SOSBUD
KOMPAK Gelar Dialog Interaktif Soroti Persoalan Buruh NTT
Kupang, penatimor.com – Memperingati Hari Buruh Sedunia 1 Mei hari ini, Komunitas Peacemaker Kupang (KOMPAK) Orang Muda Lintas Agama menggelar acara dialog interaktif dengan menghadirkan sejumlah narasumber yang menyoroti persoalan buruh di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dialog interaktif yang digelar di Studio 1 RRI Kupang, di Jalan Tompelo, Kota Kupang juga disiarkan secara langsung melalui RRI dan dipandu oleh Aser Rihi Tugu, Selasa (1/5/2018), dengan tema “Orang Muda Bicara Keadilan Bagi Buruh”.
Narasumber yang dihadirkan yakni, Ketua GMKI Christo Kolimon, Ketua PMKRI Marco Gani, Kristian Hitarihun dari KOMPAK, Dr. Dominggus Elcid Ly dari IRGSC, Pengacara LBH APIK Ester Mantaon dan Mama Nora dari Serikat Buruh Migran Indonesia.
Kristian Hitarihun dalam paparannya mengatakan, salah satu persoalan yang sering terjadi sejak era 80-an hingga saat ini adalah perlakuan tidak manusiawi terhadap buruh, terutama TKI/ TKW baik di luar negeri maupun ketika kembali ke negeri sendiri.
“Perlakuan itu tidak saja di luar negeri, ketika mereka kembali dan tiba di Bandara Soekarno Hatta, mereka juga harus menerima perlakuan yang tidak baik, karena ada oknum-oknum yang justru melakukan pemerasan terhadap para TKI ini,” ungkapnya.
Menurut Kristian, komunitas orang muda di NTT sudah secara maksimal melakukan upaya pencegahan TKI ilegal, namun dibutuhkan kerja sama dari semua komponen. Karena persoalan tersebut merupakan masalah bersama.
“KOMPAK mengambil peran sosialisasi ke desa-desa, dengan memberikan informasi dalam bentuk lisan, tulisan, video bahkan melalui pemutaran film tentang dampak dari pergi bekerja secara ilegal,” katanya.
Dia berharap, adanya kerja sama semua pihak mulai dari tingkat pusat hingga daerah, dalam komitmen bersama untuk melakukan upaya zero trafficking.
Sependapat, Mama Nora dari Serikat Buruh Migran Indonesia mengatakan, para buruh migran kebanyakan berasal dari desa, oleh karena itu sosialisasi pencegahan perlu dilakukan di desa-desa.
“Para TKI kebanyakan dari desa, dan dengan tingkat pendidikan yang minim. Karena itu, diperlukan sosialisasi yang lebih menyentuh ke akar rumput. Sebenarnya, di daerah sendiri juga ada banyak peluang kerja,” katanya. (R2)