POLKAM
Perlu Pemberdayaan Inklusi Dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana
Kupang, penatimor.com – Pemberdayaan kelompok disabilitas dan pengarusutamaan inklusi dalam pengurangan risiko bencana merupakan sebuah kebutuhan dan kewajiban agar kelompok ini tidak menjadi korban ketika berhadapan dengan bencana.
Demikian disampaikan Pelaksana tugas (Plt) Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Torry Kuswardono dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini di Kupang, Rabu (18/4/2018).
Menurut Torry, kelompok-kelompok terpinggirkan seperti kelompok disabilitas seringkali terabaikan dalam perencanaan pengurangan risiko bencana. Padahal, kelompok penyandang disabilitas memiliki kerentanan yang tinggi dalam berhadapan dengan ancaman bencana.
Direncanakan FPRB-NTT, akan menggelar Musyawarah Daerah (Musda) II yang berlangsung selama dua hari di Kupang, yakni 19-20 April 2018 dengan mengambil tema “Pentingnya Inklusi dan Kolaborasi Pengurangan Risiko Bencana”.
“FPRB-NTT pada Musda kali ini, menekankan pentingnya inklusi kelompok-kelompok terpinggirkan dalam pengurangan risiko bencana,” kata Torry.
Dia mengungkapkan, penyandang disabilitas tercatat 9000 lebih jiwa menurut data Dinas Sosial NTT di tahun 2017. Namun, jumlah ini diperkirakan masih jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti Humanity & Inclusion yaitu 9% dari total populasi atau hampir mencapai 500 ribu jiwa.
“Tanpa strategi pelibatan yang tepat, penyandang disabilitas dapat menjadi korban sia-sia dalam kondisi bencana,” ujarnya.
Karena itu, dia mengemukakan, pendekatan yang inklusi menjadi penting dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi rencana pengurangan risiko bencana, termasuk mendayagunakan potensi penyandang disabilitas dalam pengurangan risiko bencana.
Torry menyampaikan, musyawarah Daerah FPRB-NTT juga akan membahas beberapa pembelajaran lain seperti ancaman bencana geologi, ancaman perubahan iklim, dan juga pembelajaran-pembelajaran mengenai pengurangan risiko bencana berbasis komunitas, serta pembelajaran kolaborasi multipihak dalam PRB. “Sejumlah narasumber akan mengisi sesi pembelajaran pada hari pertama,” ungkapnya.
Narasumber-narasumber tersebut antara lain Persatuan Tuna Daksa Kristiani (PERSANI) bersama dengan Arbeiter Samariter Bund (ASB) dan Humanity & Inclusion (HI), ChildFund Indonesia , Perkumpulan Masyarakat Peduli Bencana (PMPB), Dr. Rani Hendrikus, Dr Michael Riwu Kaho, dan juga Forum PRB Kabupaten Lembata. Musda juga akan dihadiri oleh Firzha Ghozalba, Kasubdit Peran Lembaga Usaha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
“Selain membahas pembelajaran mengenai inklusi dan kolaborasi dalam pengurangan risiko bencana, Musda II FPRB NTT juga akan membahas penguatan organisasi dan pemilihan struktur baru pengelola FPRB-NTT,” sebutnya.
Pembahasan mengenai keorganisasian FPRB NTT akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 20 April 2018. Melalui pembahasan dan pembentukan struktur baru, FPRB-NTT mengharapkan adanya kolaborasi yang semakin kuat antara pemerintah, masyarakat sipil dan swasta dalam pengurangan risiko bencana.
“Terlebih lagi, lewat struktur baru, FPRB NTT akan lebih dapat menjawab lebih konkret moto dari pengurangan risiko bencana, bahwa urusan bencana adalah urusan semua orang,” tandasnya.
Selain itu, Torry menambahkan, Musda Forum juga menekankan pentingnya kesiapsiagaan terhadap bencana, sebagai bagian dari PRB. Musda Forum ini adalah bagian dari rangkaian upaya meningkatkan kesadaran tentang risiko bencana dalam rangka memperingati Hari Kesiapsiagaan terhadap Bencana, 26 April 2018 mendatang. (R2)