SOSBUD
Meriah, Pawai Ogoh-ogoh di Kupang

Kupang, penatimor.com – Merayakan Nyepi Tahun Baru Saka 1941, umat Hindu di Kota Kupang melaksanakan pawai Ogoh-ogoh.
Kegiatan tersebut merupakan lambang pemurnian dari sifat-sifat negatif atau kejahatan manusia seperti iri dengki, dan angkuh.
Selain itu Ogoh-ogoh juga sebagai wujud menyeimbangkan energi negatif sehingga menjadi positif.
Sebanyak enam ogoh-ogoh yang diperarakan diyakini umat Hindu sebagai upacara untuk melepaskan segala kedengkian, kecemburuan, dosa dan sifat jahat lainnya dalam diri manusia.
Ogoh-ogoh juga sebagai upacara pembersihan diri manusia dari segala kejahatan.
“Kita bersihkan hati nurani kita untuk menyambut tahun yang baru,” kata Ketua PHDI Kota Kupang I Wayan Wira Susana di lokasi titik start pawai Ogoh-ogoh, Bundaran Tirosa, Rabu (6/3) sore.
Dijelaskan, pawai Ogoh-ogoh ini juga melibatkan etnis Jawa Reok dan etnis Tionghoa yang menampilkan atraksi barongsai. Turut terlibat Gerakan Pemuda Ansor-Banser, GMIT dan Orang Muda Katolik.
Pawai Ogoh-ogoh dibuka oleh Wali Kota Kupang Jefri Riwu Kore.
Dalam sambutannya, Wali Kota mengaku sangat mendukung kegiatan-kegiatan positif seperti ini.
Dia juga meminta semua elemen masyarakat untuk bekerja sama membangun kota ini serta menyukseskan program pemerintah.
Sementara, Ketua Panitia Nyepi I Gusti Agung Ngurah Suarnawa, mengatakan, Nyepi dirayakan setiap tahun baru Saka.
Tahun ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga yang dipercayai umat Hindu sebagai hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudra yang membawa intisari amerta air hidup.
“Nyepi diyakini sebagai perayaan untuk memohon ke hadapan Tuhan untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta),” ungkapnya.
Dijelaskan, upacara persembahan, diyakini olah umat Hindu sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam. Sehingga pada saat umat Hindu melakukan Catur Brata penyepian dapat berjalan dengan baik.
Lanjutnya, rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan yakni bakti sosial, donor darah, dan pembagian sembako, pengobatan gratis, dan Melasti.
Termasuk yang dilaksanakan setelah Nyepi yakni ditutup dengan Dharmasanti.
Humas dan Dokumentasi Panitia Nyepi 2019, Rary Triguntara menjelaskan Pawai Ogoh-Ogoh melambangkan unsur Para “Bhuta Kala” yang sering mengganggu, menggoda manusia untuk melakukan hal buruk. Sehingga dilambangkan dengan raksasa, bertaring, seram, dan lainnya.
“Unsur Bhuta Kala tersebut harus dimurnikan dan dibersihkan dengan cara “Upacara Tawur” mecaru, jadi di setiap yang dilewati Ogoh-ogoh biasanya perempatan jalan (bertemunya seluruh energy) , jembatan dan lainnya yang dianggap perlu dimurnikan,” sebutnya.
Dikatakan energi-energi tersebut saat dilewati Ogoh-ogoh akan masuk ke dalam Ogoh-ogohnya, dan sampai di lokasi finish akan diupacarai dan dibakar agar energi tersebut bisa diseimbangkan menjadi cahaya (Div) dan alam semesta jadi harmonis sehingga tidak lagi mengganggu manusia.
“Karena umat Hindu percaya berbagai tempat ada energi negatif dan positif , dan agama Hindu memang berkewajiban menyeimbangkannya. Istilahnya penyucian jagat Bhuwana Agung (alam semesta) dan Bhuwana Alit (mahluk hidup),” jelasnya.
Dia mencontohkan, setiap perempatan yang sering terjadi kecelakaan maka di sana akan banyak energinya, begitupun jembatan dan lainnya. Oleh sebab itu semua harus dimurnikan dan diseimbangkan.
” Itulah kontribusi umat Hindu terhadap menjaga keseimbangan alam semesta. Begitupun halnya bila ada bencana alam, gempabumi, tsunami, maka umat Hindu akan melakukan upacara pembersihan jagat atau penyucian bumi pertiwi,” ungkapnya.
Sementara, Wadansat Banser Kota Kupang, Kasim Abdurahman Koli yang juga turut berpartisipasi dalam pawai Ogoh-ogoh menjelaskan partisipasi dalam momentum ini bagian dari sebuah manifestasi dari nilai rahmatan lil al-amin.
“Banser ambil bagian dalam pawai ogoh-ogoh ini, bukan saja sebagai seremonial undangan, namun partisipasi ini adalah wujud dari rasa toleransi dan rasa memiliki yakni rasa cinta tanah air dan keindonesiaan,” pungkasnya. (R1)
