Connect with us

HUKRIM

Tolak Putusan Hakim Atas Sahertian dan Lie, Jaksa Banding

Published

on

Iwan Kurniawan

Kupang, penatimor.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menyatakan banding terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kupang Nomor: 10/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Kpg, tanggal 26 Juli 2018 dengan terdakwa Johan Sahertian.

Upaya banding tersebut dibuktikan dengan akta pernyataan banding Nomor:12/Akta. Pid.Sus-TPK/2018/PN.Kpg yang dibuat pada Rabu (1/8) oleh JPU S. Hendrik Tiip, SH., dan diketahui Panitera Pengadilan Tipikor Kupang Drs. H.L.M. Sudisman,SH., MH.

Upaya banding juga dilakukan terhadap putusan atas terdakwa Fransiscus Xaverius Endrue Lie, ST.

Kepala Seksi Penkum dan Humas Kejati NTT Iwan Kurniawan yang dikonfirmasi di kantornya, Rabu (1/8), membenarkan.

“Ya benar, JPU tadi sudah nyatakan banding atas putusan Pengadilan Tipikor terhadap terdakwa Fransiscus Lie dan Johan Sahertian,” kata Iwan.

Terhadap putusan atas terdakwa Johan Sahertian, jelas Iwan, JPU tidak sependapat dengan pertimbangan hukum terkait kerugian negara dan pemidanaan.

Sementara terhadap putusan atas terdakwa Fransiscus Lie, JPU tidak sependapat dengan disparitas kualifikasi delik pasal 3.

“Karena perkara yang lain untuk rekanan diterapkan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tipikor sampai putusan Kasasi, makanya JPU nyatakan banding ke Pengadilan Tinggi,” terang Iwan.

Diberitakan sebelumnya, Fransiskus Lie divonis majelis hakim di Pengadilan Tipikor Kupang dengan hukuman 1 tahun penjara.

Kuasa Direktur PT Arison Karya Sejahtera itu juga dijatuhi pidana denda Rp 50 juta subsidair 1 bulan kurungan.

Terdakwa tidak dihukum membayar uang pengganti kerugian keuangan negara.

Fransiskus jug dihukum membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000, sementara barang bukti dikembalikan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati NTT untuk dipergunakan dalam perkara lain.

Diktum putusan disampaikan Ketua Majelis Hakim Jimi Tanjung Utama, didampingi hakim anggota Ibnu Kholik dan Ahlim Muhtarom dalam persidangan yang digelar, Jumat (27/7).

Sesuai amar putusan hakim, Fransiskus Lie dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, melanggar Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Fransiskus Lie divonis sebagai terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan tambak garam di Kabupaten Sabu Raijua (Sarai).

Vonis hakim terhadap Fransiskus Lie lebih ringan, pasalnya dia sebelumnya dituntut JPU dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda senilai Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Kuasa Direktur PT Arison Karya Sejahtera ini tidak dituntut membayar uang pengganti kerugian negara, karena baru menyelesaikan pekerjaan tambak garam seluas 11 hektare di bulan Juni 2018.

Terdakwa Fransiskus Lie selaku Kuasa Direktur PT Arison Karya Sejahtera selaku rekanan yang mengerjakan paket pekerjaan Sabu Barat I seluas 18 hektare dengan pagu anggaran senilai Rp 8 miliar. Namun, kontrak kerja hanya sebesar Rp 7,981 miliar.

Progres pekerjaan di lapangan yang terpasang tidak sesuai dengan target yang ditentukan. Sementara pembayaran sudah dilakukan sebesar Rp 66,89 persen.

Sementara itu, majelis hakim di Pengadilan Tipikor Kupang dalam amar putusannya memvonis terdakwa Johan Sahertian dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Johan selaku terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan tambak garam di Kabupaten Sarai.

Selain vonis penjara, Johan juga dihukum dengan pidana denda senilai Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Terdakwa juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp 1,3 miliar subsidair 1 tahun penjara.

Ketua Majelis Hakim Jimi Tanjung Utama, didampingi hakim anggota Ibnu Kholik dan Ahlim Muhtarom, saat membacakan putusan, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindaka pidana korupsi dan melanggar Pasal 2 Undang-Undang Tipikor.

Hukuman terhadap terdakwa Johan Sahertian lebih ringan dibanding tuntutan JPU.

Selaku pelaksana pekerjaan tambak garam Paket Sabu 2, Johan dituntut dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan atau 7,5 tahun.

Tidak hanya itu, Direktur PT Pedro Jaya Abadi itu juga dituntut dengan pidana denda senilai Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan, termasuk membayar uang pengganti (UP) kerugian negara senilai Rp 2 miliar lebih.

John Sahertian selaku Direktur PT Pedro Jaya Abadi selaku rekanan yang mengerjakan paket proyek Sabu Barat II seluas 14 hektare dengan pagu anggaran senilai Rp 7 miliar.

Namun, kontrak kerja hanya sebesar Rp 6,997 miliar. Sama dengan yang dikerjakan oleh PT Arison Karya Sejahtera, PT Pedro Jaya Abadi juga tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan tergaet yang sudah ditetapkan dalam kontrak kerja. Sementara pembayaran sudah dilakukan sebesar Rp 77,07 persen. (R1)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *