Connect with us

POLKAM

DPRD NTT Minta Pemprov Perjuangkan Program Nusantara Sehat

Published

on

Hamdan Saleh Batjo. Foto: IST

Kupang, penatimor.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk memperjuangakn Program Nusantara Sehat yang digagas pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan, karena saat ini hanya ada di tujuh kabupaten dan 25 puskesmas.

Anggota DPRD NTT, Hamdan Saleh Batjo sampaikan ini kepada wartawan di Kupang, Senin (23/4/2018).

Hamdan mengatakan, sebagai ketua panitia khusus (Pansus) LKPj akhir masa jabatan gubernur, pihaknya telah membahas, memberi catatan dan menghasilkan rekomendasi untuk diperhatikan pemerintah untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan.

Untuk bidang kesehatan terkait peningkatan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat, ditemukan masih banyak aspek yang harus diperhatikan. Apalagi pelaksanaan Revolusi Kesehatan Ibu- Anak (KIA) sejak tahun 2009, gaungnya mulai menurun dengan berjalannya waktu.

Memang evaluasi terhadap pelaksanaan Revolusi KIA menunjukkan keberhasilan untuk kesehatan ibu, namun kurang berdampak pada kesehatan bayi, khususnya bayi baru lahir, usia 0- 28 hari.

Dia menyebutkan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan di NTT belum mencapai target yang ditetapkan dalam kurun waktu 2013 sampai 2016. Mengatasi permasalahan ini, perlu ada langkah strategis yang dilakukan. Pemerintah NTT perlu memperjuangkan program NS ke semua kabupatenkota, terutama kabupaten yang bermasalah kesehatan yakni Manggarai Timur, Sumba Barat Daya (SBD), Sumba Tengah, dan Timor Tengah Selatan (TTS).

Strategi lainnya, lanjut Hamdan, kembangkan program pendampingan desa dengan latar belakang keahlian tenaga kesehatan utama yakni dokter, perawat, bidan, sanitarian, sarjana kesehatan masyarakat, da utrisionist. Upah untuk kelompok ini dibayar dari dana desa.

“Penempatan dokter lulusan Universitas Nusa Cendana (Undana) di daerah/kabupaten yang ratio dokter dan pendudukan sangat rendah,” kata Hamdan.

Dia menyampaikan, upaya kesehatan yang perlu mendapat perhatian adalah rumah sakit (RS) Ponek dan Puskesmas Poned perlu ditingkatkan jumlah dan sarana/fasilitas kesehatan untuk menurunkan kematian ibu dan bayi, khususnya neonatus (bayi baru lahir). Sarana dan alat promosi kesehatan perlu lebih dikembangkan berbasis budaya dan masyarakat lokal agar dapat diterima masyarakat dan dilaksanakan dalam kehidupan mereka sehari- hari.

Hamdan menyatakan, pemerintah perlu memikirkan pembangunan fasilitas kesehatan untuk UKP dan UKM (RS dan Puskesmas) terutama di desa terpencil dan kepulauan dalam wilayah 10 kabupaten yakni Kupang, TTS, TTU, Sikka, Manggarai Barat, Sumba Timur, Sabu Raijua, Ngada, dan SBD sehingga dapat mencegah angka kesakitan DBD, campak dan Ispa.

Perlu pecepatan akreditasi RS da Puskesmas untuk meningkatkan mutu pelayanan da mengoptimalkan pelayanan rujukan sehingga masyarakat tidak terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

“Pencegahan penyakit melalui deteksi dini, home visit untuk perawatan keluarga dan kelompok berisiko seperti campak, TBC, dan HIV/Aids perlu terus dilakukan dengan mengembangkan metode- metode baru yang lebih efisien dan efektif,” tandas Hamdan.

Anggota DPRD NTT dari Fraksi PKB, Jhon Rumat menilai pemerintah gagal menjalankan delapan agenda pembangunan dan enam tekad karena tidak ada satu pun yang menonjol dan bisa dibanggakan. Padahal, setelah hampir selesai memimpin NTT selama 10 tahun, masyarakat sangat menginginkan ada program yang menonjol dari delapan agenda pembangunan dan empat tekad.

Selain itu, kata Rumat, Program Desa Mandiri Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera (DeMAM) dengan dukungan dana yang cukup besar pun, tidak menonjol di lapangan. Kalaupun ada, hanya dinikmati segelintir orang atau kelompok tertentu. Masyarakat tidak merasakan keuntungan dari pelaksanaan program itu, bahkan terkesan membawa beban utang bagi mereka. Karena pola pelaksanaan program dengan dukungan dana tersebut dalam bentuk bergulir.

“Jika modelnya adalah dana hibah bergulir, muncul pertanyaan siapa yang akan menagih dana tersebut setelah gubernurnya diganti,” kata Rumat. (R2)

Advertisement


Loading...