UTAMA
Astaga, Progres Proyek Tahun 2018 di Kota Kupang Senilai Rp 3,8 M Baru 12 Persen

Kupang, penatimor.com – Pembangunan tahap pertama gedung baru Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Kupang, sampai saat ini belum juga terselesaikan.
Pekerjaan fisik masih mencapai 12 persen. Sementara, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) masih memberikan kesempatan atau adendum waktu selama 90 hari kerja.
Proyek ini dikerjakan oleh PT. Ditaputri Warnawa, dengan kontrak kerja terhitung sejak 31 Agustus sampai 28 Desember, dengan nilai proyek sebesar Rp 3,8 miliar.
Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Kupang Herold Devi Loak, mengatakan, lantai 1 gedung kantor Dukcapil diperuntukan sebagai ruang pelayanan administrasi kependudukan.
Sementara, kenyataan di lapangan progres pekerjaan fisik baru mencapai 12 persen, sementara uang muka yang sudah diberikan sesuai ketentuan sebesar 20 persen.
“Ketentuan yang sekarang kita kejar, apakah gedung pelayanan ataukah ketentuan pemutusan hubungan kerja dan lainnya. Tetapi ada ketentuan lain, yang memungkinkan agar pekerjaan tetap dilanjutkan tanpa di-PHK dengan ketentuan denda maksimun 9 persen dari total kontrak,” ujarnya.
Memberikan kesempatan agar pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik adalah pilihan yang diambil PPK.
Tentu tidak serta-merta peluang memberikan kesempatan menyelesaikan kontrak secara utuh, tentunya termin tidak akan diberikan sampai pekerjaan selesai.
“Selain itu, kontraktor juga harus menjamin bahwa dia memiliki modal untuk menyelesaikan semua pekerjaan sesuai ketentuan. Karena setelah semua pekerjaan selesai barulah akan dibayarkan uangnya disertai dengan denda yaitu dianggaran perubahan tahun 2019,” ujarnya.
Pasalnya, pekerjaan kantor Dukcapil ini merupakan anggaran tahun 2018, yang diharapkan sudah selesai. Namun kenyataan yang terjadi tidak demikan. Maka anggaran ini akan ada di anggaran perubahan 2019 mendatang, karena pada anggaran murni tidak dianggarkan.
“Jadi yang dikerjakan sekarang adalah menyelesaikan pekerjaan tahun 2018, dan akan dibayarkan pada 2019 jika semua pekerjaan tahap pertama sudah selesai,” ujarnya.
Menurut Devi, akan lebih baik jika pekerjaan ini dlanjutkan dengan didenda, dari pada kantor pelayanan ini baru akan selesai di tahun 2020.
“Tetapi jika memang semua kesempatan itu sudah diberikan dan memang tidak mampu bekerja secara baik dan tidak mampu untuk mencapai denda maksimum, maka akan di PHK dan blacklist. Jadi untuk menuju ke sana, saya tidak akan memberikan dia termin, jadi dia harus menggunakan anggaran sendiri sampai pekerjan selesai, barulah dibayarkan dengan denda maksimum,” ungkapnya.
Devi mengaku, dirinya juga ke jaminan pelaksanaan dan asuransi uang muka yang mengeluarkan, untuk memastikan bahwa setiap saat itu bisa dilakukan klaim, agar tidak terjadi kerugian negara, karena prinsipnya adalah tidak terjadi kerugian negara dalam persoalan seperti ini.
Terpisah, anggota Komisi III DPRD Kota Kupang Telendmark Daud, mengatakan, semuanya dikembalikan ke kontrak. Jadi kalau memang kontrak itu dimungkinkan untuk adendum atau diperpanjang waktu pelaksanaan, maka bisa sampai dengan denda maksimal.
“Tetapi jika sudah diberikan kesempatan sampai batas maksimal maka harusnya di-PHK, dan kembali ke kontrak tidak bisa dipaksakan lagi. Jadi saya sarankan agar dapat memberikan kesempatan melalui adendum, sesuai dengan denda maksimum yang berlaku,” terangnya.
Menurut Telend, jika semua kebijakan telah dilakukan namun sampai saatnya tidak bisa bekerja atau menyelesaikan pekerjaan, maka harus di-PHK dan ditenderkan ulang, dan diberikan kepada pihak yang serius dan mau mengerjakan pekerjaan sampai dengan selesai.
“Jadi kita tidak mencoba-coba dan berandai-andai, tetapi harus dilihat fakta yang terjadi. Jika memang tidak bisa maka di-PHK saja,” ujarnya.
Telend melanjutkan, untuk tahap kedua pembangunan kantor Dukcapil, emang tidak dianggarkan karena melihat progres tahap pertama yang masih terkendala.
“Harus dilihat dahulu, progres tahap pertama, sudah sampai dimana, jika memang sudah selesai, barulah dianggarkan untuk tahap kedua, sehingga volumenya tidak tumpang tindih. Jadi tahap pertama harus 100 persen barulah dianggarkan untuk tahap kedua,” kata Wakil Ketua DPRD yang baru saja dilantik ini.
Selain itu, Telend mengaku, alasan kenapa tahap kedua belum dianggarkan, karena sejak awal, pekerjaan ini tidak dikatakan pekerjaan multi year. Karena sejak awal, anggaran yang dianggarkan pada tahun 2018 itu adalah 100 persen pembangunan kantor Dukcapil.
Tidak tiba-tiba di tengah perjalanan lalu mengatakan bahwa anggarannya kurang, sehingga diusulkan lagi untuk melanjutkan tahap kedua.
“Ini mengapa kita tidak setuju untuk anggaran tahap kedua. Tetapi pada prinsipnya kita bahwa bangunan ini harus selesai 100 persen, sehingga adanya pertimbangan-pertimbangan apakah memungkinkan untuk penambahan anggaran untuk tahap kedua. Kita lihat dahulu pekerjaan yang ada sekarang, sampai dimana pekerjaannya,” kata legislatif asal Partai Golkar ini. (R1)
