HUKRIM
Putusan Kasasi MA, Sudah Dua Terpidana Mati di Kupang, Jaksa Siap Eksekusi?

KUPANG, PENATIMOR – Amar putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia menyatakan menolak upaya hukum Randy Badjideh sebagai terdakwa perkara dugaan pembunuhan terhadap ibu dan anak, Astrid Efita Manafe (31) dan Lael Macabee (1).
Hal ini berdasarkan surat putusan yang termuat pada website Mahkamah Agung RI dengan Nomor 387 K/Pid/2023 tertanggal Kamis 13 April 2023.
Dalam amar putusan Majelis Hakim tingkat Kasasi tertulis: “Tolak Kasasi Terdakwa”.
Dengan ditolaknya upaya hukum Kasasi, maka Randy Badjideh telah berstatus terpidana hukuman mati. Randy masih bisa menempuh upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK), dan apabila ditolak, terpidana masih bisa mengajukan Grasi atau meminta pengampunan kepada presiden.

Tangkapan layar putusan terhadap Randy Badjideh yang termuat pada website resmi Mahkamah Agung RI.
Putusan Kasasi ini diputuskan Majelis Hakim yang diketuai oleh Dr. Desnayeti M. SH.,MH., didampingi dua Anggota Majelis Yohanes Priyana, S.H.,M.H., dan H. Dwiarso Budi Santiarto, SH.,M.Hum., dengan Panitera Pengganti Ayumi Susriani, S.H.,M.H.
Berdasarkan website MA, status perkara ini telah diputus, dan sedang dalam proses minutasi oleh majelis hakim.

Randy Badijeh.
Untuk diketahui Randy Badjideh divonis hukuman mati oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Kupang. Randy dinyatakan terbukti bersalah melakukan pembunuhan terhadap Astrid Efita Manafe dan anaknya Lael Macabee.
Pasca vonis hukuman mati di tingkat Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang, Randy Badjideh melakukan upaya Banding di Pengadilan Tinggi Kupang, dan putusannya menguatkan putusan pertama.
Selain Randy Badjideh, istrinya Ira Ua juga divonis dengan hukuman 20 tahun penjara, karena turut serta dalam kasus pembunuhan tersebut.
Tinus Tanaem juga Terpidana Mati
Hingga saat ini pihak penasehat hukum terpidana Yustinus Tanaem alias Tinus Perko belum juga melakukan upaya hukum apapun terhadap vonis hukuman mati sebagaimana amar putusan Kasasi Mahkamah Agung RI.
Dengan putusan ini, Yustinus Tanaem telah berstatus terpidana pembunuhan dan pemerkosaan dua gadis di Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang.
Majelis hakim dalam amar putusan kasasinya, menetapkan, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum pada Kejari Kabupaten Kupang.
Amar putusan kasasi juga menyatakan, memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 13/PID/2022/PT KPG tanggal 12 April 2022 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Oelamasi Nomor 136/Pid.B/2021/PN Olm tanggal 31 Januari 2022, mengenai pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa menjadi pidana mati.
Majelis hakim juga memutuskan untuk membebankan biaya perkara kepada seluruh tingkat peradilan dan pada tingkat kasasi kepada negara.
Demikian putusan kasasi Majelis Hakim yang diketui oleh Yohanes Priyana, SH.,MH., dengan Anggota Dr. Gazalba Saleh, SH.,MH., serta Panitera Pengganti Ayumi Susriani, SH.,MH.
Aris Tanesi, SH., selaku penasehat hukum terpidana Yustinus Tanaem, yang dikonfirmasi awak media ini, Jumat (10/3/2023) siang, mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih kesulitan mencari bukti baru atau novum untuk melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK).
“Kami masih mencari novum atau bukti baru untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali. Yang pasti kami akan lakukan upaya hukum. Saya juga akan menemui dan berbicara dengan klien bagaimana sikap dia terhadap putusan ini,” kata Aris Tanesi yang dihubungi via ponsel.
Aris juga mengaku hingga saat ini pihaknya mengalami kesulitan mencari bukti baru, sehingga peluang untuk melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali sangat kecil.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kabupaten Kupang, Pethres Mandala, SH., yang dikonfirmasi awak media ini, mengatakan, pihaknya masih menunggu upaya hukum yang akan dilakukan pihak terpidana.
“Memang permohonan Peninjauan Kembali tidak dibatasi jangka waktu. Kalau putusan upaya hukum terakhir tetap diputus mati, prosesnya pasti lumayan lama, karena harus lapor Kejati dan banyak pihak. Kalau setuju tempatnya di NTT untuk eksekusi, tapi di luar NTT, pasti banyak instansi terkait yang harus kita hubungi untuk proses pemindahannya,” jelas Kasi Pidum.
Sebelumnya, Kasi Pidum Pethres M. Mandala, SH., membenarkan pihaknya telah menerima Salinan putusan Kasasi yang amarnya menjatuhkan hukuman mati terhadap Yustinus Tanaem.
“Ya, kami sudah terima putusan kasasinya. Namun, karena putusannya hukuman mati, maka kami masih menunggu apakah dari penasehat hukum terpidana mengajukan upaya hukum luar biasa atau tidak. Putusan perkara ini tidak seperti perkara yang lain, yang mana walaupun ada upaya hukum luar biasa seperti Peninjauan Kembali, tetap bisa langsung dieksekusi. Namun terkait perkara ini, karena putusannya hukuman mati, maka masih ada dua upaya hukum luar biasa yang bisa ditempuh pihak terpidana, yaitu Peninjauan Kembali dan Grasi ke Presiden,” kata Pethres.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kabupaten Kupang menuntut pidana hukuman mati kepada Yustinus Tanaem.
JPU menuntut majelis hakim PN Oelamasi yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Yustinus Tanaem terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dan penganiayaan terhadap anak hingga mengakibatkan matinya anak, dan dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya, sebagaimama diatur diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP dan Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76C Undang-Undang (UU) RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 81 Ayat (2) UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana dakwaan Penuntut Umum.
JPU juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan terdakwa, yaitu perbuatan terdakwa mengakibatkan dua orang wanita meninggal dunia yaitu korban dewasa dan korban anak.
Tidak hanya itu, perbuatan terdakwa menurut JPU juga tergolong sadis dilihat dari cara membunuh yang langsung pada tempat vital dari tubuh korban.
Perbuatan terdakwa membunuh anak korban MB dilakukan setelah terdakwa menyetubuhi korban.
Perbuatan terdakwa sangat meresahkan masyarakat dan menarik perhatian publik.
Perbuatan terdakwa terhadap anak korban MB disembunyikan sehingga baru diketahui setelah 3 bulan kemudian.
Terhadap tuntutan JPU tersebut, Majelis di Pengadilan Negeri Oelamasi dalam putusannya menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
Putusan ini diperkuat lagi oleh putusan banding pada Pengadilan Tinggi Kupang.
Sementara, pada persidangan di PN Oelamasi, Yustinus Tanaem telah mengakui semua perbuatannya sebagaimana yang dituduhkan dalam dakwaan JPU Kejari Kabupaten Kupang.
Di persidangan, Tinus menguraikan perbuatannya setelah berkenalan dengan kedua korban di media sosial.
Setelah kenalan dengan korban MB (18), Tinus mengaku berjanji akan membelikan handphone dan cincin emas, serta akan memberikan uang.
Tinus juga telah beberapa kali ketemuan dan pacaran dengan MB, dan dari rekaman percakapan melalui chat messenger facebook, terungkap jika dalam pertemuan sebelumnya sudah ada upaya Tinus untuk melakukan pembunuhan namun korban berhasil menghindar.
Sementara terhadap korban YAW alias NW (19), Tinus mengaku menjanjikan lowongan pekerjaan.
Atas dasar itulah, kedua korban akhirnya mau menerima ajakan ketemuan dengan terdakwa.
Tinus di persidangan tersebut juga mengaku bahwa telah memperkosa dan selanjutnya membunuh korban MB.
Sementara terhadap YW alias NW, Tinus mengaku membunuh kemudian menyetubuhi mayat korban.
Jaksa Siap Eksekusi?
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati NTT, Abdul Hakim, SH.,MH., mengatakan, kedua terpidana mati Randy Badjideh dan Yustinus Tanaem, masih memiliki kesempatan untuk melakukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali, dan apabila ditolak maka masih bisa mengajukan upaya Grasi atau meminta pengampunan ke Presiden.
“Pasca putusan Kasasi ini, jaksa wajib menyampaikan isi putusan kepada terpidana, termasuk menginformasikan kepada terpidana untuk melakukan upaya hukum luar biasa. Apabila kedua upaya hukum luar biasa ini sudah ditempuh namun tetap ditolak, maka Kejati NTT akan melaporkan perkara ini secara utuh ke Kejaksaan Agung. Selanjutnya, akan dipersiapkan tindakan eksekusi, dengan berkoordinasi dengan para pihak terkait, baik itu pihak Kemenkumham, Kepolisian dan pihak terkait lainnya, mengenai tempat eksekusi. Namun sebelum dilakukan eksekusi, terpidana juga akan ditanyakan apa permintaan terakhirnya, termasuk pendampingan dari rohaniwan sesuai agamanya yang bersangkutan,” jelas Abdul Hakim.
“Sesuai aturan terbaru, diberikan waktu selama setahun kepada terpidana untuk melakukan upaya hukum luar biasa. Setelah waktu yang ditentukan itu jika tidak dilakukan upaya hukum, maka dianggap kadaluarsa, dan jaksa bisa melakukan tindakan hukum selanjutnya,” pungkasnya. (bet)
