Connect with us

HUKRIM

Jaksa Sita Handphone Mantan Kadis PUPR NTT dan Dua PPK Setelah Pemeriksaan Kasus Dugaan Korupsi Proyek Irigasi

Published

on

Mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi NTT, Maksi Nenabu diperiksa penyidik Pidsus Kejati NTT pada Senin (21/10/2024).

KUPANG, PENATIMOR – Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) terus memperdalam penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi Proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I. Wae Ces I-IV (2.750 Ha) di Kabupaten Manggarai.

Perkembangan terbaru, pada Senin (21/10/2024) malam, penyidik menyita tiga unit handphone milik para saksi usai mereka menjalani pemeriksaan.

Ketiga saksi yang diperiksa adalah mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi NTT, Maksi Yaen Ertich Nenabu, MT., serta dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut, yakni Yohanes Gomeks (PPK II) dan A.S. Umbu Dangu, ST. (PPK I).

Proses penyitaan handphone ini sempat diwarnai penolakan dari para saksi, khususnya Yohanes Gomeks dan Umbu Dangu.

Mereka merasa keberatan saat diberitahu penyidik bahwa handphone mereka akan disita sebagai barang bukti dalam penyidikan.

Namun, setelah dilakukan penjelasan lebih lanjut, ketiganya akhirnya menyerahkan handphone masing-masing kepada penyidik sekitar pukul 19.00 WITA.

Tiga handphone yang disita penyidik sebagai barang bukti masing-masing, Samsung Galaxy Fold 4 warna hitam milik Andry Santo Umbu Dangu (PPK I).

Kemudian, Samsung Galaxy S10+ warna hitam milik Maksi Nenabu (Pengguna Anggaran), dan Oppo Reno 8 warna putih – milik Johanes Gomeks (PPK II).

Penyidikan ini berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam Proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I. Wae Ces I-IV yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari APBD Pemerintah Provinsi NTT.

Proyek tersebut, yang dikerjakan oleh PT Kasih Sejati Perkasa dengan nilai kontrak sebesar Rp 3.848.907.512,28, diduga tidak dikerjakan sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan, sehingga diduga kuat telah menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.

Dalam proyek ini, Maksi Nenabu diperiksa sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sementara Yohanes Gomeks (PPK lanjutan) dan A.S. Umbu Dangu (PPK pertama) diperiksa sebagai PPK yang terlibat dalam pelaksanaan proyek sejak awal hingga selesai.

Penyidikan sempat terhenti untuk istirahat makan siang dan dilanjutkan pada sore hari hingga malam.

Maksi Nenabu diperiksa oleh penyidik Lutfi Kusumo Akbar, S.H., kemudian A.S. Umbu Dangu diperiksa oleh penyidik Jacky Lomi, S.H., dan Yohanes Gomeks diperiksa oleh Bangkit Simamora, S.H.,M.H.

Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidsus Kejati NTT, Mourest A. Kolobani, S.H., M.H., menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap para saksi ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat bukti dalam penyidikan kasus tersebut.

“Kami telah memanggil sejumlah pihak terkait untuk diperiksa sebagai saksi. Dalam minggu ini, ada sekitar 20 saksi yang akan kami periksa,” ungkapnya.

Penggeledahan dan Penyitaan Dokumen

Sebelumnya, pada 17 Oktober 2024, tim penyidik juga melakukan penggeledahan di Kantor Dinas PUPR Provinsi NTT serta Kantor Biro Pengadaan Barang dan Jasa Provinsi NTT. Dari penggeledahan tersebut, sejumlah dokumen penting terkait proyek irigasi disita oleh penyidik untuk dijadikan barang bukti.

Penggeledahan dipimpin oleh Koordinator Bidang Pidsus Kejati NTT, Fredy Simanjuntak, S.H., M.H., bersama tim yang terdiri dari lebih dari sepuluh orang. Tim menyisir beberapa ruangan di Kantor Dinas PUPR, termasuk ruangan Kepala Bidang Irigasi, Buce Fanggidae, dan Sub Bagian Keuangan, untuk mencari dokumen terkait proyek irigasi yang diduga bermasalah tersebut.

Kerugian Negara Rp 2,5 Miliar

Proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I. Wae Ces I-IV ini awalnya direncanakan untuk memperbaiki ruas-ruas BC 4 – BC 5, BC 5 – BC 6, dan BC 6 – BC 7. Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat perubahan lokasi tanpa justifikasi yang jelas, serta indikasi bahwa pekerjaan tidak dilakukan sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).

Banyak dari pekerjaan yang seharusnya dilakukan secara struktural, hanya dikerjakan dengan plesteran dan acian, yang menyebabkan kelebihan pembayaran.

Mourest Kolobani menyatakan bahwa berdasarkan hasil investigasi di lapangan bersama tim ahli dari Politeknik Negeri Kupang (PNK), ditemukan bahwa hasil pekerjaan tidak sesuai dengan dokumen kontrak dan as-built drawing yang diajukan. Estimasi kerugian negara akibat penyimpangan ini mencapai Rp 2,5 miliar.

Penyidikan Mengerucut ke Calon Tersangka

Lebih lanjut, Mourest Kolobani mengungkapkan bahwa penyidikan kasus ini sudah mengarah pada penetapan calon tersangka. “Saat ini, penyidikan sudah mengerucut kepada pihak-pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban hukum,” tegasnya.

Proses penyidikan akan terus dilanjutkan dengan memeriksa saksi-saksi lainnya serta melakukan pemeriksaan di lapangan untuk memastikan sejauh mana penyimpangan yang terjadi dalam proyek tersebut.

Kejati NTT Selidiki Proyek Irigasi Lain Senilai Rp 44 Miliar

Selain kasus ini, Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati NTT juga tengah menyelidiki dugaan korupsi pada sejumlah proyek irigasi lainnya di beberapa wilayah NTT, dengan total anggaran mencapai Rp 44 miliar. Penyidikan ini dilakukan berdasarkan dua Surat Perintah Penyelidikan yang diterbitkan oleh Kajati NTT Zet Tadung Allo, S.H., M.H., pada Oktober 2024.

Proses penyelidikan saat ini melibatkan pemeriksaan sejumlah saksi dan verifikasi teknis di lapangan dengan melibatkan tim ahli. Mourest berharap semua pihak yang terlibat dalam proyek tersebut bersikap kooperatif agar proses hukum dapat berjalan dengan lancar. (bet)

Advertisement


Loading...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *