari Kaltim, dari Gresik itu yang urus pengadaan pihak lain, yang urus logistik lain lagi,” ungkap Patris.
Akibatnya, lanjut dia, menyebabkan kelambatan logistik, sementara petani sudah sangat membutuhkan pupuk, terpaksa harus membeli pupuk nonsubsidi yang tentunya lebih mahal harganya dibandingkan pupuk bersubsidi.
“Tentu dengan kemampuan ekonomi petani yang terbatas, maka mereka dengan terpaksa membeli pupuk nonsubsidi semampunya. Otomatis ini akan berdampak pada hasil produktivitas yang tidak maksimal,” katanya.
Lebih lanjut Wakil rakyat asal daerah pemilihan Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka ini berargumen, dengan hanya ada satu distributor di setiap kabupaten/ kota maka tentu menjadi persoalan bagi kabupaten dengan wilayah yang cukup luas, karena akan menyulitkan petani untuk mengakses pupuk bersubsidi.
“Kalau wilayah kabupatennya luas seperti Timor Tengah Selatan (TTS), distributornya ditempatkan di tengah, maka biaya yang harus dikeluarkan petani semakin tinggi. Misalnya, harga pupuk subsidi satu karung Rp 50.000 dan petani harus keluarkan biaya transportasi Rp 60.000 berarti sama saja dengan tidak subsidi,” ujar Patris.
Dia menambahkan, pemerintah perlu menambah distributor di setiap kabupaten/ kota minimal empat distributor. Hal ini dimaksudkan agar memberikan kemudahan akses bagi petani dan juga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk transportasi pengangkutan pupuk.
“Dengan demikian produktivitas petani menjadi terukur dan biaya produksi jadi menurun. Rumusannya seperti itu, tapi kalau untuk dapat pupuk satu kilogram petani harus keluarkan biaya yang tinggi maka akan berdampak pada hasil produksi karena dihitung sebagai biaya produksi, sehingga kemudian harus dijual dengan harga yang mahal juga. Sebaliknya, kalau pupuk tidak ada, maka produktivitas menurun,” paparnya. (R2)