HUKRIM
Rekonstruksi, Pendeta Sailana Perankan 42 Adegan
Kupang, penatimor.com – Tim penyidik Unit Reskrim Polsek Maulafa melakukan rekonstruksi atau reka ulang kasus dugaan pembunuhan sadis yang dilakukan pensiunan guru SD yang juga seorang pendeta, Eduard Sailana, 69, terhadap korban Debby Anggreani Balla (DAB), 27.
Rekonstruksi yang dimulai pukul 09.00, Kamis (21/6), dilakukan di dua tempat kejadian perkara (TKP), yaitu di kos-kosan Grace Sukses dan rumah pelaku di Desa Oelomin, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang.
Dalam rekonstruksi di dua lokasi tersebut, tersangka Eduard Sailana dan sejumlah saksi memerankan 42 adegan.
Sebanyak 34 adengan diperankan di kos-kosan Grace Sukses di Jl. Sukun, Kelurahan Oepura. Sedangkan sisanya diperankan di Oelomin.
Reka ulang juga melibatkan saksi Daud Baitanu yang membawa serta mobil pikapnya merek Suzuki warna hitam dengan nomor polisi DH 8969 AG yang dipakai pelaku mengangkut jenazah korban dalam gentong air warna hijau berukuran besar.
Daud dan seorang anak gadis ciliknya ikut memerankan sejumlah adegan.
Kapolsek Maulafa Kompol Margaritha Sulabesi yang diwawancarai, mengatakan, rekonstruksi dilakukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka.
“Setelah rampung, berkas perkara segera dilimpahkan ke jaksa untuk diteliti. Antara rekonstruksi dan BAP sama, tidak ada perubahan,” kata Kapolsek.
“Jadi motifnya karena hubungan asmara. Tersangka sempat berusaha menyembunyikan handphonenya namun berhasil kita temukan. Isinya masih kami rahasiakan,” lanjut mantan Kapolsek Alak itu.
Sementara, Daud Baitanu yang diwawancarai, mengatakan, awalnya ia diminta tersangka bersama-sama pergi mengantar sayur di gereja Haleluya di Sikumana, dekat SMA Negeri 6 Kupang.
Usai mengantar sayur, Daud mengaku diminta tersangka pergi mengambil barang di kos-kosan Grace Sukses.
“Waktu ke kos, saya sama sekali tidak tahu kalau dalam gentong itu ada mayat. Saya dengan bapatua (tersangka) angkat keluar dari kamar lalu kasih naik ke oto. Memang berat sehingga dari kamar ke kos kami istirahat lima kali. Bapatua bilang gentong itu isinya beras, apalagi ditutup rapat dan dilakban menyilang dari atas. Saat itu saya bawa anak-anak juga. Bapatua minta anak-anak pindah duduk di depan dan dia sendiri di belakang sampai Oelomin. Saya juga bantu turunkan gentong dan taruh di ruang tamu,” kata Daud yang mengaku mengemudikan mobil majikannya.
Daud juga mengaku tersangka masih punya hubungan keluarga dengannya dan merupakan pendeta di gerejanya.
“Bapatua masih pangkat bapak mantu. Dulu pendeta tapi dua tahun terakhir pensiun dan diganti anaknya. Awalnya saya tidak percaya bapatua melakukan pembunuhan karena pada hari Minggu atau sehari sebelum kasus ini, masih memimpin kebaktian di gereja,” ungkap dia.
Yumi, salah satu penghuni kos Grace Sukses yang turut menjadi saksi dan memerankan adegan dalam rekonstruksi tersebut, mengatakan, waktu korban datang ke kos-kosan tersebut sekira pukul 10.00, dia sempat menyapa korban, namun tidak dibalas, kemudian tersangka keluar menyambut korban dan bersama-sama ke kamar kos yang letaknya paling pojok kiri.
“Saya sempat tanya itu nona mau perlu siapa, tapi dia tidak balas juga. Terus bapatua datang bilang nona itu tamunya, lalu mereka dua masuk ke kamar,” kata Yumi.
Ibu dua anak itu kemudian sempat mendengar ada suara teriakan perempuan dari arah kamar tersangka.
Menaruh curiga, Yumi pun kemudian memberitahukan ke Meky, tetangga sebelah kamar kosnya.
Yumi juga kemudian sempat melihat tersangka dan Daud Baitanu saat mengangkat gentong berisi mayat melewati lorong tengah depan kamarnya, yang kemudian dinaikan ke mobil pikap.
Albert Ratu Edo yang dikonfirmasi, mengatakan, dari rekontruksi dalam kamar kos tersebut, diketahui saat korban datang, keduanya bersepakat untuk berhubungan badan dengan tarif Rp 350 ribu sekali berhubungan.
Namun belum sempat berhubungan badan, korban mengambil dompet milik tersangka berisi uang, lalu masuk ke kamar mandi.
“Jadi ada dua dompet milik tersangka. Ada yang kecil dan besar. Yang besar itu yang berisi uang dan diambil korban,” sebut Albert.
Advokat senior di Kupang itu melanjutkan, saat korban keluar dari kamar mandi, pelaku ngotot meminta korban mengembalikan dompetnya, namun korban tidak mau.
Tersangka yang emosi lalu mengambil pisau dari tasnya dan dipakai menodong korban.
Korban sempat berusaha merampas pisau dari tangan tersangka. Korban juga sempat menggenggam erat pisau sehingga terjadi tarik menarik antara pelaku dan korban.
Pelaku yang diduga tidak lagi mengontrol emosinya, lalu menarik paksa pisau hingga lepas dari genggaman korban, dan menikam korban di bagian leher serta beberapa kali di bagian tubuh.
Luka serius dan pendarahan hebat membuat korban seketika tewas di dalam kamar kos tersebut.
Albert melanjutkan, pada rekonstruksi di Oelomin, tersangka memperagakan sejumlah adegan, yaitu menurunkan gentong berisi mayat korban dari pikap kemudian dibawa ke ruang tamu.
“Selanjutnya tersangka pergi membeli sendok campuran dan membuat campuran semen. Tersangka juga sendiri memasukan gentong berisi mayat ke dalam sumur menggunakan tali. Sampai akhirnya polisi datang menginterogasinya. Awalnya dia menyangkal, namun saat hendak dilakukan penggeledahan didapati tas berisi pisau yang dipakai menghabisi nyawa korban sehingga tersangka pun mengakui perbuatannya,” ungkap Albert. (R1)