HUKRIM
Ranti Dinilai Halangi Proses Hukum, TPDI: Kundrat Jaksa Langka
Jakarta, penatimor.com – Kasus dugaan penculikan balita Richard Mantolas, anak dari Kundrat Mantolas, seorang jaksa sekaligus Kasi Pidsus Kejari TTU pada 28 Mei 2018, tidak boleh dipandang sebagai kejahatan penculikan biasa sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 328 KUHP, yang mengatakan, “Barang siapa membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya atau tempat tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Koodinator TPDI Petrus Salestinus kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/6), mengatakan, kasus penculikan ini tidak boleh hanya dipandang sebagai pelanggaran terhadap UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, yang mengancam pelakunya dengan ancaman pidana lebih tinggi yaitu pidana penjara maksimum 15 tahun penjara.
Ancaman pidana ini kata Petrus, diatur di dalam kenetuan pasal 83 jo. pasal 76f UU Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara minimum 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp 60 juta dan paling banyak Rp 300 juta, tetapi harus dicari motif korupsi dibalik penculikan ini, karena dihubungkan dengan kedudukan dan jabatan ayah korban sebagai jaksa dan Kasi Pidsus Kejari TTU.
Dia jelaskan, jikalau motif penculikan terhadap bocah berusia 4 tahun itu dilakukan terkait dengan profesi dari ayah korban yang sedang menangani kasus korupsi, sehingga motif penculikan yang dilakukan oleh para pelaku harus dipandang terkait dengan kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani oleh ayah korban dengan pihak penculik, dengan tujuan untuk merintangi, menggagalkan, menghalang-halangi secara langsung atau tidak langsung penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan perkara korupsi yang sedang atau yang akan ditangani.
Dengan demikian maka, terhadap pelaku penculikan dapat dikenakan pasal tindak pidana korupsi sebagai Tindak Pidana Pokok, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 21 UU Tipikor, yang mengancam pelaku penculikan dengan ancaman pidana maksimum 12 tahun penjara.
Sementara kasus penculikan bocah cilik Richard Mantolas sebagai tindak pidana tambahan.
Karena itu, lanjut Petrus, Polri maupun Kejaksaan harus menggali secara maksimal siapa yang mengotaki dan mendanai penculikan dimaksud, apalagi terkait dengan motif menghalangi pengungkapan kasus dugaan korupsi di daerah NTT.
“Ini tindak pidana yang dilakukan secara kumulatif atau gabungan beberapa tindak pidana secara berbarengan,” kata Petrus Salestinus.
Advokat senior Peradi di Jakarta itu juga mengapresiasi ketangguhan jaksa sekaligus Kasi Pidsus Kejari TTU Kundrat Mantolas, karena berani dan mampu melawan godaan suap terkait dengan tugas dan jabatan yang diemban, meski menghadapi risiko dimana keluarganya diancam bahkan diculik dan menjadi taruhan.
“Bagi Provinsi NTT yang terkenal korup, perilaku jaksa Kundrat Mantolas bukan saja merupakan peristiwa langka (menolak suap) akan tetapi juga termasuk jaksa langka di tengah hiruk pikup suap kenyuap, KKN saling menyandera di kalangan penegak hukum karena faktor KKN yang akut,” tandas Petrus.
Karena itu Jaksa Agung, lanjut Petrus, sebaiknya memberikan penghargaan kepada jaksa Kundrat Mantolas, manakala terbukti bahwa penculikan terhadap putranya terkait dengan sikap tolak suap dan ancaman pembunuhan yang sering diterimanya.
“Ini anak NTT yang baik, termasuk orang jujur dalam mengabdi terhadap tugas negara dan pelayanan publik bagi masyarakat NTT. Proficiat buat Kundrat Matolas, karena Anda telah melakukan hal terbaik dan langka, meskipun dengan risiko dibunuh, diculik dan disekap,” ucap Petrus Salestinus. (R1)