HUKRIM
Salean Minta Hakim Tolak Eksepsi Jeriko
Kupang, penatimor.com – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang melanjutkan sidang gugatan Margaritha Salean terhadap Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore (Jeriko), Senin (14/5).
Sidang dengan agenda mendengarkan replik disampaikan kuasa hukum penggugat, Philipus Fernandez dan Achmadi Kandola.
Philipus dalam replik, menegaskan, kerugian yang dialami penggugat karena obyek sengketa yang diterbitkan tergugat bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan akan dibuktikan dalam tahapan pembuktian.
Kerugian yang dialami penggugat, jelas Philipus, telah diekstentuasikan pada perbuatan tergugat yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
Advokat senior yang juga Ketua Peradi Kupang itu melanjutkan, perbuatan tergugat yang menerbitkan obyek sengketa bertentangan dengan asas kepastian hukum, asas larangan melakukan diskriminasi dan asas tertib penyelenggaraan pemerintah yang mana akan dielaborasi secara detail dalam pembuktian.
“Jadi gugatan penggugat tidak kabur, karena pembuktian menyangkut dengan AUPB yang dilanggar oleh tergugat sudah memasuki area pokok perkara yang kelak akan kami jelaskan,” tandas Philipus.
Dia menyatakan, keseluruhan dalil gugatan merupakan satu kesatuan integratif yang tidak terpisahkan dalam replik penggugat terhadap eksepsi dan jawaban tergugat.
“Semua dalil gugatan penggugat adalah benar dan saling berkaitan dengan replik perkara,” tegas dia.
Masih menurut Philipus, tergugat juga tidak dapat merinci laporan hasil Baperjakat dimaksud. “Laporan hasil Baperjakat itu nomor dan tanggal berapa. Harus disebutkan,” tegas dia.
Penggugat menyangsikan mutasi pejabat adalah urgen dan krusial sifatnya, sebagaimana tertuang dalam obyek sengketa demi kepentingan dan kemaslahatan pelayan masyarakat agar roda pemerintah tetap berjalan, sehingga belum lewat enam bulan dilakukan mutasi.
“Kalau demikian mengapa jabatan-jabatan pejabat administrator masa ada yang ditinggalkan lowong. Misalnya, Kabid Pembangunan Inovasi dan Teknologi pada Balitbang Kota Kupang dibiarkan kosong. Demikian pula untuk jabatan Sekretaris Camat Maulafa dibiarkan kosong,” tanya Philipus.
Tidak hanya itu, dia menyebutkan, pada Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Kota Kupang terhadap Kepala Bidang Perikanan dan Tangkap yang tetap dibiarkan kosong tidak terisi, dan jabatan eselon III dan eselon IV lainnya yang tidak segera diisi dan tetap dibiarkan kosong dalam mutasi pejabat administrator tanggal 19 Desember 2017.
Jika pergantian pejabat adalah untuk pengisian jabatan lowong, Philipus mempertanyakan mengapa dalam obyek sengketa hanya dilakukan pengisian jabatan lowong untuk jabatan Inspektur Pembantu Wilayah III pada Inspektorat Daerah Kota Kupang Agustina Elisabeth Saudale dan jabatan Kepala Bagian Sumber Daya Alam dan Infrastruktur Setda Kota Kupang, Yohana Koeain.
Merujuk pada ketentuan hukum tersebut, Philipus menilai, seharusnya tidak dilakukan pergeseran jabatan, antara lain jabatan penggugat sebagai Sekretaris Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Kupang menjadi Sekdis Pariwisata Kota Kupang.
Sementara, Sekdis Pariwisata bergeser menjadi Sekretaris BKPP Kota Kupang yaitu Paulus Charles Muskanan Amalo.
Selain itu, lanjut Philipus, Sekdis PUPR bergeser menjadi Sekdis Nakertrans Kota Kupang atas nama Herson Arnoldus Lada, Sekdis Nakertrans bergeser menjadi Sekdis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Kupang, Frengki Amalo.
Philipus jelaskan, yang juga menimbulkan kerancuan administrasi negara adalah terdapat satu orang pejabat yang dipromosi, yaitu Sekretaris Camat Maulafa yang dipromosi menjadi Camat Maulafa atas nama Lodywik Djungu Lape, sedangkan jabatan yang ditinggalkan dibiarkan menjadi kosong dan tidak diisi.
Untuk itu Philipus menilai terjadi kekacauan dan ketidaktaatan asas dalam tata administrasi penyelenggaraan pemerintahan, dimana obyek sengketa tidak hanya mengatur pelantikan dan pengisian jabatan lowong, akan tetapi juga dilakukan pergeseran pejabat.
Bahkan menurut dia, dengan promosi jabatan dari eselon IIIB ke eselon IIIA untuk jabatan Camat Maulafa, perbuatan tergugat yang menerbitkan obyek sengketa bertentangan dengan asas kepastian hukum, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.
Ditambahkan, ketidaktaatan asas tergugat juga tampak secara ekplisit, dimana dalam surat persetujuan pengisian dan pelantikan pejabat dari Gubernur NTT Nomor BKD.013.1/1/013/PK-JS/I/2018 tanggal 9 Januari 2018, baru ditetapkan tanggal 9 Januari 2018, meneruskan persetujuan Surat Mendagri Nomor 820/10512/OTD tanggal 5 Desember 2017.
Akan tetapi pelantikan pejabat administrator oleh tergugat dilaksanakan mendahului Surat Gubernur NTT Nomor BKD.013.1/I/013/PK-JS/I/2018 tanggal 9 Januari 2018, yakni tanggal 19 Desember 2017, atau kurang lebih sebulan sebelumnya.
Menjadi pertanyaan penggugat, lanjut Philipus, apakah sedemikian urgen dan krusialnya pelantikan pejabat administrator tersebut, sehingga seakan-akan surat persetujuan gubernur tidak diperlukan lagi.
“Perlu diperhatikan bahwa surat persetujuan Mendagri ditujukan kepada Gubernur NTT, dan bukan ditujukan kepada tergugat,” tandas dia.
Philipus menambahkan, uraian replik yang mempertegas gugatan sebelumnya tersebut, terlihat jelas bahwa gugatan penggugat dalam perkara ini dilandasi dengan alasan dan argumentasi hukum yang benar, sehingga patutlah dikabulkan seluruhnya oleh majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara.
“Eksepsi dan jawaban tergugat terkesan sumir dan tidak menjawab persoalan yang digugat oleh pengugat, sehingga patut dikesampingkan dan ditolak oleh hakim,” harap dia.
Terpantau, sidang dipimpin majelis hakim, masing-masing Mariana Ivan Junias, Simson Seab dan Ivan Pahlavia Islamy, dibantu panitera pengganti Hofnial P. Lopsau.
Dalam sidang itu, hadir kuasa hukum tergugat, masing-masing Niko Ke Lomi, Stefanus Matutina dan Novan Manafe. (R1)